Kompas TV pendidikan edukasi

Berkelana Melihat Investasi Sosial PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika

Kompas.tv - 16 Desember 2022, 17:56 WIB
berkelana-melihat-investasi-sosial-pt-freeport-indonesia-di-kabupaten-mimika
Sekolah Asrama Taruna Papua (SATP) adalah salah satu sekolah berpola asrama terbesar di Papua. (Sumber: Dok. PTFI)
Penulis : Meirna Larasati | Editor : Redaksi Kompas TV

Salah satu yang patut diulik adalah Suku Kamoro yang berada di Kabupaten Mimika. Suku Kamoro memiliki seni dan budaya yang begitu unik, artistik, dan menarik.

Ada ukiran kayu, tarian, anyaman, ritual adat, dan nyanyian yang mereka sajikan dalam beberapa kesempatan festival dan pameran seni dan budaya.

Salah satu keunikan budaya Kamoro adalah ukiran bermotif buaya dan jari-jari kepiting dengan makna tertentu pada setiap motifnya. 

Ada juga alat musik yang terbuat dari kayu utuh yang dilubangi dengan kulit kerang yang tajam. Selain itu, terdapat tameng yang terbuat dari kulit dan pewarna dari tumbuh-tumbuhan disebut tomate dan watae yang menyerupai rambutan.

Yayasan Maramowe merupakan wadah untuk membantu masyarakat Kamoro melestarikan budaya, mempromosikan, serta memasarkan karya seni mereka, khususnya ukiran kayunya.

Dengan strategi kolaborasi bersama berbagai pihak, Yayasan mempromosikan seni dan budaya Kamoro ke publik melalui berbagai pameran, penjualan produk, dan program pendidikan lokal. 

Baca Juga: Mendalami Kekayaan Alam dan Budaya Masyarakat Kolaka

Cerita dari Dataran Mimika

Aktivitas pertambangan PT Freeport Indonesia meliputi area tambang yang berada di highland atau dataran tinggi, dan area pendukung yang berada di lowland atau dataran rendah.

Dari daerah dataran tinggi, limbah pasir sisa tambang atau tailings dialirkan melalui sistem sungai dengan memanfaatkan curah hujan yang tinggi, kemudian diendapkan di kawasan khusus di area dataran rendah yang disebut Daerah Pengendapan Ajkwa yang Dimodifikasi (ModADA).

Pengendapan tailings di area lowland dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas lahan serta menciptakan manfaat ekonomi secara berkelanjutan.

Lahan tailings tersebut juga dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian, perkebunan, perikanan, dan perlindungan keanekaragaman hayati.

Di Pusat Penelitian Reklamasi dan Keanekaragaman Hayati, Roberth Sarwom sebagai General Superintendent Reclamation, Biodiversity & Education menjelaskan tentang tailings.

Tailings merupakan limbah produksi PTFI yang berbentuk butiran halus tersisa dari proses ekstraksi yang masih aman untuk dimanfaatkan. 

Secara tanggung jawab perusahaan, tailings akan dikembalikan ke fungsi ekologinya. Agar lebih bermanfaat untuk masyarakat, dilakukan serangkaian kajian untuk dapat memanfaatkan lahan tailings sebagai lahan produksi, salah satunya dimanfaatkan untuk kolam ikan.

Sampai saat ini, hasil ikan yang diproduksi masih belum diperjualbelikan sehingga hanya dikembangkan untuk bibit yang akan dibagikan ke masyarakat.

Riset lainnya yang dilakukan adalah untuk pengembangan pertanian, seperti budidaya tanaman pertanian dan berbagai jenis tanaman sayuran.

Sayur-sayuran yang ditanam di pusat reklamasi dapat dipetik secara langsung. Hasil pertanian cukup beragam, seperti sayur-mayur, kacang panjang, terong, dan juga cabai untuk dijadikan sambal. 

Tailings merupakan batuan yang berubah bentuk dari batuan menjadi pasir. Agar menjadi subur, wajib ditanam menggunakan kompos yang diproduksi dari hasil tanaman di sekitar, misalnya eceng gondok.

Eceng gondok dikumpulkan dan diproses agar menjadi kompos untuk ditanam kembali. Lahan yang terbuat dari tailings mengandung unsur hara yang sangat sedikit sehingga perlu diberi kompos.

Selain itu, walaupun berada di area endapan tailings, area pusat reklamasi ini juga memiliki kualitas udara yang baik. Hal ini terbukti dari adanya penangkaran kupu-kupu. 

Banyaknya kupu-kupu dapat digunakan sebagai indikator kebersihan lingkungan dan udara. Di sini, juga terdapat kupu-kupu yang dilindungi seperti jenis kupu-kupu sayap burung. 

Beralih ke area highland atau dataran tinggi, kegiatan reklamasi juga terus dilakukan terutama di area Grasberg, yang sejak 2020 sudah berhenti beroperasi. 

Untuk mencapai Grasberg, perlu melewati Kota Tambang, Tembagapura. Dari Tembagapura, dilanjutkan menuju ke Tram Station untuk naik ke ketinggian selanjutnya.

Tram 1 yang dibangun pada 1971 digunakan sebagai alat transport untuk menuju ke area tambang terbuka di atas.

Area ini berada di ketinggian 2.847 mdpl menuju ke 3.500 mdpl. Sesampainya di Grasberg Mine, terdapat kabut yang kurang menentu ketebalannya.

Tambang terbuka Grasberg sudah berhenti beroperasi sejak tahun 2019, dan langsung menjadi area yang direklamasi. Proses reklamasi di area Grasberg ini memiliki beberapa tahap.

Baca Juga: Menelusuri Keunikan Proses Penambangan Nikel PT Vale Indonesia Tbk

Tahap pertama adalah limestone capping, yakni penyiapan lahan yang akan direklamasi. Kedua, lime reject spreading merupakan penyiapan lahan lebih lanjut dengan meratakan lahan menggunakan alat berat. 

Jika sudah, lanjut ke tahap yang ketiga, yaitu penanaman. Pada ketinggian 4.250 mdpl, ekosistem tumbuhan yang dapat tumbuh adalah alpine dan subalpine, seperti spesies rumput lokal yang bernama Deschampsia klossii.

Keempat, dilakukan pemupukan. Khusus pada area yang berbentuk lereng, pemupukan dilakukan melalui hydroseeding dengan mencampur bibit dan air lalu disemprot ke area yang ingin direklamasi.

Terakhir merupakan pemantauan lahan secara berkala. Pengawas Area Reklamasi Grasberg Yanuarius Dumutu menjelaskan, sampel yang diambil adalah area covering

Selanjutnya, berapa jumlah tanaman yang telah tumbuh setelah sekian lama, akan dipantau menggunakan alat untuk pH tanah di area sekitar. Tinggi tanaman akan diukur dan diperhatikan apakah ada jenis baru yang hadir.

Kabupaten Mimika membawa pengalaman luar biasa bisa melihat investasi sosial PT Freeport Indonesia. Hal ini membuktikan kegiatan tambang yang bertanggung jawab tidak hanya bermanfaat, tetapi juga mengembangkan area terdampak.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x