Kompas TV regional budaya

Mencari Perupa di Luar Peta, Menikmati Atmosfer Gorontalo di Yogyakarta

Kompas.tv - 30 Juni 2021, 20:00 WIB
mencari-perupa-di-luar-peta-menikmati-atmosfer-gorontalo-di-yogyakarta
Para perupa Gorontalo yang tergabung dalam komunitas Tupalo memamerkan karyanya di RuangDalam Art House Yogyakarta (Sumber: Switzy Sabandar/KOMPAS.TV)
Penulis : Switzy Sabandar | Editor : Fadhilah

Ada pula karya perupa asal Bali yang juga tinggal di Gorontalo, Komang Wastra. Judulnya, Spirit Dayango. Lukisan ini menggambarkan tradisi dayango.

Dayango adalah salah satu ritual memanggil roh-roh arwah untuk dijadikan mediator untuk menyembuhkan orang sakit, yang penyembuhannya dilakukan dengan gerakan-gerakan dan teriakan.

Dayango merupakan ritual adat asli yang sampai sekarang belum hilang dandilakukan oleh suku Gorontalo.

Setidaknya ada 17 perupa Gorontalo yang memamerkan karyanya di RuangDalam Art House pada 21 sampai 30 Juni 2021.

Mereka yakni, Akbar Abdullah, Arnold Ahmad, Halid Mustapa, Iwan Yusuf, Jaki Sore, Jamal MA, Jemmy Malewa, Komang Wastra,Mohammad Rivai Katili, Pipin Idris, Riden Baruadi, Rio Kony, Rizal Misilu, Shandi Igirisa, Suleman Dangkua, Syam Terrajana, dan Yayat Gokilz Karikatur. Mereka tergabung dalam komunitas perupa Tupalo di Gorontalo yang sudah terbentuk sejak 2013.

Pameran tandang seni perupa Gorontalo ke Yogyakarta ini menjadi pilot project program Luar Peta yang diinisiasi RuangDalam Art House. Wolo Utiye dipilih menjadi tema besar pameran tandang ini. 

Wolo Utiye adalah bahasa Gorontalo yang berarti apa itu. Diksi itu dipilih karena begitu dekat dengan hidup orang Gorontalo.

“Wolo Utiye" terlontar dengan nada setengah berteriak dari dalam rumah. Orang bertanya kepada pedagang ikan keliling yang meniup bambuwa. Pertanyaan itu akan dijawab dengan cekatan oleh pedagang ikan dengan ciri khas mereka masing-masing. 

Baca Juga: Lemak Jenuh Jadi Cara Pelukis Gusmen Heriadi Berbagi di Yogyakarta

"Dalam pameran seni rupa ini, wolo utiye bisa dikaitkan dengan apa itu (karya-karya) yang kami bawa dari Gorontalo," kata Awaluddin Ahmad, aktivis kebudayaan Gorontalo dan salah satu motor penggerak komunitas Tupalo.

Direktur RuangDalam Art House, Titik Suprihatin mengatakan program Luar Peta sengaja digagas untuk mengakomodasi komunitas dan kelompok seni rupa yang punya geliat dan gerakan di luar kota-kota yang lazim dikenal sebagai peta seni rupa nasional, seperti Yogyakarta, Bandung, dan Bali.

“Kami memilih Komunitas Tupalo untuk program perdana ini, karena sejauh ini punya geliat  bagus dengan menghelat berbagai kegiatan seni rupa dan budaya di kampung halamannya, kegiatan mereka tidak hanya melibatkan seniman, tapi juga membuat masyarakat luas dan elemen lain di luar seni rupa ikut berpartisipasi,” ujarnya.

Semula pameran dalam program Luar Peta akan digelar pada 2020 lalu, namun tertunda karena pandemi. Selanjutnya RuangDalam Art House akan “berburu” komunitas rupa yang akan ditawarkan program Luar Peta. 

Putu Sutawijaya, seniman dan pemilik Sangkring Art Space Yogyakarta, dalam pembukaan pameran menilai semangat teman-teman dari sudut pulau Sulawesi ini patut diapresiasi. 

Baca Juga: Undangan untuk Perupa Seni Kriya Berkarya di Tengah Pandemi, Cek Caranya

"Saya berterima kasih kepada RuangDalam Art House, yang telah membawa ke Yogyakarta, mendekatkan kepada kantong-kantong kebudayaan. Harus membangun jaringan, punya partner di luar Gorontalo kalau ingin melakukan sesuatu. Saya ingin sekali memberikan kesempatan (Tupalo) ke Sangkring. Ini salah satu cara biar teman-teman bisa konsisten. Saya tunggu proposal di Sangkring,” ucapnya.

Menurut Putu Sutawijaya, seni rupa sangat diskriminatif sebab dalam konstelasi seni rupa selalu bicara antara Jawa dan Bali. Melalui pameran di RuangDalam Art House, perupa Gorontalo bisa menunjukkan dirinya dam dengan proses ini orang bisa mengenal potensi seni rupa di luar Jawa dan Bali.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x