Kompas TV regional jawa tengah dan diy

Mengolah Sampah Sambil Menuai Rezeki di Tengah Dengungan Lalat dan Geliat Maggot

Kompas.tv - 4 Mei 2024, 18:45 WIB
mengolah-sampah-sambil-menuai-rezeki-di-tengah-dengungan-lalat-dan-geliat-maggot
Seorang pengelola Rumah maggot Bangunjiwo menunjukkan lalat jenis Black Soldier Fly (BSF) yang merupakan indukan maggot atau larva BSF, Sabtu (4/5/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Edy A. Putra

“Kalau untuk telurnya kita kembangin black soldier itu jadi lalat dulu, itu dia bertelur sampai jadi lalat itu sekitar 40 hari. Dari lima gram saja sudah bisa jadi ribuan lalat BSF,” tambahnya.

Seorang warga Dusun Petug, Kelurahan Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, sedang memegang maggot atau larva lalat Black Soldier Fly, di kawasan TPS3R Bangunjiwo, Sabtu (4/5/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

 

Warga setempat yang telah mendapatkan pelatihan pun bisa membudidayakan maggot di rumah masing-masing.

Mereka juga bisa bekerja sama dengan warung makan atau restoran yang menghasilkan sampah organik sebagai pakan.

“Jadi misalnya tetangga punya restoran, mau dia tampung sampahnya, dia punya biopon kemudian bikin sendiri. Jadi sampahnya teratasi dan sekaligus mendapatkan manfaat ekonomi.”

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih yang hadir pada acara peresmian itu mengatakan pihaknya terus melakukan upaya untuk mengelola sampah.

“Upaya ini kan terus kita lakukan ya, untuk mencapai kapasitas pengelolaan yang memadai karena sampah itu trennya turun-naik produksinya, mengiringi kesejahteraan yang naik juga,” ucapnya.

“Maka instalasi ini sangat membantu untuk mencapai kapasitas yang memadai pengelolaan sampah di Bantul.”

Dengan ditutupnya TPST Piyungan, Abdul mengakui ada masa darurat, dan diperlukan percepatan upaya.

Ia membenarkan ada ketidaksempurnaan pengelolaan di masa darurat tersebut. Namun ia optimistis persoalan itu akan selesai pada saatnya nanti.

Bupati Bantul Abdul Halim Muslih saat memberikan sambutan pada peresmian fasilitas pengelolaan sampah organik di TPS3R Petung, Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Bantul, Yogyakarta, Sabtu (4/5/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

“Mungkin karena kapasitas sampah yang besar tapi TPST kita yang belum jadi sebagian, mungkin sampah kurang terkelola dengan baik, itu minta dimaklumi.”

“Tapi di akhir tahun 2024 ini seluruh TPST yang kita bangun, TPST Modalan, TPST Dingkikan, TPST Bawuran itu selesai, masing-masing kapasitasnya 50 ton,” tambah Abdul.

Selain TPST yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul, menurut dia, ada belasan TPST lain yang dibangun oleh pihak pemerintah kelurahan.

“Bangunjiwo juga punya, kapasitasnya 5 ton.”

Sementara, Parja ST selaku Lurah Bangunjiwo, menjelaskan bahwa pembangunan TPS3R ini mengacu pada surat edaran bupati, yang memerintahkan agar masing-masing kelurahan memiliki TPS3R untuk menyelesaikan masalah sampah di daerahnya.

Dalam pembangunannya, TPS3R Bangunjiwo menggunakan tanah kas desa. Parja mengatakan pihaknya telah meminta izin kepada Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk pemanfaatan tanah kas desa tersebut.

“Kita menggunakan tanah kas desa, izin ke Pak Gubernur untuk pengelolaan TPS3R di Dusun Petung ini.”

Dana pembangunan TPS3R tersebut, kata Parja, awalnya menggunakan dana desa, kemudian mendapat tambahan anggaran dari dana keistimewaan (danais).

Seorang petugas di tempat pengolahan sampah, reduce, reuse, dan recycle (TPS3R) Petung, Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, menunjukkan cara mengolah sampah, Sabtu (4/5/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

“Kemudian dana keistimewaan, karena Bangunjiwo ini termasuk desa mandiri budaya, jadi satu tahun mendapatkan fasilitas dana istimewa sebesar Rp1 miliar selama tiga tahun, mulai 2021 sampai 2024 ini.”

“Ini habisnya sudah sekitar Rp2 miliar untuk membangun di sini. Jadi tujuan utamanya kita ingin menyelesaikan sampah yang ada di Bangunjiwo,” tambahnya.

Menurut Parja, saat ini jumlah penduduk di Kelurahan Bangunjiwo mencapai sekitar 30 ribu jiwa yang terdiri dari sekitar 10 ribu kepala keluarga (KK). Sampah yang dihasilkan oleh warga rata-rata mencapai 4 ton per hari.

Dengan adanya TPS3R tersebut, kata Parja, pihaknya baru bisa mengelola separuh dari produksi sampah yang ada.

“Kita sekarang baru bisa menyelesaikan separuhnya karena terbatasnya alat dan sebagian pelanggan masih ke swasta, tapi saya yakin nanti pasti bakal berpindah ke sini karena swasta itu Piyungan sudah tutup.”

“Prosesnya memilah sampah kemudian yang organik dihancurkan dijadikan pupuk, kemudian yang sampah residu itu kita bakar di incinerator,” tambahnya.

Baca Juga: Urai Sampah Organik Dengan Budidaya Maggot

Parja mengatakan pihaknya masih membutuhkan sekitar dua alat lagi untuk dapat mengelola seluruh sampah yang dihasilkan warganya. Sebab alat yang dimiliki saat ini, kapasitasnya sekitar 1,5 ton per hari.

Seorang perempuan turut menanam pohon dalam rangkaian acara peresmian fasilitas pengelolaan sampah organik di TPS3R Petung, Bangunjiwo, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Yogyakarta, Sabtu (4/5/2024). (Sumber: Kompas.TV/Kurniawan Eka Mulyana)

“Yang kerja di sini (TPS3R) ada 12 orang, ditambah dengan yang budidaya maggot, jadi nanti sampah yang bekas makanan dari restoran, rumah makan itu nanti kita untuk pakan maggot, kebetulan dari Maybank kerja sama dengan Yayasan Benih Baik itu memberikan CSR-nya untuk kita, yaitu sarana untuk maggot ini.”

Nantinya, lanjut Parja, TPS3R ini akan dijadikan integrated farming, termasuk memadukan dengan peternakan kambing, dan bakal dikelola oleh badan usaha milik desa (bumdes).

“Iya, nanti (maggot-nya) juga dikelola sama bumdes. Maggot itu dampak ekonominya ke warga di sini dibudidayakan, kemudian dimanfaatkan oleh warga untuk pakan ternak, seperti ayam, mentok, lele.”


 



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x