Kompas TV regional sosial

Mengayak Abu hingga Bersihkan Dewa Bumi Tuan Rumah Kelenteng Fuk Ling Miau Yogyakarta

Kompas.tv - 29 Januari 2022, 06:15 WIB
mengayak-abu-hingga-bersihkan-dewa-bumi-tuan-rumah-kelenteng-fuk-ling-miau-yogyakarta
Belly Angling Contessa (kiri) putri Ketua Kelenteng Fuk Ling Miau dan Retno Dewayani, ketua salah satu komunitas, sedang membersihkan meja tempat pedupaan, Jumat (28/1/2022). (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Edy A. Putra

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV – Aroma dupa tercium samar di dalam area Kelenteng Fuk Ling Miau di kawasan Gondomanan, Kota Yogyakarta, siang itu, Jumat (28/1/2022).

Nuansa merah berpadu emas khas Tiongkok sangat kental terasa di dalam kelenteng. Patung-patung Dewa yang sudah dibersihkan berjejer di atas meja.

Puluhan lilin merah bermacam ukuran juga terlihat di dalam bangunan yang terlihat cukup tua itu, menemani batang-batang dupa yang sebagian masih menyala dan mengepulkan asap putih tipis.

Sekelompok pria terlihat duduk di lantai halaman dalam kelenteng. Di hadapan mereka terdapat patung, guci, dan barang-barang lainnya.

Beberapa peralatan pembersih teronggok tidak jauh dari tempat mereka duduk, mulai dari kain lap hingga cairan pembersih logam.

Jemari mereka lincah mengusap barang-barang yang ada di genggaman tangan kiri mereka. Kain lap yang berada dalam genggaman mereka itu bergerak statis membersihkan barang-barang itu.

Di sudut lain kelenteng juga terlihat beberapa wanita. Mereka pun melakukan hal yang tidak jauh berbeda, membersihkan barang-barang yang ada di dalam kelenteng.

Meski ada beberapa kelompok orang yang beraktivitas, suasana di situ cukup hening, hanya sesekali terdengar suara orang bercakap pelan.

Seorang remaja pria berseragam pramuka tampak serius membersihkan tempat pedupaan kecil berbahan logam. Sementara seorang pria berkaus merah di sampingnya terlihat selesai membersihkan satu patung.

Seorang remaja berseragam pramuka sedang membersihkan semacam guci di Kelenteng Fuk Ling Miau, Gondomanan, Yogyakarta, Jumat (28/1/2022). (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Pria berkaus merah itu berdiri, kemudian melangkah menuju pedupaan berbentuk semacam pot berbahan logam, dengan ornamen berbentuk naga di kanan dan kirinya.

“Ini abunya mau diayak dulu,” ucapnya sambil mengangkat pot berukuran cukup besar itu dari tempatnya di depan pintu masuk kelenteng.

Dia meletakkan pot berisi abu sisa pembakaran dupa tersebut di lantai, kemudian kembali pergi dan kembali membawa saringan beserta semacam sekop berukuran kecil.

Perlahan dia memindahkan abu dari pot tersebut ke dalam saringan kemudian mengayaknya, dibantu oleh Belly Angling Contessa, putri dari Ketua Kelenteng, Angling Wijaya.

“Diayak supaya abunya tidak keras. Jadi, kalau memasukkan dupa lebih gampang,” lanjut pria berkaus merah tersebut.

Abu sisa pembakaran hio atau dupa juga disaring menjelang perayaan Imlek agar tidak keras dan mudah saat digunakan untuk menancapkan hio. (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Wujud Toleransi dan Keberagaman

Kegiatan membersihkan setiap sudut kelenteng, barang-barang, termasuk memandikan patung Dewa dan Dewi merupakan kegiatan rutin menjelang perayaan Imlek.

Menyambut Imlek tahun ini, pembersihan kelenteng dilakukan mulai Kamis (27/1/2022), sehingga pada Jumat (28/1/2022), sejumlah patung Dewa telah selesai dimandikan.

Kegiatan bersih-bersih itu bukan hanya dilakukan oleh pengurus dan jemaat Kelenteng Fuk Ling Miau saja, tetapi juga dibantu oleh sejumlah komunitas.

“Jadi ini komunitas yang ikut banyak sekali. Ada Galang Remaja Ladies, Prajna Srikandi, ASYB (Alumni SMA Yogyakarta Bersatu), Banser, Indonesia Satu Voice, dll,” kata Ketua Komunitas Galang Kemajuan Ladies, Retno Dewayani, saat ditemui di lokasi.

Perempuan yang juga merupakan Ketua Komunitas Prajna Srikandi itu menyebut kegiatan ini merupakan bentuk atau wujud dari toleransi antaragama di Yogyakarta.

“Kita dari berbagai latar belakang dan agama. Ada yang muslim, Hindu, Buddha, Katolik, Protestan, jadi lintasagama,” dia menegaskan.

“Kami sebetulnya komunitas tari yang anggotanya ibu-ibu, tapi turut membantu membersihkan kelenteng di sini juga,” tambahnya.

Keterlibatan sejumlah komunitas dalam kegiatan membersihkan kelenteng menjelang perayaan Imlek, menurutnya sudah berlangsung sejak beberapa tahun.

Tapi, kegiatan ini ditiadakan pada tahun 2021 lalu karena masih dalam suasana pandemi.

“Sebenarnya kegiatan ini sudah sering kita lakukan, tapi tahun 2021 kemarin nggak ada karena masih dalam suasana pandemi.”

Meski tahun ini pandemi belum juga usai, namun kegiatan membersihkan kelenteng menjelang perayaan Imlek kembali dilaksanakan.

Tapi, ada sedikit perbedaan antara sebelum pandemi dan di masa pandemi, yakni adanya pembatasan jumlah pengunjung.

“Kalau kegiatannya sebelum dan saat pandemi nggak jauh berbeda. Cuma mungkin orangnya saja yang dibatasi.”

“Jadi dibagi. Biasanya kan banyak. Kegiatan bersih-bersihnya sebetulnya dari kemarin, ini hari kedua. Karena kemarin dibatasi, dilanjutkan hari ini,” tuturnya.

Selain membersihkan kelenteng dan patung Dewa, komunitas yang terlibat biasanya turut hadir saat malam perayaan Imlek.

Sejumlah patung Dewa yang sudah dibersihkan berjejer di depan tulisan tentang jumlah maksimal pengunjung di Kelenteng Fuk Ling Miau. (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Di sana ada sejumlah kegiatan, termasuk pertunjukan kesenian barongsai.

Penjelasan Retno tersebut dibenarkan oleh Belly Angling Contessa, putri dari Ketua Kelenteng Fuk Ling Miau, Angling Wijaya.

Dalam kegiatan bersih-bersih kelenteng menjelang Imlek, terutama memandikan patung Dewa, biasanya dilakukan bersama sejumlah paguyuban atau komunitas.

“Kita bersama paguyuban-paguyuban yang ada di Jogja ini, seperti Gerakan Sosial Mulia Abadi (Gesoma), Alumni SMA Yogyakarta Bersatu (ASYB), GK Ladies (Galang Kemajuan), dan komunitas lintasiman.”

“Kita bersatu membersihkan seluruh area kelenteng sebelum Imlek, jadi kita guyub, Bhineka Tunggal Ika,” tutur Cik Belly, sapaan akrabnya.

Saat ini pengurus kelenteng masih membatasi jumlah orang yang akan beribadah. Meski demikian, antusias umat untuk turut serta dalam peringatan Imlek, termasuk pembersihan kelenteng cukup besar.

“Sebelum pandemi tidak ada batasan. Jadi pandemi ini kita batasi sampai 50 persen. Antusiasme tetap, bahkan kalau kegiatan bersih-bersih begini antusias dari anggota itu menggebu.”

“Karena kita kan di sini beragam agama, nggak cuma dari Konghucu. Jadi saling guyub,” tuturnya.

Dilansir laman resmi Cagar Budaya Kemdikbud, kelenteng yang juga merupakan Vihara Buddha Prabha ini didirikan tahun 1846 oleh masyarakat Tionghoa di Yogyakarta.

Semula kelenteng ini bernama Hok Tik Bio. Berdasarkan papan nama dan elemen-elemen patung yang terdapat pada bangunan, kelenteng Gondomanan mempunyai dua fungsi sebagai Kelenteng Konghucu dan Vihara Buddha.

Dewa Bumi Tuan Rumah Kelenteng Fuk Ling Miau

Sejumlah patung bermacam ukuran dari berbagai jenis bahan terlihat berkilau diterpa sinar matahari siang yang menerobos area kelenteng.

Sebagian besar patung itu sudah dibersihkan dan dimandikan dengan air rendaman bunga mawar.

Dari semua patung yang ada, patung Dewa Kongco Hok Tek atau Kongco Hok Tek Ceng Sin atau juga dikenal sebagai Dewa Bumi, dan patung Dewi Kwan Im, merupakan patung istimewa di kelenteng itu.

“Di sini dewanya ada Dewi Kwan Im sama tuan rumahnya Dewa Kongco Hok Tek atau Dewa Bumi,” kata Cik Belly.

Di kelenteng berusia ratusan tahun itu, Dewa Kongco Hok Tek dan Dewi Kwan Im mendapatkan tempat istimewa.

Dewa Bumi diyakini merupakan Dewa yang melindungi seluruh permukaan bumi, sementara Dewi Kwan Im merupakan Dewi yang welas asih atau menebarkan cinta kasih.

“Jadi yang satu melindungi, yang satunya memberikan welas asih,” tuturnya.

Sejumlah lilin berjejer di dekat altar pemujaan di Kelenteng Fuk Ling Miau, Gondomanan, Yogyakarta. (Sumber: Kompas TV/Kurniawan Eka Mulyana)

Patung-patung para Dewa dan Dewi itu dibersihkan dan dimandikan menggunakan air bunga mawar dan cendana.

Selain agar menjadi lebih bersih dan tidak berdebu menjelang Imlek, memandikan serta membersihkan patung itu mengandung filosofi untuk membersihkan diri.

“Filosofinya kita memandikan itu sebagai wujud membersihkan diri. Habis itu yang dibersihkan altarnya Dewa,” kata Cik Belly.

Selanjutnya, selain membersihkan patung Dewa serta bagian ruangannya, pengurus kelenteng juga menghias kelenteng dengan banyak pernak-pernik, mulai dari bagian depan sampai di belakang.

Lilin yang ada di sini pun beragam, mulai dari ukuran kecil hingga yang terbesar berukuran sekitar lima hingga enam meter.

Lilin-lilin itu merupakan pesanan dari jemaat kelenteng, dan nantinya akan dinyalakan pada malam Imlek, sesuai dengan nama yang tertera pada lilin.

“Lilin ini ada namanya, mereka pesan mau yang berapa tingginya. Nanti sesuai namanya kita nyalakan lilinnya.”

Pada perayaan Imlek kali ini, kata Cik Belly, para jemaat akan berdoa supaya bencana cepat berlalu, memohon keselamatan, kesehatan, panjang usia, dan rezeki.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x