Kompas TV nasional hukum

Pakar Hukum Sebut Putusan MK Bisa Dianggap Tidak Sah jika Terbukti Ada Benturan Kepentingan

Kompas.tv - 24 Oktober 2023, 07:20 WIB
pakar-hukum-sebut-putusan-mk-bisa-dianggap-tidak-sah-jika-terbukti-ada-benturan-kepentingan
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti di Program Kompas Petang, Senin (23/10/2023), menilai ada pelanggaran etik oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutus gugatan batas usia capres dan cawapres. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Vyara Lestari

"Jadi seandainya ditemukan pelanggaran yang sangat berat, itu pun terhadap putusannya tidak akan mengubah apa pun," imbuhnya.

Ia menilai, ada pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam memutuskan gugatan terkait batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).


Bivitri menjelaskan, pelanggaran etik yang sangat tampak adalah adanya benturan kepentingan antara Ketua MK Anwar dengan permohonan yang diajukan pemohon mengenai pasal 169 huruf q UU Pemilu, yang menyebutkan nama Gibran Rakabuming Raka, keponakan Anwar.

"Menurut saya ada, karena yang paling kelihatan adalah benturan kepentingan, antara Ketua MK dengan nama yang disebut oleh pemohon di dalam permohonannya, ini permohonan yang dikabulkan, langsung terlihat jelas," tegasnya.

"Orang yang akan mengambil keuntungan, walaupun bukan pemohon, tapi disebut namanya, itu memang keponakan dari Ketua MK, itu yang paling jelas," imbuhnya.

Baca Juga: Presiden Jokowi, Ketua MK Anwar Usman, Gibran, dan Kaesang Dilaporkan ke KPK Dugaan Kolusi Nepotisme

Hingga Senin (23/10/2023), sudah ada 7 laporan dugaan pelanggaran etik yang tertuju kepada Ketua MK Anwar Usman dalam memutus Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023.

Pada Senin (16/10/2023), MK mengabulkan sebagian permohonan dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menggugat batas usia capres dan cawapres yang diatur dalam pasal 169 huruf q Undang-Undang No 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum (Pemilu).

Permohonan itu diajukan mahasiswa asal Kota Solo bernama Almas Tsaqib Birru, yang ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi, kabupaten atau kota.

MK menyatakan Pasal 169 huruf q UU Pemilu yang menyatakan 'berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun' bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.

Pasal tersebut melancarkan pencalonan Wali Kota Solo/Surakarta Gibran Rakabuming Raka, yang notabene keponakan Ketua MK Anwar Usman, sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres) Prabowo Subianto.

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x