> >

Indonesia Belum Masuk Resesi Meski Pertumbuhan Ekonomi Minus 5,32 Persen, Kenapa?

Ekonomi dan bisnis | 5 Agustus 2020, 18:40 WIB
Ilustrasi resesi ekonomi akibat pandemi virus corona. Indonesia Belum Masuk Resesi Meski Pertumbuhan Ekonomi Minus 5,32 Persen, Kenapa? (Sumber: Shutterstock/Lightspring/Kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2020 minus 5,32 persen.

Angka tersebut lebih dalam dari konsensus pasar ataupun ekspektasi pemerintah dan Bank Indonesia yang di kisaran minus 4,3 persen hingga minus 4,8 persen.

Baca Juga: Indonesia Belum Resesi, Jika...

Kendati pertumbuhan ekonomi Indonesia terkontraksi dalam pada kuartal II-2020, hal itu bukan berarti sudah memasuki resesi.

Sebab, resesi terjadi jika pertumbuhan ekonomi negatif pada dua kuartal berturut-turut.

Pada kuartal I-2020, ekonomi Indonesia tercatat tumbuh positif sebesar 2,97 persen, meski melambat bila dibandingkan kuartal IV-2019 yang tumbuh 4,97 persen.

"Walaupun mengalami pertumbuhan minus pada kuartal II-2020, tetapi kita secara formal belum disebut resesi. Definisi resesi terjadi ketika pertumbuhan ekonomi negatif dua kuartal berturut-turut," ungkap Direktur Riset Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah, Rabu (5/8/2020), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga: Jangan Takut Resesi Ekonomi, Wakil Menkeu: Indonesia Bisa Tumbuh Positif Kuartal III 2020

Jurang Resesi

Ia menekankan, Indonesia akan resmi masuk jurang resesi jika pertumbuhan ekonomi kembali negatif pada kuartal III-2020.

Saat ini, CORE sendiri memperkirakan ekonomi Indonesia berpotensi tumbuh negatif 3-4 persen pada kuartal III-2020.

"Jadi kita baru disebut mengalami resesi nanti apabila pada bulan Oktober 2020, ternyata BPS kembali merilis angka pertumbuhan kuartal III yang negatif," katanya.

Piter menjelaskan, dampak dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang minus sebenarnya sudah dirasakan oleh masyarakat sepanjang April-Juni 2020.

Periode ketika pemerintah memberlakukan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) untuk menekan penyebaran Covid-19.

"Sehingga, kontraksi tersebut adalah dampak dari wabah Covid-19 yang membatasi aktivitas ekonomi," ujarnya.

Menurut dia, dengan adanya wabah Covid-19 yang masih berlangsung hingga saat ini, masih ada potensi ekonomi Indonesia kembali tumbuh negatif pada kuartal selanjutnya. Meski demikian, kontraksi tidak akan sedalam kuartal II-2020.

"Pada kuartal III, dengan masih adanya wabah, perekonomian masih akan terkontraksi. Tetapi, dengan pelonggaran PSBB, kontraksi ekonomi yang terjadi akan lebih mild (ringan), tidak akan sedalam kuartal II," pungkas Piter.

Baca Juga: Indonesia Menyongsong Resesi

Pertumbuhan PDB Indonesia dari kuartal 1 2017 sampai kuartal 2 2020. Indonesia Belum Masuk Resesi Meski Pertumbuhan Ekonomi Minus 5,32 Persen, Kenapa? (Sumber: Faisal Basri)

Jangan Takut Resesi

Terpisah, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara menekankan bahwa masyarakat Indonesia tidak perlu takut dengan resesi ekonomi.

Hingga kini pemerintah terus berupaya agar pertumbuhan ekonomi dapat terjaga melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

“Kami berharap tidak negatif, tapi kalau sampai negatif. Jangan khawatir soal label resesi, padahal yang dihadapi adalah kegiatan ekonomi yang sedang turun,” kata Suahasil dalam International Webminar IESP FEB ULM, Selasa (3/8).

Menurut dia, kondisi resesi ekonomi tinggal ditentukan dari realisasi di kuartal III-2020.

Jika, sepanjang Juli-September 2020 ekonomi Indonesia kembali minus secara tahunan, maka Indonesia akan sah resesi.

Baca Juga: Hadapi Jurang Resesi, Serapan Anggaran Belanja Pemerintah Belum Maksimal

Kendati demikian, menurut Suahasil, pihaknya sebagai otoritas fiskal akan berupaya mencegah kontraksi ekonomi di kuartal III-2020.

Meski pemerintah sudah menggelontorkan anggaran sebesar Rp 695,2 triliun untuk program PEN, menurutnya, situasi ekonomi ke depan akan tergantung dari penangan kesehatan.

Suahasil menyampaikan, jika penanganan kesehatan bisa dijaga dan gelombang kedua penyebaran Covid-19 tidak terjadi, maka Indonesia bisa tumbuh positif pada kuartal III 2020.

Namun, bila sektor kesehatan tidak bisa diatasi, dampaknya ekonomi tidak berjalan.

"Tapi kalau buka ekonomi dan protokol kesehatan dijalankan, maka kegiatan ekonomi bisa muncul. Sehingga kuartal III-2020 bisa mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan terhindari dari label resesi," ujarnya.

Baca Juga: Rekor! Harga Emas Tembus Sejuta, Kekhawatiran Resesi Dunia?

 

Penulis : fadhilah

Sumber : Kompas TV


TERBARU