> >

Soal Penerapan KRIS, Bos BPJS Kesehatan: Konsepnya saja Kami Masih Mempertanyakan

Ekonomi dan bisnis | 19 Juli 2023, 12:33 WIB
Ilustrasi kamar rawat inap. Pemerintah akan menghapus kelas rawat inap untuk peserta BPJS Kesehatan dan menggantinya dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Namun, belum ada kepastian kapan kebijakan itu akan diterapkan secara nasional. (Sumber: rs.ui.ac.id)

JAKARTA, KOMPAS.TV- Pemerintah akan menghapus kelas rawat inap untuk peserta BPJS Kesehatan dan menggantinya dengan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Namun, belum ada kepastian kapan kebijakan itu akan diterapkan secara nasional. 

"Makanya kami masih tunggu karena konsepnya saja kami masih mempertanyakan," kata Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ghufron Mukti dalam konferensi pers Laporan Keuangan BPJS Kesehatan di Jakarta, Selasa (18/7/2023). 

Ia mengatakan, konsep Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ada saat ini sudah sesuai. Termasuk mekanisme pembiayaannya. 

"JKN sudah pada tujuan yang tepat. Kalau mau mengubah, tinggal hal kecil saja yang diperbaiki, bukan sifatnya yang secara mendasar dan tidak jelas ke depannya," ujarnya. 

Ia juga belum mengetahui bagaimana perubahan iuran peserta BPJS Kesehatan jika KRIS diterapkan. 

Baca Juga: DJSN Sebut Iuran BPJS Kesehatan Belum Perlu Naik Hingga 2025, Ini Alasannya

"Saya mau tanya, KRIS akan seperti apa? Apakah iurannya sama, orang kaya dan miskin sama atau bagaimana?," ucapnya. 

Hal yang sama juga dikatakan oleh Anggota DJSN Muttaqien. Kata dia, progam KRIS masih diformulasikan oleh DJSN, Kementerian Keuangan, Kementerian Kesehatan, dan BPJS Kesehatan. 

Pihak BPJS Kesehatan juga masih menunggu aturan soal KRIS dari pemerintah. 

"Ya sedang kita simulasikan dulu, karena ini butuh kehati-hatian, butuh kesiapan dari semua stakeholder. Jadi kita akan persiapkan dengan kehati-hatian," sebutnya. 

"Tunggu regulasi yang akan keluar ya, kita tunggu regulasi akan keluar seperti apa," sambungnya. 

Baca Juga: Apakah Bisa Periksa Pakai BPJS Kesehatan Tanpa Pindah Faskes saat Sakit di Luar Kota?

Mengutip pemberitaan Kompas.tv sebelumnya, Ketua Komisi Kebijakan Umum DJSN Mickael Bobby Hoelman mengatakan penerapan KRIS secara nasional diundur menjadi 1 Januari 2025. 

Tadinya, DJSN berencana mengimplementasikan kebijakan itu pada pertengahan tahun 2024. 

Penundaan dilakukan agar rumah sakit bisa mempersiapkan 12 standar yang harus dipenuhi saat membuka KRIS. Adapun DJSN bertugas sebagai penanggung jawab program KRIS.

 

"Penahapan KRIS dimulai 2023 dengan mempertimbangkan kesiapan rumah sakit, penyelenggaraan KRIS secara menyeluruh ditargetkan 1 Januari 2025," kata Mickael dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR RI, Kamis (9/2/2023).

Bobby mengatakan, sebelum diterapkan secara nasional, DJSN telah melakukan uji coba KRIS di sejumlah rumah sakit pada tahun lalu. Yakni RSUP Kariadi Semarang, RSUP Surakarta, RSUP Dr. Tadjuddin Chalid Makassar, RSUP Dr. Johannes Leimena Ambon, dan RSUP Dr. Rivai Abdullah Palembang.

Baca Juga: Kemenhub Resmi Tetapkan Tarif LRT Jabodebek, Paling Mahal ke Bekasi Rp24.000

Pihak DJSN pun melaporkan hasil evaluasi uji coba kepada DPR, namun baru dari 4 RS. Yakni untuk RSUP Rivai Abdullah, RSUP Surakarta, RSUP Tadjudin Chalid dan RSUP Leimena.

"DJSN bersama dengan Kemenkes dan BPJS Kesehatan telah melakukan monitoring dan evaluasi lapangan uji coba KRIS JKN di empat rumah sakit uji coba pada Desember 2022," ujar Mickael. 

Ia memaparkan, dalam rencana awal DJSN, penerapan KRIS akan dimulai pada tahun ini. Dimana 50 persen RS akan  siap mengimplementasikan KRIS sepanjang Semester I 2023. Kemudian di enam bulan berikutnya, 100 persen RS vertikal dapat mengimplementasikan kebijakan tersebut.

RS vertikal adalah RS yang berada dibawah pemerintah, lewat Kementerian Kesehatan. Lalu, di Semester II 2023 juga ada 30 persen RS lainnya dalam hal ini RS umum daerah, RS TNI/Polri, dan RS swasta juga telah siap menerapkan KRIS.

Selanjutnya, pada semester I 2024 akan ada 50 persen RS umum daerah, RS TNI/Polri, dan RS swasta dapat mengimplementasikan kelas standar. Lalu, pada semester II semua RS di Indonesia sudah bisa menerapkan kebijakan kelas standar itu.

Penulis : Dina Karina Editor : Gading-Persada

Sumber :


TERBARU