Kompas TV nasional rumah pemilu

Guru Besar UI, UGM, dan UII Kirim Petisi kepada Jokowi agar Pemilu 2024 Digelar Secara Adil

Kompas.tv - 2 Februari 2024, 15:35 WIB
guru-besar-ui-ugm-dan-uii-kirim-petisi-kepada-jokowi-agar-pemilu-2024-digelar-secara-adil
Para guru besar dari kampus-kampus ternama di Indonesia mengirimkan sejumlah petisi kepada pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi, terkait pelaksanaan Pemilu 2024. (Sumber: BPMI Setpres)
Penulis : Fadel Prayoga | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Para guru besar dari kampus-kampus ternama di Indonesia mengirimkan sejumlah petisi kepada pemerintah, khususnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi. 

Petisi-petisi tersebut memiliki narasi yang seragam, yaitu mengingatkan pemerintah agar menggelar Pemilu 2024 secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. 

Sivitas akademika yang pertama kali menyerukan itu ialah para guru besar dari Universitas Gajah Mada atau UGM. 

Mereka mengkritik Presiden Jokowi lewat Petisi Bulaksumur yang dibacakan di Balairung UGM, Yogyakarta, Rabu (31/1/2024).

Baca Juga: Anies soal Petisi UGM dan UII Kritik Jokowi: Artinya Ada Masalah Serius

Beberapa penyimpangan yang disinggung dalam petisi tersebut antara lain soal pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi (MK).

Kemudian keterlibatan aparat penegak hukum dalam proses demokrasi perwakilan yang sedang bergulir serta pernyataan Jokowi tentang diperbolehkannya presiden dan menteri untuk berkampanye dan memihak pasangan capres-cawapres tertentu.

Komunitas akademik UGM menilai Presiden Jokowi sebagai kepala negara dan pemerintahan justru menunjukkan bentuk-bentuk penyimpangan kepada prinsip dan moral demokrasi, kerakyatan serta keadilan sosial yang merupakan esensi nilai Pancasila. 

“Tindakan Presiden Jokowi justru menunjukkan bentuk-bentuk penyimpangan pada prinsip-prinsip dan moral demokrasi kerakyatan dan keadilan sosial yang merupakan esensi nilai Pancasila,” ujar guru besar Fakultas Psikologi UGM, Profesor Koentjoro.

Petisi yang dibacakan Koentjoro tersebut berisi desakan dan tuntutan kepada Jokowi, aparat penegak hukum, pejabat negara, dan aktor politik di belakang presiden, untuk segera kembali kepada koridor demokrasi.

“Aparat penegak hukum dan semua pejabat negara, aktor politik yang berada di belakang presiden termasuk presiden sendiri untuk segera kembali kepada koridor demokrasi,” ucapnya.

Selain itu, UGM mendesak DPR dan MPR mengambil sikap dan langkah konkret untuk menyikapi berbagai gejolak politik saat ini.

"Jokowi semestinya selalu mengingat janjinya sebagai alumni UGM yang berbunyi...Bagi kami almamater kuberjanji setia. Kupenuhi dharma bhakti tuk Ibu Pertiwi. Di dalam persatuanmu jiwa seluruh bangsaku. Kujunjung kebudayaanmu kejayaan Nusantara..." ujar Koentjoro.

Baca Juga: Sivitas Akademika UII Soroti Kemunduran Demokrasi: Pudarnya Sikap Kenegarawanan Jokowi

Sivitas akademika Universitas Islam Indonesia (UII) juga melakukan hal serupa. Mereka mendesak Presiden Jokowi untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan.

Hal itu disampaikan Rektor UII Prof. Fathul Wahid saat membacakan pernyataan sikap "Indonesia Darurat Kenegarawanan", Kamis (1/2/2024).

Dalam pernyataan sikap tersebut, komunitas akademik yang terdiri dari para guru besar, dosen, mahasiswa hingga para alumni UII tersebut, menilai saat ini Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan. Sikap kenegarawanan Presiden Jokowi dinilai telah pudar.

Hal itu dinilai dapat dilihat dari lolosnya putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pilpres 2024 usai keluarnya putusan MK soal batas usia capres dan cawapres, hingga pernyataan Kepala Negara yang menyebutkan presiden boleh berpihak dan berkampanye.

"Situasi di atas menjadi bukti, Indonesia sedang mengalami darurat kenegarawanan yang bisa berujung pada ambruknya sistem hukum dan demokrasi," kata Fathul saat membacakan pernyataan sikap, Kamis.

Sivitas akademika UII pun menyampaikan sejumlah tuntutan.

Pertama, mendesak Jokowi untuk kembali menjadi teladan dalam etika dan praktik kenegarawanan dengan tidak memanfaatkan institusi kepresidenan untuk memenuhi kepentingan politik keluarga melalui keberpihakan pada salah satu pasangan capres-cawapres.

"Presiden harus bersifat adil dan menjadi pemimpin bagi semua kelompok dan golongan bukan untuk sebagian kelompok," kata Fathul.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x