Kompas TV regional hukum

Fakta-fakta yang Terkuak di Persidangan Kasus Suap Mantan Bupati Muara Enim

Kompas.tv - 18 Juni 2021, 14:41 WIB
fakta-fakta-yang-terkuak-di-persidangan-kasus-suap-mantan-bupati-muara-enim
Sidang mantan Bupati Muara Enim Muzakir Sai Sohar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang, Kamis (17/6/2021). Muzakir divonis delapan tahun penjara dan harus mengganti uang sekitar Rp 2,3 miliar karena bermain lahan pengganti dengan direksi PT Perkebunan Mitra Ogan. (Sumber: Kompas.id)
Penulis : Fransisca Natalia | Editor : Iman Firdaus

PALEMBANG, KOMPAS.TV – Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Palembang, Bongbongan Silaban,  memvonis bekas Bupati Muara Enim Muzakir Sae Sohar,  delapan tahun penjara dan denda Rp 350 juta subsider enam bulan penjara, Kamis (17/6/2021). Ia terbukti menerima suap dalam kasus pengubahan status kawasan hutan seluas 4.335 hektar.

Putusan itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni hukuman penjara selama 10 tahun dengan uang pengganti  400.000 dolar AS.

Sebagai Bupati Muara Enim yang menjabat selama dua periode (2009-2018),  Muzakir dinilai tidak mendukung program pemerintah untuk memberantas korupsi.

Melansir dari Kompas.id, saat dipersidangan, menurut Bongbongan, terdakwa tidak berterus terang atau berbelit-belit dalam memberikan keterangan.

Awal mula

Adapun pemberian suap tersebut dilakukan secara bertahap pada periode Februari-Juni 2014. Suap ini dilakukan untuk memuluskan proses pengadaan lahan pengganti kawasan hutan seluas 4.332 hektar di Kecamatan Gelumbang, Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.

Pada saat itu, Muzakir dan Bekas Direktur Utama PT Perkebunan Mitra Ogan Anjapri,  melakukan upaya untuk memuluskan pengadaan lahan pengganti dengan menunjuk konsultan Abunawar Basyeban.

Dalam pengurusan dokumen itu, Anjapri memberi uang sekitar Rp 5,8 miliar kepada Abunawar Basyeban untuk mengurus kontrak dengan rincian Rp 4,6 miliar untuk membeli uang 400.000 dollar AS guna diberikan kepada Muzakir, Rp 998 juta untuk operasional perusahaan, dan sisanya untuk Basyeban sebagai uang jasa.

Namun, proses pengalihan status lahan ini dinilai bermasalah dan menyalahi prosedur karena dilakukan dengan skema penunjukan. Padahal, untuk nilai kontrak di atas Rp 500 juta hingga Rp 50 miliar harus berdasarkan tender.

Dalam fakta persidangan disebutkan pula bahwa penyuapan kepada Muzakir dilakukan dalam empat kali tahapan. Setiap pertemuan diserahkan masing-masing 100.000 dollar AS. Penyerahan dilakukan di rumah dinas bupati, Hotel Sultan Jakarta, Hotel Swarna Dwipa Palembang, dan di rumah keluarga Muzakir.

Baca Juga: Mantan Bupati Muara Enim Divonis 8 Tahun Penjara terkait Kasus Suap PT Perkebunan Mitra Ogan

Namun, hakim menilai, Muzakir hanya menerima dua kali penyuapan, yakni di rumah dinas bupati dan di Hotel Sultan Jakarta dengan nilai suap sekitar 200.000 dolar AS atau sekitar Rp 2,3 miliar. Dua penyuapan lain tidak diakui karena hanya didasari pengakuan Anjapri dan tidak diperkuat saksi lain serta tidak ada alat bukti yang memperkuat suap tersebut.

Dalam persidangan, Muzakir membantah semua tuduhan tersebut dan mengaku tak pernah menerima uang suap. Muzakir hanya mengakui pernah bertemu Anjapri, tetapi dia baru mengenalnya ketika dalam tahap pemeriksaan.

Vonis Bekas Direktur Utama PT Perkebunan Mitra Ogan

Tak hanya Muzakir, Anjapri juga divonis dengan hukuman enam tahun penjara dan denda Rp 350 juta subsider 6 bulan. Dia juga harus membayar uang pengganti Rp 3,3 miliar. Jika tidak bisa mengganti dalam satu bulan, asetnya akan disita. Jika aset tidak mencukupi, hukuman kurungan akan ditambah selama 2 tahun 6 bulan.

Bombongan menilai, Anjapri juga turut melakukan korupsi secara berkelanjutan dan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi. Selain itu, dia juga melakukan hal yang bukan tugasnya.

Selain Anjapri, mantan kepala bagian akuntansi PT PMO, Yan Satyananda, juga divonis hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta, serta membayar uang pengganti Rp 789 juta.

Yose Rizal, kuasa hukum Anjapri, mengatakan, pihaknya tetap menghargai keputusan hakim. Hanya saja, dirinya berpendapat Anjapri selaku direktur utama hanya melaksanakan perintah rapat umum pemegang saham (RUPS).

”Jika lahan pengganti tidak dicari, akan ada hukuman dan denda yang lebih besar,” ucapnya. Apalagi saat itu RUPS menilai Anjapri sudah tuntas menjalani tugasnya pada 2015 sehingga permasalahan yang terjadi tidak bisa lagi digugat.

Kabupaten Muara Enim menjadi daerah yang tiga kepala daerahnya secara berturut-turut tersandung kasus korupsi. Selain Muzakir, Ahmad Yani yang dilantik sebagai bupati Muara Enim pada 2018 terbukti menerima suap dari kontraktor Robi Okta Pahlevi.

Ahmad Yani divonis lima tahun penjara. Sementara Juarsah, bekas Wakil Bupati Muara Enim, yang dilantik pada 2019 setelah Ahmad Yani dibui, menjadi tersangka kasus dugaan suap proyek jalan di Dinas PUPR Muara Enim tahun anggaran 2019.

Baca Juga: Di Luar Persidangan Kasus Suap Benih Lobster, Edhy Prabowo Utarakan KeInginannya untuk Dibebaskan

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x