> >

KADIN Akan Gugat Permenaker 18 Tahun 2022 yang Batasi Kenaikan UMP Maksimal 10 Persen

Ekonomi dan bisnis | 25 November 2022, 10:58 WIB
Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid menyatakan, pihaknya akan melakukan uji materi terhadap Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023, ke Mahkamah Agung (MA). (Sumber: Ist/KADIN)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid menyatakan, pihaknya akan  melakukan uji materi terhadap Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum 2023, ke Mahkamah Agung (MA).

Arsjad mengatakan, gugatan itu dilayangkan karena menimbulkan dualisme dan ketidakpastian hukum. Ia menyebut, kalangan pengusaha tetap ingin berpegang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja.

Menurutnya, PP 36/2021 itu mencerminkan stabilitas investasi, kesejahteraan pekerja, dan keadilan bagi pengusaha.

"Untuk memastikan agar kebijakan tersebut tidak kontraproduktif, maka Kadin bersama dengan Asosiasi Pengusaha dan seluruh perusahaan anggota Kadin terpaksa akan melakukan uji materi terhadap Permenaker Nomor 18/2022," kata Arsjad dalam keterangan tertulisnya, Kamis (24/11/2022).

"Namun, apa pun hasilnya, pelaku usaha siap mematuhinya," ujarnya.

Baca Juga: Buruh Jabar Minta UMP Naik 12 Persen, Pengusaha 6 Persen, Ridwan Kamil: Intinya Naik

Peraturan Kementerian Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 18 Tahun 2022 mengatur soal kenaikan UMP tahun depan maksimal 10 persen. Lalu ada soal perubahan waktu penetapan oleh gubernur.

Periode penetapan dan pengumuman UMP 2023 yang sebelumnya paling lambat 21 November 2022 diperpanjang menjadi 28 November 2022. Sedangkan UMK sebelumnya paling lambat 30 November 2022 menjadi 7 Desember 2022.

Sedangkan di PP 36/2021, kenaikan UMP dihitung berdasarkan beberapa faktor. Di antaranya adalah inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Sehingga kenaikan upah bisa saja di bawah 10 persen.

Arsjad menyampaikan, pada dasarnya pebisnis sepakat bahwa kondisi ekonomi nasional yang dinamis akibat resesi ekonomi global imbas dari konflik geopolitik perlu disikapi dengan cermat.

Salah satunya adalah dengan menjaga daya beli masyarakat, yang terefleksi dari kenaikan upah minimum. Namun, kemampuan pelaku usaha merespon kondisi ekonomi saat ini juga harus diperhatikan agar tidak memberatkan pelaku usaha dan mengganggu iklim usaha.

Baca Juga: Profil Ketua HIPMI yang Baru, Akbar Himawan Buchari, Pemilik PO Kurnia Berharta Rp9,3 M

Penulis : Dina Karina Editor : Desy-Afrianti

Sumber :


TERBARU