Kompas TV nasional rumah pemilu

SETARA: Putusan MKMK Gagal Pulihkan Kematian Demokrasi, Hanya Penawar Sesaat Kemarahan Publik

Kompas.tv - 8 November 2023, 13:31 WIB
setara-putusan-mkmk-gagal-pulihkan-kematian-demokrasi-hanya-penawar-sesaat-kemarahan-publik
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie (tengah) bersama anggota Wahiduddin Adams (kiri) dan Bintan R. Saragih (kanan) memimpin jalannya sidang putusan dugaan pelanggaran etik terhadap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11/2023). Sidang tersebut beragendakan pembacaan putusan terhadap 21 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dalam pengambilan putusan uji materi terhadap UU Pemilu yang memutuskan mengubah syarat usia capres-cawapres. (Sumber: ANTARA FOTO/Galih Pradipta/tom)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- SETARA Institute menilai putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi gagal memulihkan kematian demokrasi yang diproduksi melalui Putusan 90/PUU-XXI/2023.

Demikian Ketua Badan Pengurus SETARA Institute yang juga Dosen Hukum Tata Negara UIN Syarif Hidayatullah, Ismail Hasani dalam keterangan tertulisnya kepada KOMPAS TV, Rabu (8/11/2023).

“Putusan MKMK menjadi opium dan obat penawar sesaat atas amarah publik yang kecewa dan marah dengan Putusan 90/PUU-XXI/2023, yang menjadi puncak kejahatan konstitusi (constitutional evil) dan matinya demokrasi di Indonesia,” kata Ismail.

Sebab, kata Ismail, kemarahan publik bukan hanya soal kandidasi Gibran Rakabuming Raka yang maju menjadi calon wakil presiden dengan landasan Putusan  no 90. Tapi karena peragaan kekuasaan yang merusak hukum dan konstitusi guna mencapai kehendak dan kekuasaan.

Baca Juga: Denny Indrayana: Jimly Asshiddiqie Lepaskan Kesempatan untuk Tegakkan Hukum Bermoral dan Berkeadilan

“Demokrasi telah menjelma menjadi vetokrasi, dimana sekelompok orang dan kelompok kepentingan yang sangat terbatas, mengorkestrasi Mahkamah Konstitusi untuk memuluskan Gibran Rakabuming Raka mengikuti kandidasi Pilpres dengan memblokir kehendak demokrasi dan konstitusi,” ujar Ismail.

Terbukti, Anwar Usman melakukan pelanggaran berat dalam Putusan 90 soal syarat maju Pilpres 2024.


 

“Bukan diputus demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagaimana irah-irah dalam putusan MK, tetapi demi kepentingan memupuk kuasa. Secara moral dan politik, Putusan 90 kehilangan legitimasi,” ucap Ismail.

Baca Juga: Temuan ICW, 56 Mantan Terpidana Korupsi Calonkan Diri pada Pemilu 2024 di Nomor Urut 1 dan 2

“Untuk memulihkan marwah mahkamah, SETARA Institute mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim MK, sehingga tidak lagi membebani mahkamah.”



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x