Kompas TV regional peristiwa

Keluarga Tak Terima Bayi Arianti Disebut Meninggal di Kandungan: Saya Kecewa Tindakan Tenaga Medis

Kompas.tv - 24 Agustus 2020, 12:37 WIB
keluarga-tak-terima-bayi-arianti-disebut-meninggal-di-kandungan-saya-kecewa-tindakan-tenaga-medis
I Gusti Ayu Arianti(23), warga Lingkungan Pajang, Kelurahan Pejanggik, Kota Mataram,ibu muda yang harus kehilangan bayi laki lakinya karena terlambat ditangani petugas rumah sakit. (Sumber: KOMPAS.COM/FITRI R)
Penulis : Fadhilah

MATARAM, KOMPAS.TV - Seorang perempuan asa Pejanggik, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Gusti Ayu Arianti (23) tak pernah menyangka akan kehilangan bayi yang dikandungnya karena telat mendapatkan pertolongan.

I Ketut Mahajaya, mertua Arianti pun kecewa atas apa yang menimpa cucunya yang diberi nama I Made Arsya Prasetya Jaya itu.

Dia masih mempertanyakan penjelasan rumah sakit terkait dengan penyebab meninggalnya cucunya beberapa hari lalu.

"Saya masih kecewa atas apa yang dilakukan tenaga medis atas menantu dan cucu saya, meskipun anak dan menantu saya tidak ingin memperpanjang kasus ini," kata Mahajaya, Minggu (23/8/2020), sebagaimana dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga: “Ketuban Sudah Pecah, Darah Banyak yang Keluar, Tapi Saya Tak Ditangani karena Harus Rapid Tes Dulu”

Mahajaya tak terima cucunya dilaporkan meninggal di dalam kandungan sejak tujuh hari sebelum dilahirkan.

"Buktinya semua tidak ada yang mencium bau busuk. Bagaimana dengan mayat yang dikatakan seminggu sudah meninggal," katanya.

Mahajaya juga menunjukkan foto doppler, alat yang digunakan untuk mengecek aliran darah bayi dalam kandungan, sebelum Arian menjalani operasi sesar.

Alat itu difoto istrinya yang menemani Arianti di rumah sakit. Mahajaya lalu mencari informasi tentang data yang diperlihatkan alat itu kepada sejumlah rekannya yang memahami ilmu kesehatan.

"Saya dapat penjelasan, bahwa garis hijau itu masih ada tanda detak jantung bekerja karena tidak lurus, masih ada gelombangnya, kalau warna biru adalah jumlah oksigen dalam darah. Melalui penjelasan itu kan menunjukkan cucu saya masih hidup, kok dikatakan sudah meninggal sejak tujuh hari dalam kandungan," kata Mahajaya.

Sementara itu, Arianti juga mengaku tak percaya dengan penjelasan dokter yang mengatakan bayinya telah meninggal dalam kandungan sejak tujuh hari sebelum operasi.

Saat memasuki ruangan operasi, Arianti masih merasakan bayinya bergerak. bahkan, ibu mertua dan suaminya sempat memegang perutnya untuk merasakan gerakan sang bayi.

"Awalnya waktu diperiksa sebelum masuk ruang operasi, detak jantungnya sangat lemah kata dokter, 60 per menit, belakangan membaik 100 per menit, suami saya bilang, sudah bagus detak jantungnya, semoga dia (bayi) baik baik saja. Nah yang buat saya bingung kenapa setelah operasi dokter bilang bayi saya telah meninggal tujuh hari yang lalu," kata Arianti.

Keluarga makin ragu dengan penjelasan rumah sakit karena bayi itu sama sekali tak berbau saat dimandikan sebelum pemakaman.

Keluarga juga sempat mendapati kondisi kulit bayi seperti melepuh dan terkelupas di bagian kanan.

Bayi laki-laki itu dimakamkan pada Rabu (19/8/2020) malam. Arianti tak kuasa menahan tangis. Ia menyaksikan jenazah bayi mungilnya dimakamkan sambil menahan sakit usai operasi.

Baca Juga: Saat Ibu Hamil Positif Corona Diperiksa, Dokter Bilang Jantung Janin di Kandungan Berhenti Berdetak

Ilustrasi: bayi meninggal. Keluarga Tak Terima Bayi Arianti Disebut Meninggal di Kandungan: Saya Kecewa Tindakan Tenaga Medis. (Sumber: Tribunnews.com)

Penjelasan Rumah Sakit

Juru bicara RS Permata Hati dr Arief Rahman menjelaskan kondisi bayi mungil Arianti sebelum memasuki ruang operasi.

Pihak rumah sakit, kata Arief, telah memberikan penjelasan rinci dan mengirimkan rekam medis kondisi pasien dan bayinya kepada pihak keluarga.

"Tapi yang bisa saya pastikan bahwa kondisi janin pada saat di ruang operasi memang sudah tidak bernyawa sebelum dilakukan tindakan operasi, itu yang bisa saya jelaskan. Masalah penjelasan sudah meninggal berapa lama, apakah satu jam, enam jam atau tujuh hari itu bukan ranah saya menjawab, karena saya hanya dokter umum," kata Arief.

RS Permata Hati juga telah memberikan data penanganan pasien tersebut ke Dinas Kesehatan Provinsi NTB. Arief menjelaskan, kondisi Arianti saat tiba di rumah sakit dalam kondisi gawat.

"Pertama bayi harus dikeluarkan karena kondisinya gawat, karena sudah pecah ketuban dan pendarahan. Kami pastikan kondisi ibu mengalami pendarahan karena dilihat dari homoglobin (hb)-nya tidak wajar sangat rendah sekali hanya 4,7," kata Arief.

Terkait detak jantung bayi yang lemah dan perlahan mulai normal sebelum melahirkan, Arif menjelaskan, hal itu terkait kondisi medis sebelumnya. Setelah melewati proses lahiran dengan operasi sesar, bayi ternyata telah meninggal.

"Kenapa kami simpulkan seperti itu, karena pada saat dilahirkan bayinya tidak menangis,  tidak ada denyut jantung dan memang disimpulkan bayinya sudah meninggal sebelum dilakukan tindakan operasi," terang Arief.

Baca Juga: Pesan Jerinx Soal Prosedur Rapid Test: Semoga Tak Ada Lagi Ibu-ibu Kehilangan Bayi

Bantah Penanganan Lamban

Arief membantah penanganan terhadap Arianti lamban. Proses penanganan yang dilakukan tim medis RS Permata Hati sudah wajar dan sesuai prosedur.

Tim medis, kata dia, hanya memakan waktu kurang dari satu jam saat pasien datang hingga melakukan operasi.

"Saya tidak membahas apa yang dijalani pasien sebelumnya, intinya pasien tiba di Permata Hati pukul 10.50 WITA artinya pukul 11 kurang 10 menit WITA, tiba dan diterima oleh petugas di tenda screening, sebelum masuk ke IGD, itu standar protap kami di era pandemi," katanya.

Meski bukan rumah sakit rujukan Covid-19, RS Permata Hati tetap menerapkan protokol kesehatan.

Ia juga membantah tim medis meminta pasien mengulangi rapid test Covid-19 karena tidak diakui. Tim medis langsung menangani pasien karena telah membawa hasil rapid test Covid-19 tertulis dari puskesmas.

Sejak keputusan Menteri Kesehatan RI, HK. 01.07/MENKES/413/2020, tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, terbit, RS Permata Hati memberikan keleluasaan kepada pasien untuk melakukan tes di luar.

Namun, pasien akan tetap melakukan screening saat memasuki rumah sakit untuk mengantisipasi penyeban Covid-19. Jika tidak ditemukan gejala kronis, pasien tetap diperlakukan seperti biasa.

"Dalam kasus ini tidak ada statement dari kami, sekali lagi yang mengatakan harus rapid test ulang, yang ada adalah pasien diambil darahnya. Karena dari pemeriksaan fisik anam nesa, yang dilakukan oleh teman-teman sejawat yang ada di IGD, itu menunjukkan ke arah yang tidak baik, sehingga segera dikonsultasikan ke spesialis kandungan, yang mengintruksikan untuk segera dilakukan operasi," jelas Arief.

Baca Juga: “Ketuban Sudah Pecah, Darah Banyak yang Keluar, Tapi Saya Tak Ditangani karena Harus Rapid Tes Dulu”

Sebelum dioperasi, pasien menjalani pemeriksaan lengkap sesuai prosedur yang telah ditetapkan, seperti pemeriksaan darah lengkap dan lainnya.

Selain itu, tim medis juga memeriksa golongan daerah pasien karena kondisinya yang lemah. Tim medis lalu meminta pihak keluarga menyumbangkan darah dan membawa tiga sampai empat kantong sesuai golongan darah pasien dari PMI setempat.

"Jadi kami mau tegaskan bahwa pengambilan darah itu bukan untuk rapid test tapi untuk persiapan sebelum operasi, " jelasnya.

Terkait keluarga yang tak diizinkan masuk, kata Arief, rumah sakit telah menerapkan prosedur besuk baru selama pandemi Covid-19.

Ketika itu, pasien ditemani dua anggota keluarga. Sementara yang lain diminta menunggu di IGD.

Baca Juga: Perjuangan Berat Efi Bani: Melahirkan 3 Bayi Kembar, Suami Menghilang Tak Ada Kabar

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x