Kompas TV regional budaya

Jangan Sembarang Mengenakan Batik, Ini 6 Motif Larangan Keraton Yogyakarta

Kompas.tv - 4 Oktober 2021, 22:25 WIB
jangan-sembarang-mengenakan-batik-ini-6-motif-larangan-keraton-yogyakarta
Batik motif huk. (Sumber: kratonjogja.id)

Baca Juga: Ini Titah Raja Keraton Yogyakarta ke Warga Pakem

Sementara, versi lain menyebut bahwa motif parang diciptakan oleh Panembahan Senapati saat mengamati gerak ombak Laut Selatan yang menerpa karang di tepi pantai.

Parang Rusak Barong dengan ukuran lebih dari 10 cm hanya boleh dikenakan oleh raja dan putra mahkota.

Parang Barong ukuran 10 – 12 cm dipakai oleh putra mahkota, permaisuri, Kanjeng Panembahan dan istri utamanya, Kajeng Gusti Pangeran Adipati dan istri utamanya, putra sulung sultan dan istri utamanya, putra-putri sultan dari permaisuri, dan patih.

Parang Gendreh ukuran 8 cm dipakai oleh istri sultan (ampeyan dalem), istri putra mahkota, putra-putri dari putra mahkota, Pangeran Sentana, para pangeran dan istri utamanya.

Parang Klithik ukuran 4 cm ke bawah dipakai oleh putra ampeyan Dalem, dan garwa ampeyan (selir putra mahkota), cucu, cicit/buyut, canggah, dan wareng.

4. Motif Semen

Motif batik lain yang termasuk larangan adalah semen. Semen mempunyai konotasi “semi” atau “tumbuh”.

Pada motif semen terdapat beberapa gambar, yakni gunung atau meru, garuda, sayap, candi, dan naga. Motif ini bermakna kesuburan, kemakmuran, dan alam semesta.

Dalam Pranatan Dalem, diatur tentang tata cara pemakaian batik motif semen, yakni sebagai berikut:

Kampuh motif Semen Gedhe Sawat Gurdha dipakai untuk cucu sultan, istri para pangeran, penghulu, Wedana Ageng Prajurit, Bupati Nayaka Lebet, Bupati Nayaka Njawi, Bupati Patih Kadipaten, Bupati Polisi, Pengulu Landraad, Wedana Keparak Para Gusti ( Nyai Riya), Bupati Anom, serta Riya Bupati Anom.

Kampuh Semen Gedhe Sawat Lar dipakai untuk buyut dan canggah sultan.

Sementara, motif semen tanpa lukisan meru, garuda (sawat), dan sayap (lar), boleh dipakai oleh siapa saja.

5. Motif Cemukiran

Motif cemukiran hanya boleh dikenakan oleh raja dan putera mahkota. Motif ini bergambar lidah api atau sinar.

Api adalah unsur kehidupan yang melambangkan keberanian, kesaktian, dan ambisi. Dalam konsep Jawa, api maupun sinar diibaratkan sebagai mawateja atau bersinar seperti wahyu, yaitu salah satu kriteria yang harus dimiliki seorang raja.

6. Motif Udan Liris

Motif udan liris boleh dikenakan oleh oleh putra dari garwa ampeyan, wayah, buyut, canggah, Pangeran Sentana dan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom.

Motif ini diartikan sebagai hujan gerimis pembawa kesuburan bagi tumbuhan dan ternak.

Dalam motif ini terdapat bermacam gambar berbentuk garis-garis sejajar. Terdiri dari motif lidah api, setengah kawung, banji sawut, mlinjon, tritis, ada-ada, dan untu walang.

Motif ini bermakna sebagai pengharapan agar pemakainya selamat sejahtera, tabah, dan berprakarsa dalam menunaikan kewajiban demi kepentingan nusa dan bangsa.

“Aturan-aturan penggunaan batik larangan ini masih berlaku hingga sekarang, namun hanya diterapkan secara terbatas di lingkungan Keraton Yogyakarta, tidak untuk masyarakat umum di luar keraton.”

 




Sumber : kratonjogja.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x