Kompas TV nasional politik

Ketua Pemuda Muhammadiyah Tanggapi Kelakar Zulhas soal Tahiyat: Perlu Beragam Sudut Pandang

Kompas.tv - 21 Desember 2023, 14:10 WIB
ketua-pemuda-muhammadiyah-tanggapi-kelakar-zulhas-soal-tahiyat-perlu-beragam-sudut-pandang
Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan atau Zulhas saat meninjau Pasar Tanah Abang, Kamis (28/9/2023). (Sumber: Tangkap Layar Kompas TV.)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV  - Pemuda Muhammadiyah berpendapat kelakar Menteri Perdagangan (Mendag) sekaligus Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan mengenai bacaan salat dan tahiyat akhir perlu dilihat dengan sudut pandang yang beragam sekaligus sebagai proses pendewasaan beragama dan berpolitik.

Hal itu disampaikan oleh Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dzulfikar Ahmad dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (21/12/2023).

“Kelakar yang disampaikan Zulhas pada Rakernas Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh  Indonesia (APPSI) di Kota Semarang, Jawa Tengah menimbulkan diskursus,” jelasnya.

“Kami memilih diksi diskursus bukan konflik karena sejatinya perlu dilihat dengan sudut pandang yang beragam sekaligus sebagai proses pendewasaan beragama dan berpolitik,” ujar Dzulfikar, dikutip Tribunnews.com.

Baca Juga: PAN: Tidak Mungkin Seorang Zulkifli Hasan Menista Agama

Menurutnya, diskursus tersebut dapat dipahami dengan merujuk beberapa pandangan.  Pertama, perlu dilhat dari berbagai perspektif, dan jangan hanya dari satu sisi lalu disimpulkan menurut pandangan masing-masing.

Kelakar Zulhas tersebut, menurutnya,  tidak bisa langsung dikaitkan dengan agenda politik karena ini disampaikan pada Rakernas Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) di Kota Semarang, Jawa Tengah.

Kedua, dalam kesempatan itu Zulkifli Hasan sepenuhnya menceritakan pengalaman yang dijumpainya dalam masyarakat lalu  diungkapkan dalam sambutannya.

Ketiga, dalam hal menyampaikan apa yang didengarnya di lapangan tidak bisa serta merta itu dianggap pendapat atau pandangannya pribadi apa lagi dikaitkan dengan diksi Delik Penistaan Agama.

Keempat, untuk dapat dikatakan memenuhi delik penistaan agama terlebih dahulu harus  mengkaji dan merujuk pada ketentuan dan pegaturannya yang terdapat dalam  Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Dalam Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang  Undang Hukum Pidana (namun mulai berlaku efektif tahun 2026), menurut dia, juga terdapat beberapa pasal yang dapat menjerat pelaku penistaan agama, salah satunya diatur dalam Pasal 304.

Lalu Pasal 1 Penetapan Presiden Republik Indonesia Nomor  1/PNPS Tahun 1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama. Ketiga, Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19  Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008,  perlu diperhatikan dalam Lampiran SKB UU ITE bahwa perbuatan yang dilarang dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE motifnya membangkitkan rasa kebencian  dan/atau permusuhan atas dasar SARA. 

Kelima, kelakar Zulhas tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai upaya penistaan agama  karena sama sekali tidak ada motif mempengaruhi, menggerakkan masyarakat,  menghasut/mengadu domba dengan tujuan menimbulkan kebencian, dan/atau  permusuhan atas dasar SARA.


 

“Pemuda Muhamamdiyah mengimbau segenap anak bangsa untuk tidak menjadikan  ini sebagai polemik yang dapat berujung pada kegaduhan dan mengusik rasa  persaudaraan, terlebih jika diskursus ini ditarik ke ranah politik dan Pilpres.”

“Kita tentu sebagai bangsa yang memiliki nilai keluhuran yang tinggi dan keadaban maka mari kita maknai ini sebagai proses pendewasaan kita dalam beragama dan berpolitik  yang rahmatan lil’alamin,” bebernya.

Baca Juga: Zulkifli Hasan Klaim Jokowi Gabung PAN, Ini Tanggapan Jokowi dan Hasto Kristiyanto!

Sebelumnya, Zulhas berkelakar tentang gerakan salat hingga diam usai pembacaan surat Al-Fatihah ketika salat.

Ua juga sempat mengungkapkan keheranan soal perubahan sikap akhir-akhir ini tepatnya di tahun politik.

"Saya keliling daerah, Pak Kiai. Sini aman, Jakarta nggak ada masalah, yang jauh-jauh ada lho yang berubah."

"Jadi kalau salat Maghrib baca, 'waladholin... ', Al-Fatihah baca 'waladholin..' Ada yang diem sekarang, pak. Lho kok lain," kata Zulhas.

Menurutnya, hal itu karena kecintaan mereka pada Prabowo Subianto.

Zulhas juga mengatakan ada yang duduk tahiyat menunjuk menggunakan dua jari.

"Itu kalau tahiyatul akhir awalnya gini (menunjukan jari telunjuk), sekarang jadi gini (menunjukkan dua jari, telunjuk dan tengah)," ucap Zulhas.



Sumber : tribunnews.com


BERITA LAINNYA



Close Ads x