Kompas TV regional agama

Apakah Azan Harus Bersuara Lantang? Begini Penjelasannya

Kompas.tv - 15 Oktober 2021, 14:37 WIB
apakah-azan-harus-bersuara-lantang-begini-penjelasannya
Tangkapan layar video saat Ustaz Alhafiz Kurniawan dalam sebuah pengajian. Ia juga menyoroti soal suara azan yang keras usai pemublikasian hasil liputan AFP terkait azan di Jakarta. (Sumber: Youtube NU Online)
Penulis : Dedik Priyanto | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Azan dan pelantang masjid kembali diperbincangkan usai kantor berita asing Agence France-Presse (AFP) mempublikasikan hasil liputan terkait seruan beribadah di Jakarta yang dinilai terlalu keras.

Hal itu membuat sebagian orang termasuk muslim merasa terganggu. Padahal, azan dan masjid adalah dua entitas yang begitu dihormati di negeri berpenduduk muslim terbesar di dunia ini.

Ustaz Alhafiz Kurniawan dari Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (LBM PBNU) pun memberikan pandangannya untuk menjawab pertanyaan apakah azan memang harus dilantangkan?

“Azan harus keras dengan maksud awal adalah untuk memberitahukan kedatangan waktu salat. Tetapi, tentu volumenya mesti diatur agar proporsional,” jawab Alhafiz lewat pesan daring kepada KOMPAS TV, Jumat (15/10/21).

Ustaz pengasuh Majelis Taklim Tafsir Jalalayn di Masjid Pondok Pinang, Jakarta Selatan, itu juga menjelaskan bahwa suara azan itu tidak harus keras hingga menimbulkan kebisingan atau bahkan polusi suara.

“Ya perlu diatur (suara azan itu-red), bukan asal keras saja,” tambahnya.

Sebelumnya Alhafiz pernah menulis tentang hukum menganggu orang lain dengan pengeras suara masjid (polusi suara) yang diterbitkan situs resmi Nahdlatul Ulama, NU Online tertanggal 5 November 2018.

Baca Juga: Azan Disorot Media Asing, Muhammadiyah: Kalau Dikumandangkan Sempurna, Insya Allah Tidak Ganggu

"Tadarus atau pemutaran kaset pengajian dengan pengeras suara masjid atau musala untuk sejumlah keperluan tersebut boleh saja. Tetapi pemutaran kaset itu atau tadarus Al-Quran dengan durasi panjang misalnya lebih dari satu jam juga tidak baik karena dapat mengganggu orang yang memerlukan kondisi tenang,” kata Alhafiz.

Lebih lanjut, pria yang juga dosen mata kuliah Agama Islam di Universitas Indonesia (UI), Depok itu menjelaskan, pemutaran kaset terlalu lama hanya membuat bising atau polusi suara hingga menggangu aktivitas sebagian masyarakat.

“Kebisingan atau polusi suara ini yang dilarang dalam agama. Jangankan pakai pengeras suara. Tadarus tanpa pengeras suara lalu mengacaukan konsenstrasi orang sembahyang jelas dilarang agama,” tambahnya.

Ia pun mengutip keterangan dari Sayyid Abdurrahman Ba’alawi dalam kitab Bughoyatul Mustarsyidin terkait larangan bersuara lantang di dalam masjid meskipun untuk beribadah seperti membaca Alquran atau sejenisnya, yang berpotensi mengganggu orang lain.

“Pandangan Sayyid Abdurrahman Ba’alawi ini bukan tanpa dasar. Sebuah riwayat menceritakan bagaimana Rasulullah yang sedang beritikaf menegur orang yang membaca Al-Quran dengan suara lantang sehingga ibadah itikafnya terganggu,” tambahnya.

Baca Juga: Azan Disorot Media Asing, Begini Aturan Lengkap Penggunaan Suara Masjid dari Kemenag

Alhafiz juga menyarankan agar para pengurus masjid perlu mempertimbangkan kondisi sebagian masyarakat yang sedang sakit, yang perlu beristirahat, yang berusia lanjut yang membutuhkan ketenangan, pelajar yang membutuhkan konsentrasi untuk belajar, atau pekerja yang memerlukan suasana kondusif tanpa polusi suara.

“Tentu saja ini tidak hanya berlaku untuk pengeras suara masjid, tetapi juga anggota masyarakat, instansi negara maupun swasta yang ingin menggunakan pengeras untuk pelbagai kepentingan. Pada prinsipnya, boleh saja asal tidak mengganggu orang lain,” tutupnya.

Dalam liputan AFP tentang azan dan kebisingan  itu disebutkan, seorang muslimah bernama Rina berusia 31 tahun—nama, tempat tinggal dirahasiakan AFP—disebut mengidap anxiety disorder (kecemasan) karena suara azan yang kerap berkumandang di masjid dekat rumahnya.

Rina hanyalah gunung es dari banyak orang yang mengalami hal serupa, tapi mereka tidak berani sekadar mengeluh ke pengurus masjid.

Laporan itu juga menyebut kejadian yang dialami Meiliana di Tanjung Balai yang memberi semacam ketakutan bagi orang untuk tidak melaporkan ketidaknyamanan mereka, termasuk ketika mengeluh di media sosial.

Kebanyakan keluhan di medsos terkait azan juga kebanyakan juga anonim, tidak berani menampilkan identitas pribadi karena takut.

Liputan itu juga menjelaskan tentang bagaimana Indonesia, yang berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia, memang negara yang bagus soal toleransi agama. Tapi untuk urusan pelantang suara masjid yang begitu mereka hormati, justru menimbulkan ketidaknyamanan.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x