Kompas TV nasional hukum

Agus Rahardjo Nilai UU KPK Direvisi karena Tolak Perintah Jokowi Setop Kasus E-KTP yang Jerat Setnov

Kompas.tv - 1 Desember 2023, 12:01 WIB
agus-rahardjo-nilai-uu-kpk-direvisi-karena-tolak-perintah-jokowi-setop-kasus-e-ktp-yang-jerat-setnov
Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo saat wawancara di program Rosi KOMPAS TV, Kamis (30/11/2023). (Sumber: KOMPAS TV)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK Agus Rahardjo menilai revisi Undang-Undang KPK terjadi karena tidak terlepas dari keputusannya menolak perintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk menghentikan kasus korupsi E-KTP yang menjerat Setya Novanto atau Setnov.

Demikian hal tersebut disampaikan Agus Rahardjo pada sebuah wawancara ekslusif dalam program acara Rosi Kompas TV yang tayang pada Kamis (30/11/2023) malam.

Adapun Setnov diketahui pada saat kasus E-KTP tengah diusut KPK, tengah menjabat sebagai Ketua DPR RI. Selain itu, di saat yang sama, Setnov juga merupakan Ketua Umum Partai Golkar, partai politik yang mendukung pemerintahan Jokowi.

Baca Juga: Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo Sebut Firli Bahuri dan Kapolda Metro Irjen Karyoto Saling Sandera

Belakangan, Setnov ditetapkan sebagai tersangka megaproyek E-KTP yang merugikan negara Rp 2,3 triliun pada 17 Juli 2017.

Agus mengungkapkan bahwa pada saat itu memang sudah ada upaya untuk menjadikan KPK sebagai alat kekuasaan.

Namun, upaya tersebut tidak berhasil lantaran KPK saat itu masih independen dan tidak berada dalam rumpun eksekutif atau di bawah presiden.

“Kita masih bisa menyangkal atau bisa tidak mengikuti apa yang diinginkan presiden,” kata Agus dalam wawancara dengan Rosi.

Agus menceritakan kemudian ia dipanggil menghadap Presiden Jokowi. Saat itu, Agus mengaku sempat merasa heran karena dipanggil sendirian tanpa empat komisioner KPK lainnya.

Baca Juga: Agus Rahardjo: Kasus Firli Ini kalau Boleh Saya Menyalahkan ya Pak Jokowi

"Saya terus terang pada waktu kasus E-KTP saya dipanggil sendirian oleh Presiden. Saya heran biasanya memanggil berlima, ini kok sendirian. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan," ucap Agus.

"Di sana begitu saya masuk, presiden sudah marah. Karena baru saya masuk, beliau sudah teriak 'hentikan'.”

Ketua KPK periode 2015-2019 itu mengaku awalnya merasa bingung maksud kata 'hentikan' yang diucapkan Presiden Jokowi. Namun akhirnya ia mengerti bahwa maksud ucapan itu agar dirinya menghentikan kasus E-KTP yang menjerat Setnov.

"Saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk, ternyata saya baru tahu kalau yang suruh hentikan itu adalah kasus Setnov, ketua DPR pada waktu itu, mempunyai kasus E-KTP," ucap Agus.

Namun, ia pun mengaku tak menuruti perintah Jokowi untuk menghentikan pengusutan kasus tersebut, mengingat Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) telah diterbitkan.

Baca Juga: Cerita Eks Ketua KPK Agus Rahardjo Dimarahi Jokowi terkait Kasus E-KTP: Beliau Teriak 'Hentikan'

"Saya bicara apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan 3 minggu yang lalu, saat itu di KPK tidak ada SP3, tidak mungkin saya memberhentikan itu," ujarnya.

"Karena tugas di KPK seperti itu, makanya kemudian tidak saya perhatikan, saya jalan terus.”

Setelah kejadian itu, kata dia, terjadilah revisi Undang-Undang KPK yang memuat ketentuan mekanisme SP3 yang bisa menyetop perkara penyidikan di KPK. Selain itu, KPK tak lagi independen karena berada di bawah presiden.

“Intinya revisi UU itu kan SP3 menjadi ada, kemudian di bawah presiden. Karena mungkin pada waktu itu presiden merasa bahwa ini Ketua KPK diperintah, KPK kok enggak mau, apa mungkin begitu,” kata Agus.

Baca Juga: Firli Bahuri Disebut Faktor Utama Kinerja KPK Merosot, Banyak Drama dan Blunder yang Dibuat

Sementara itu, Koordinator Staf Presiden Ari Dwipayana membantah Presiden Jokowi menjadi pihak yang berinisiatif melakukan revisi UU KPK. Ditegaskan Ari, revisi UU KPK adalah inisiatif dari DPR bukan pemerintah. 


"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," kata Ari.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x