Kompas TV nasional politik

DK PWI Pusat Kecam Pihak yang Framing Daftar Undangan Perjalanan Dinas Luar Negeri KKP Era Susi

Kompas.tv - 14 Juli 2020, 06:00 WIB
dk-pwi-pusat-kecam-pihak-yang-framing-daftar-undangan-perjalanan-dinas-luar-negeri-kkp-era-susi
Ilustrasi dokumen resmi perjalanan dinas luar negeri Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat dijabat Menteri Susi Pudjiastuti bersama sejumlah awak media di Indonesia (Sumber: Youtube: Cokro TV)
Penulis : Deni Muliya

JAKARTA, KOMPAS.TV - Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (DK PWI) Pusat Ilham Bintang mengatakan, pihaknya mengingatkan berbagai pihak agar menghentikan penyebaran insinuasi dan fitnah yang bertujuan merusak kredibilitas wartawan, baik kredibilitas awak media cetak, online, maupun elektronik. 

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Sebut Lobster Besar Sudah Jarang: Bibitnya Diambilin, Sekarang Boleh Dijual

Terlebih, awak media yang tengah melaksanakan fungsi kontrol mengkritisi kebijakan pemerintah.

Peringatan Ketua DK- PWI itu menanggapi beredarnya daftar nama pemimpin redaksi (Pemred) yang memenuhi undangan perjalanan ke luar negeri.

Undangan ke luar negeri itu berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) saat Menterinya dijabat Susi Pudjiastuti.

Yang jadi persoalan, ada pihak yang tidak bertanggung jawab dengan melakukan framing daftar undangan perjalanan dinas itu sedemikian rupa.

Framing itu membuat kesan bahwa tiket maupun hotel selama perjalanan yang ditanggung pemerintah dalam hal ini KKP dinilai sebagai suap terhadap awak media.

"Asumsi itu jahat sekali. Ini pelecehan kemampuan profesional, integritas wartawan dan kredibilitas media pers," ujar Ilham Bintang, dalam keteranganya, Senin (13/7/2020).

Menurut Ilham, undangan seperti itu biasa saja dan lazim diterima wartawan sejak pemerintahan manapun. 

Dari mulai Bung Karno, Pak Harto, sampai era Jokowi hal itu sudah lazim dan biasa saja.
 
"Pengundang memang menyediakan fasilitas tiket dan hotel untuk wartawan. Fasilitas itu tidak lantas diartikan dapat mengkooptasi wartawan. Wartawan juga tahu undangan kementerian bukan biaya pribadi menteri, tapi biaya negara dari uang rakyat, karenanya wartawan tentu hanya mempertimbangkan kepentingan negara dan rakyat," kata Ilham, menjelaskan.

"Data yang berasal dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu insinuatif dan seolah-olah menggambarkan pemberian suap. Padahal itu adalah dana perjalanan jurnalistik bersama Menteri KKP Susi Pudjiastuti waktu itu", imbuh Ilham, usai memimpin rapat DK PWI yang digelar secara online, Senin.

Rapat khusus membahas kasus yang belakangan ramai dibicarakan di berbagai media termasuk media sosial itu diikuti Sekretaris DK PWI Sasongko Tedjo bersama anggota DK PWI di antaranya Rosianna Silalahi, Rajapane dan Nasihin Masha.

Adapun anggota DK PWI lainnya Karni Ilyas berhalangan hadir. Namun, kata Ilham, Karni menyetujui dan mendukung apapun keputusan rapat.

Ilham melanjutkan, DK PWI merasa berkepentingan menyoroti kasus tersebut karena salah satu anggotanya yakni Pemred Kompas TV Rosianna Silalahi ikut tertera dalam daftar undangan itu. 

Dalam rapat DK PWI, Ilham menjelaskan, Rosianna Silalahi mendapat kesempatan pertama berbicara. 

Wanita yang akrab disapa Rosi ini juga sekaligus mengklarifikasi insinuasi yang mengaitkan namanya.

Menurut Ilham, Rosi mengakui waktu itu beberapa kali mengikuti perjalanan dinas ke luar negeri bersama Menteri Susi.

Terkait anggaran yang tertera dalam daftar tersebut memang digunakan oleh pihak pengundang untuk membayar akomodasi hotel dan transportasi pesawat selama perjalanan dinas.

Secara terpisah, Rosi menambahkan, ia pun telah menjelaskan terkait hal tersebut secara gamblang saat diwawancarai oleh Cokro TV dalam program Seruput Kopi, Senin (13/7/2020).

Untuk menyimak secara komprehensif dialog itu dapat dilihat pada link berikut ini: 


Namun demikian, menurut Rosi, setelah ia mengecek langsung dari dokumen yang dimilikinya, daftar yang beredar di media sosial itu tak lain adalah biaya perjalanan dinas ke luar negeri.

"Setelah saya cek, karena saya punya dokumen yang lengkap dan karena kita harus tanda tangan, itu adalah biaya perjalanan dinas ke luar negeri. Saya kalau ke luar negeri sangat senang bisa tanda tangan karena di situ ada angkanya jelas. Ini untuk pembelian tiket, ini untuk akomodasi hotel, dan lain sebagainya. Sehingga apa yang saya tanda tangani sesuai dengan yang tertera dan untuk kebutuhan apanya juga jelas," kata Rosi kepada pewawancara dari Cokro TV, Ade Armando.

"Itu adalah biaya perjalanan dinas bersama Menteri KKP Susi, era sebelum Menteri KKP saat ini (Eddhy Prabowo). Dalam perjalanan dinas saat itu sama sekali tidak ada uang tunai (cash) atau uang saku dari pengundang yang diberikan kepada saya. Karena uang saku telah disediakan oleh perusahaan dalam hal ini Kompas TV," imbuh Rosi, menegaskan.

Sebelumnya, lanjut Ilham, secara terpisah DK PWI juga telah meminta keterangan dari beberapa pemimpin redaksi media lainnya yang namanya turut menjadi korban fitnah dan insinuasi dalam daftar undangan tersebut.

Atas berbagai keterangan yang diperoleh langsung itu, Ilham mengatakan, DK PWI Pusat berpendapat bahwa kegiatan perjalanan jurnalistik seperti itu lazim dilakukan sejak dulu kala.

Yang terpenting kemudian, media tetap kritis dan menjaga independensinya dalam memproduksi berita, laporan maupun ulasan.

Ilham menduga ada pihak-pihak tertentu yang merasa dirugikan atas tulisan laporan majalah Tempo yang menyoroti ekspor benih lobster belakangan ini. 

Mereka kemudian berusaha memojokkan wartawan dan pemimpin redaksi lewat data insinuatif tersebut.

Baca Juga: Susi Pudjiastuti Kritik Ekspor Benih Lobster, Komisi IV Minta Jangan Dipolemikan!

Masih di rapat DK PWI itu, di akhir-akhir pertemuannya, DK PWI menyatakan tiga hal pokok.

Pertama, tidak ada pelanggaran kode etik jurnalistik dan kode perilaku wartawan dalam kegiatan kunjungan jurnalistik wartawan bersama Menteri KKP Susi Pudjiastuti ke luar negeri saat itu. 

Kedua, mendesak KKP segera memberikan penjelasan dan klarifikasi mengenai beredarnya daftar tersebut agar masyarakat mengetahui secara transparan kegiatan jurnalistik yang dilakukan. 

Ketiga, meminta media dan pers agar terus mengkritisi setiap kebijakan yang dinilai merugikan, menyimpang dan kemungkinan hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.

"Jangan sampai ribut-ribut soal insinuasi daftar pemred (pemimpin redaksi) malah mengalihkan perhatian dari masalah yang sesungguhnya terkait kebijakan Kementerian KKP", ucap Ilham Bintang, tegas.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x