Kompas TV advertorial

Dorong Realisasi Pasar Karbon, B20 Indonesia Gandeng ICDX

Kompas.tv - 26 Mei 2022, 11:52 WIB
dorong-realisasi-pasar-karbon-b20-indonesia-gandeng-icdx
Tangkapan layar diskusi virtual Kadin Indonesia dan Bursa Berjangka Komoditi dan Derivatif Indonesia (ICDX) pada Rabu (25/05) (Sumber: Dok. Kadin Indonesia)
Penulis : Adv Team

JAKARTA, KOMPAS.TV – Kadin Indonesia yang berperan sebagai penyelenggara B20 tahun ini menggandeng Bursa Berjangka Komoditi dan Derivatif Indonesia (ICDX) untuk mengadakan diskusi virtual mengenai pasar karbon sukarela yang terorganisir, Rabu (25/05) siang. 

Diskusi virtual tersebut juga membahas pentingnya kredit karbon sebagai langkah mitigasi global mengurangi emisi sekaligus memiliki nilai ekonomi tinggi sebagai komoditas.

Diskusi ini diselenggarakan sebagai bagian side event B20 Indonesia yang menjadi fokus kerja Gugus Tugas Perdagangan dan Investasi (Trade and Investment Task Force).

Ketua B20 Indonesia Shinta W. Kamdani mengatakan, pasar atau perdagangan karbon dapat membuat mitigasi global lebih efisien dan terorganisir dalam mendukung upaya pemerintah mengurangi emisi karbon.

Baca Juga: Promosikan Forum B20, Kadin Indonesia Lakukan Tur Eropa

Menurut Shinta, pasar karbon memungkinkan mitigasi perubahan iklim dengan biaya lebih murah dengan dampak yang lebih besar.

Pasar karbon, lanjut Shinta, jika dikembangkan dengan baik akan memberikan dampak yang luar biasa dalam strategi mengatasi perubahan iklim, terutama terkait dengan pelibatan sektor-sektor ekonomi yang berhubungan dengan emisi karbon.

“Di Indonesia, saat ini, belum ada konsensus di antara para pemangku kepentingan tentang apa yang diperlukan untuk menggunakan pasar karbon sebagai strategi pengurangan emisi. Kita belajar dari best practises negara lain terkait pasar karbon ini. Jadi kita bersama-sama ini semua melakukan kolaborasi,” ujar Shinta.

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bersama kalangan sektor swasta berinisiatif meluncurkan Pasar Karbon Domestik Sukarela (Voluntary Domestic Carbon Market) mengadopsi carbon market sebagai instrumen utama mengurangi emisi CO2.

Hal tersebut masih menjadi tantangan global dalam mencapai target penurunan emisi dalam menanggulangi isu perubahan iklim.

Kadin Indonesia juga merekomendasikan pembentukan satuan tugas publik-swasta untuk merancang dan menerapkan ekosistem carbon market di luar Voluntary Carbon Market sebagaimana diuraikan dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK)—dan memfasilitasi pembentukan pasar karbon di Indonesia.

Baca Juga: Promosikan Forum B20 Indonesia ke Eropa, KADIN Dorong Kolaborasi demi Transformasi Ekonomi Global

Chair B20 Trade and Investment Task Force Arif Rachmat mengatakan pasar karbon sukarela memiliki peran penting dalam dekarbonisasi global. Pasar ini memungkinkan perusahaan untuk mempercepat transisi yang lebih luas ke masa depan yang lebih rendah karbon.

“Secara global, karbon diklasifikasikan sebagai komoditas dan saat ini pasar karbon mengalami pertumbuhan yang signifikan, sehingga membutuhkan standar yang ketat dan transparansi yang lebih besar untuk membangun kepercayaan," ucap Arif.

"Untuk itu, kami menggandeng ICDX untuk memberikan informasi yang jelas mengenai perkembangan pasar karbon ini dan pemanfaatannya secara lebih terorganisir,” sambung Arif.

Dalam diskusi ini, hadir secara virtual Alice Carr, Direktur Eksekutif Kebijakan Publik, GFANZ yang memberikan pandangan mengenai manfaat nyata pasar karbon sukarela dalam mengatasi perubahan iklim.

Baca Juga: Kadin Gelar B20 Sustainability 4.0 Awards, Ini Tiga Fokus Kategori Penghargaan nya!

Alice juga memberikan strategi peningkatan pasar karbon sekaligus mendorong implementasi pada skala yang lebih besar agar dampak pengurangan emisi bisa terukur.

Special Advisor CDP, dan Member, Distinguished Advisory Board, Integrity Council for the Voluntary Carbon Market, Paula DiPerna menguraikan pelajaran penting yang bisa diambil dari Chicago Climate Exchange (CCX), pasar karbon sukarela pertama dunia di Amerika Serikat.

Pasar ini mengikat secara hukum pengurangan dan perdagangan gas rumah kaca untuk proyek sumber emisi dan offset di Amerika Utara dan Brazil.

Paula juga menerangkan pasar karbon sukarela ini bisa membantu negara-negara yang ikut ambil bagian dalam mencapai Nationally Determined Contribution (NDC) masing-masing sebagai komitmen setiap negara terhadap Persetujuan Paris.

Paula menjelaskan bagaimana kredit karbon diperlakukan, apakah sebagai komoditas belaka atau sekaligus sekuritas.

Terkait penjelasan karbon sebagai komoditas dan sekuritas, CEO ICDX Lamon Rutten memberikan informasi mengenai upaya pemerintah mendukung pelaksanaan pasar karbon yang terorganisir.

Lamon juga memaparkan keterkaitan NDC, pasar karbon sukarela, serta peluang-peluang yang bisa diambil dan dimanfaatkan dalam perdagangan karbon tersebut, khususnya terkait nilai ekonominya dan mitigasi iklim.

Keterlibatan aktif sektor swasta merupakan faktor penting untuk mendukung komitmen pemerintah dalam mengatasi perubahan iklim dalam mencapai agenda Net Zero Emission di tahun 2060.

Terlebih lagi setelah Paris Agreement dan COP26 di Glasgow 2021 lalu, urgensi kolaborasi pemerintah dan swasta untuk memitigasi dampak perubahan iklim menjadi sangat krusial.

Seperti diketahui, Indonesia telah menetapkan Nationally Determined Contribution (NDC) yakni pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) sebanyak 41 persen pada tahun 2030.

Untuk itu, pemerintah Indonesia telah menetapkan aturan hukum melalui Peraturan Presiden No. 98 tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon.

Beberapa hal yang diatur di dalamnya mencakup perdagangan antara dua pelaku usaha melalui skema cap and trade, pengimbangan emisi melalui skema carbon offset, pembayaran berbasis kinerja (result based payment), hingga pungutan atas karbon.

Hal tersebut diharapkan bisa mendukung pencapaian target pengurangan emisi GRK Indonesia dengan menggerakan lebih banyak pembiayaan dan investasi hijau.

Potensi ekonomi dari perdagangan karbon di Indonesia sendiri diperkirakan mencapai lebih dari Rp8.000 Triliun (US$565,9 miliar) dari kekayaan hutan, mangrove, serta gambut.

Di sisi lain, setidaknya terdapat lima sektor penyumbang emisi karbon di Indonesia, yakni kehutanan dan lahan, pertanian, energi dan transportasi, limbah, serta proses industri dan penggunaan produk.

Pemerintah tengah menyiapkan sejumlah kebijakan untuk menanggulangi emisi karbon di berbagai sektor tersebut.

Selama ini, perdagangan karbon telah dilakukan sejumlah negara yakni Uni Eropa, Swiss, Selandia Baru, Kazakhstan, Korea Selatan, Australia, Kanada hingga China dan Meksiko. China sendiri sudah melakukan uji coba perdagangan karbon di tujuh provinsi sejak 2013.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x