Kompas TV regional jawa tengah dan diy

Mengolah Sampah Sambil Menuai Rezeki di Tengah Dengungan Lalat dan Geliat Maggot

Kompas.tv - 4 Mei 2024, 18:45 WIB
mengolah-sampah-sambil-menuai-rezeki-di-tengah-dengungan-lalat-dan-geliat-maggot
Seorang pengelola Rumah maggot Bangunjiwo menunjukkan lalat jenis Black Soldier Fly (BSF) yang merupakan indukan maggot atau larva BSF, Sabtu (4/5/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Edy A. Putra

 

BANTUL, KOMPAS.TV – Dengungan suara lalat yang terbang terdengar samar di antara sejumlah orang yang mengobrol di sekitar Tempat Pengolahan Sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS3R) Petung, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Aroma khas tempat pengolahan sampah memasuki indra penciuman. Masker yang ada seolah tak mampu membendung aroma itu. 

Di dalam ruangan yang terletak beberapa meter dari lokasi pengolahan sampah, puluhan rak berwarna kuning menyala tertata rapi di tengah ruangan. Di dalamnya, ratusan bahkan mungkin ribuan larva atau maggot bergerak-gerak.

Seorang perempuan berkerudung kuning memperhatikan larva-larva itu. Sesekali ia terlihat seperti memindahkan sesuatu di sekitar larva.

Selain ruangan tersebut, di tempat itu ada satu lokasi lain yang berfungsi sebagai tempat pembiakan lalat black soldier fly (BSF). Lokasi itu terdiri dari beberapa kolam tanpa air berukuran masing-masing sekitar 2x150 sentimeter.

Seorang perempuan menunjukkan maggot atau larva lalat Black Soldier Fly yang dibudidayakan di kawasan Tepat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, Recycle (TPS3R) Petung, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (4/5/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Di ujung deretan kolam terdapat semacam jaring penahan panas yang dibentuk seperti kelambu. Di dalamnya terdapat ribuan ekor lalat BSF.

Maggot atau larva dari lalat jenis BSF di tempat itu sengaja dibudidayakan untuk mengolah sampah organik, sekaligus menambah penghasilan warga setempat.

Menurut Koordinator Rumah Maggot Bangunjiwo, Diyah Lesti, pihaknya melatih warga setempat untuk turut membudidayakan maggot.

Mereka hanya membutuhkan modal awal untuk membeli telur lalat seharga Rp3 ribu hingga Rp4 ribu per gram.

Dari satu gram telur maggot, mereka bisa menghasilkan empat kilogram maggot yang harga jualnya di kisaran Rp7 ribu hingga Rp8 ribu per kilogram.

“Ibu-ibu itu sekarang sudah pintar, jadi dia investasi telur maggot itu harga antara Rp3 ribu sampai Rp4 ribu per gram,” ucapnya di sela peresmian fasilitas pengelolaan sampah organik di lokasi itu, Sabtu (4/5/2024).

“Dia bisa panen per gram jadi 4 kilogram, harganya per kilogram Rp8 ribu, jadi dari satu gram mereka bisa panen empat kilo. Jadi Rp32 ribu.”

Para peserta pelatihan budidaya maggot tersebut juga masuk dalam grup Whatsapp. Melalui grup itulah mereka berdiskusi mengenai cara dan tips budidaya.

Diyah yang merupakan praktisi sekaligus peternak maggot menjadi mentor untuk mengajari warga yang berminat membudidayakan.

Diyah mendapat kepercayaan dari Yayasan Benih Baik Indonesia untuk menyalurkan donasi corporate social responsibility (CSR) dari Maybank.

Dari dana donasi itulah kemudian ia membangun infrastruktur dan menyiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk Rumah Maggot Bangujiwo.

Baca Juga: Dinas LHKP Mulai Gunakan Cara Budidaya Maggot Tangani Masalah Sampah Organik

“Kita dipercaya oleh Benih Baik untuk menyalurkan donasi dari Maybank. Kita keseluruhan, infrastruktur dan SDM. Jadi kita melatih ibu-ibu, kader-kader, monggo yang mau belajar akan kita latih, kita ajarin sampai pinter.”

Ide membudidyakan maggot di tempat itu berawal ketika dirinya dikontak oleh pihak yayasan. Saat itu, Diyah teringat bahwa Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan akan ditutup, sehingga dibutuhkan upaya untuk mengurangi sampah organik.

Berawal dari situ, ia pun menerima dan mulai membangun Rumah Maggot Bangunjiwo mulai Oktober 2023.

Seorang warga menunjukkan maggot atau larva lalat Black Soldier Fly, di Dusun Petung, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (4/5/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

“Ini hal bagus kalau misalkan Maybank mau mendonasikan CSR seperti ini di Bantul, intinya kita mau mengurangi sampah. Jadi awalnya memang karena ada donasi, jadi dikelola ke sini.”

“Ini pembangunan sejak Oktober 2023. Kita start jalan program ini Januari-Februari 2024. Jadi kita latih, infrastruktur sudah ada,” tutur Diyah.

Untuk pakan maggot, mereka memanfaatkan sampah organik yang setiap hari terkumpul di TPS3R Bangunjiwo. Dalam sehari, mereka bisa mendapatkan sekitar delapan ember sampah organik untuk pakan.

Pemasaran maggot hasil budidaya di tempat itu, menurut Diyah, tidak sulit. Sebab permintaan maggot dari peternak cukup banyak.

Maggot-maggot itu biasanya digunakan sebagai pakan ternak, seperti burung, ikan hias, ikan lele, dan sejumlah hewan ternak lain.

Pemanenan maggot pun tergantung pada pembudidaya. Mereka bisa memanen saat masih berupa telur atau sudah menjadi larva.

“Rangkaiannya kan kita kalau mau jual maggot itu 15 sampai 18 hari sejak penetasan telur. Kita sudah jual sekilonya antara Rp7ribu sampai Rp8 ribu.”

“Kalau untuk telurnya kita kembangin black soldier itu jadi lalat dulu, itu dia bertelur sampai jadi lalat itu sekitar 40 hari. Dari lima gram saja sudah bisa jadi ribuan lalat BSF,” tambahnya.

Seorang warga Dusun Petug, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, sedang memegang maggot atau larva lalat Black Soldier Fly, di kawasan TPS3R Bangunjiwo, Sabtu (4/5/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

 

Warga setempat yang telah mendapatkan pelatihan pun bisa membudidayakan maggot di rumah masing-masing.

Mereka juga bisa bekerja sama dengan warung makan atau restoran yang menghasilkan sampah organik sebagai pakan.

“Jadi misalnya tetangga punya restoran, mau dia tampung sampahnya, dia punya biopon kemudian bikin sendiri. Jadi sampahnya teratasi dan sekaligus mendapatkan manfaat ekonomi.”

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih yang hadir pada acara peresmian itu mengatakan pihaknya terus melakukan upaya untuk mengelola sampah.

“Upaya ini kan terus kita lakukan ya, untuk mencapai kapasitas pengelolaan yang memadai karena sampah itu trennya turun-naik produksinya, mengiringi kesejahteraan yang naik juga,” ucapnya.

“Maka instalasi ini sangat membantu untuk mencapai kapasitas yang memadai pengelolaan sampah di Bantul.”

Dengan ditutupnya TPST Piyungan, Abdul mengakui ada masa darurat, dan diperlukan percepatan upaya.

Ia membenarkan ada ketidaksempurnaan pengelolaan di masa darurat tersebut. Namun ia optimistis persoalan itu akan selesai pada saatnya nanti.

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih saat memberikan sambutan pada peresmian fasilitas pengelolaan sampah organik di TPS3R Petung, Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul, Yogyakarta, Sabtu (4/5/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

“Mungkin karena kapasitas sampah yang besar tapi TPST kita yang belum jadi sebagian, mungkin sampah kurang terkelola dengan baik, itu minta dimaklumi.”

“Tapi di akhir tahun 2024 ini seluruh TPST yang kita bangun, TPST Modalan, TPST Dingkikan, TPST Bawuran itu selesai, masing-masing kapasitasnya 50 ton,” tambah Abdul.

Selain TPST yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, menurut dia, ada belasan TPST lain yang dibangun oleh pihak pemerintah kelurahan.

“Bangunjiwo juga punya, kapasitasnya 5 ton.”

Sementara, Parja ST selaku Lurah Bangunjiwo, menjelaskan bahwa pembangunan TPS3R ini mengacu pada surat edaran bupati, yang memerintahkan agar masing-masing kelurahan memiliki TPS3R untuk menyelesaikan masalah sampah di daerahnya.

Dalam pembangunannya, TPS3R Bangunjiwo menggunakan tanah kas desa. Parja mengatakan pihaknya telah meminta izin kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk pemanfaatan tanah kas desa tersebut.

“Kita menggunakan tanah kas desa, izin ke Pak Gubernur untuk pengelolaan TPS3R di Dusun Petung ini.”

Dana pembangunan TPS3R tersebut, kata Parja, awalnya menggunakan dana desa, kemudian mendapat tambahan anggaran dari dana keistimewaan (danais).

Seorang petugas di tempat pengolahan sampah, reduce, reuse, dan recycle (TPS3R) Petung, Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, menunjukkan cara mengolah sampah, Sabtu (4/5/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

“Kemudian dana keistimewaan, karena Bangunjiwo ini termasuk desa mandiri budaya, jadi satu tahun mendapatkan fasilitas dana istimewa sebesar Rp1 miliar selama tiga tahun, mulai 2021 sampai 2024 ini.”

“Ini habisnya sudah sekitar Rp2 miliar untuk membangun di sini. Jadi tujuan utamanya kita ingin menyelesaikan sampah yang ada di Bangunjiwo,” tambahnya.

Menurut Parja, saat ini jumlah penduduk di Kelurahan Bangunjiwo mencapai sekitar 30 ribu jiwa yang terdiri dari sekitar 10 ribu kepala keluarga (KK). Sampah yang dihasilkan oleh warga rata-rata mencapai 4 ton per hari.

Dengan adanya TPS3R tersebut, kata Parja, pihaknya baru bisa mengelola separuh dari produksi sampah yang ada.

“Kita sekarang baru bisa menyelesaikan separuhnya karena terbatasnya alat dan sebagian pelanggan masih ke swasta, tapi saya yakin nanti pasti bakal berpindah ke sini karena swasta itu Piyungan sudah tutup.”

“Prosesnya memilah sampah kemudian yang organik dihancurkan dijadikan pupuk, kemudian yang sampah residu itu kita bakar di incinerator,” tambahnya.

Baca Juga: Urai Sampah Organik Dengan Budidaya Maggot

Parja mengatakan pihaknya masih membutuhkan sekitar dua alat lagi untuk dapat mengelola seluruh sampah yang dihasilkan warganya. Sebab alat yang dimiliki saat ini, kapasitasnya sekitar 1,5 ton per hari.

Seorang perempuan turut menanam pohon dalam rangkaian acara peresmian fasilitas pengelolaan sampah organik di TPS3R Petung, Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, Sabtu (4/5/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

“Yang kerja di sini (TPS3R) ada 12 orang, ditambah dengan yang budidaya maggot, jadi nanti sampah yang bekas makanan dari restoran, rumah makan itu nanti kita untuk pakan maggot, kebetulan dari Maybank kerja sama dengan Yayasan Benih Baik itu memberikan CSR-nya untuk kita, yaitu sarana untuk maggot ini.”

Nantinya, lanjut Parja, TPS3R ini akan dijadikan integrated farming, termasuk memadukan dengan peternakan kambing, dan bakal dikelola oleh badan usaha milik desa (bumdes).

“Iya, nanti (maggot-nya) juga dikelola sama bumdes. Maggot itu dampak ekonominya ke warga di sini dibudidayakan, kemudian dimanfaatkan oleh warga untuk pakan ternak, seperti ayam, mentok, lele.”


 



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x