Kompas TV nasional berita kompas tv

Jokowi Teken PP Tapera, Gaji Pekerja akan Dipotong 2,5 Persen

Kompas.tv - 2 Juni 2020, 16:27 WIB
jokowi-teken-pp-tapera-gaji-pekerja-akan-dipotong-2-5-persen
Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis, (7/5/2020). Presiden Jokowi meneken PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. (Sumber: YouTube: Sekretariat Presiden)
Penulis : Fadhilah

JAKARTA, KOMPAS.TV - Presiden Joko Widodo (Jokowi) meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat atau Tapera pada 20 Mei lalu.

Tapera merupakan sistem pembiayaan perumahan dengan cara menghimpun dana jangka panjang.

Beroperasinya Tapera sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tapera, diharapkan menjadi solusi pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

Baca Juga: Jokowi: Masjid Istiqlal Rencana Dibuka Juli, Keputusan di Imam Besar Nasaruddin Umar

PP Tapera tersebut menjadi payung hukum penyelenggaraan pungutan iuran yang akan dilakukan oleh Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) dalam waktu dekat.

Dalam PP tersebut, BP Tapera akan memungut sekaligus mengelola dana untuk perumahan bagi PNS, prajurit TNI dan Polri, pekerja di perusahaan BUMN dan BUMD, serta pekerja perusahaan swasta.

"Besaran Simpanan Peserta ditetapkan sebesar 3 persen (tiga persen) dari gaji atau upah untuk peserta pekerja dan peserta pekerja mandiri," bunyi Pasal 15 PP tersebut dikutip pada Selasa (2/6/2020).

Untuk iuran Tapera yakni sebesar 3 persen tersebut. Rinciannya, sebanyak 0,5 persen ditanggung oleh pemberi kerja dan sisanya sebesar 2,5 persen ditanggung oleh pekerja yang dipotong dari gaji. Khusus untuk peserta mandiri, iuran dibayarkan sendiri.

Baca Juga: Hari Lahir Pancasila, Jokowi Ungkap Ujian Besar hingga Ingatkan Pejabat Layani Masyarakat Tanpa SARA

Kepesertaan Tapera

Pada tahap awal, target peserta Tapera adalah PNS, kemudian TNI dan Polri. Kemudian, Tapera diharapkan telah menjangkau 6,7 juta peserta dari ASN, TNI/Polri, BUMN, dan BUMD.

Sementara pekerja swasta atau formal diberi waktu selambat-lambatnya 7 tahun sejak Badan Pengelola (BP) Tapera beroperasi.

Kepesertaan di BP Tapera akan berakhir jika pekerja sudah pensiun yakni usia 58 tahun. Nantinya setelah pensiun, peserta bisa mendapatkan dana simpanannya beserta hasil dari dana pengembangan yang ditempatkan di deposito bank, surat utang pemerintah, dan investasi lainnya.

Sebagai informasi, BP Tapera sendiri merupakan peleburan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan-Pegawai Negeri Sipil (Bapertarum-PNS). Sebagai modal awal, pemerintah menyuntik dana untuk BP Tapera sebesar Rp 2,5 triliun.

Sebelum menjadi BP Tapera, Bapertarum-PNS memiliki sekitar 6,7 juta orang peserta, baik PNS aktif maupun yang telah pensiun, dengan dana kelolaan Rp 12 triliun.

Saat masih bernama Bapertarum, lembaga ini mengumpulkan uang dari PNS dengan memotong gaji setiap bulan sehingga uang di Bapertarum PNS pada dasarnya adalah uang PNS dan harus dikembalikan kepada mereka.

Komite Tapera beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri PUPR, Menteri Ketenagakerjaan, dan anggota independen. Komite itu diketuai Menteri PUPR.

Menurut amanat Undang-Undang Tapera, BP Tapera mesti beroperasi dua tahun setelah UU Tapera diundangkan.

Baca Juga: Persiapan Rumah Ibadah Jelang New Normal

Solusi Kepemilikan Rumah

Dikutip dari Harian Kompas, Undang-Undang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) digadang-gadang menjadi solusi pembiayaan jangka panjang untuk kepemilikan rumah di Indonesia.

Rumah subsidi yang terjangkau masyarakat berpenghasilan rendah lokasinya jauh dari pusat kota. Akibatnya, beban pembeli bertambah. Bukan hanya angsuran kredit, melainkan juga ongkos transportasi yang tidak sedikit.

Di sisi lain, dengan harga rumah yang dipatok pemerintah, pengembang mencari lahan yang semurah mungkin. Tujuannya seluruh biaya produksi tetap di bawah harga patokan.

Sementara itu, kekurangan hunian (backlog) paling besar terjadi di perkotaan. Dengan lahan yang terbatas, penduduk kota terus bertambah karena urbanisasi. Laju urbanisasi selama 1960-2014 rata-rata 4,4 persen per tahun.

Pada 2015, sebanyak 52 persen penduduk Indonesia tinggal di perkotaan dan akan terus meningkat. Rumah perlu lahan. Sementara harga lahan sangat tinggi, seolah tidak terkendali. Lahan telah ditempatkan sebagai komoditas dan kehilangan fungsi sosialnya.

Di Jakarta dan sekitarnya, rata-rata kenaikan harga tanah selama 2010-2014 mencapai 24,54 persen. Harga rumah pun melambung tinggi meski ada unsur spekulasi untuk mendapat untung tinggi sebagai pendorongnya.

"Karena BP Tapera akan mengelola uang yang besar. Baru setelah kredibilitas dibangun, mungkin akan menarik bagi masyarakat umum," kata Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono saat melantik Komisioner dan Deputi BP Tapera tahun lalu.

Baca Juga: Begini Protokol Penerapan "New Normal" di Bandara

 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Siap-siap, Gaji Pekerja Bakal Dipotong 2,5 Persen untuk Iuran Tapera

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x