Kompas TV nasional hukum

Pakar Hukum Sebut Putusan MK Bisa Dianggap Tidak Sah jika Terbukti Ada Benturan Kepentingan

Kompas.tv - 24 Oktober 2023, 07:20 WIB
pakar-hukum-sebut-putusan-mk-bisa-dianggap-tidak-sah-jika-terbukti-ada-benturan-kepentingan
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti di Program Kompas Petang, Senin (23/10/2023), menilai ada pelanggaran etik oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam memutus gugatan batas usia capres dan cawapres. (Sumber: Tangkapan layar Kompas TV)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengatakan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bisa dianggap tidak sah jika terbukti ada benturan kepentingan.

"Satu catatan, kalau nanti terbukti ada benturan kepentingan, sebenarnya ada satu pasal di MK yang bilang, kalau memang ada benturan kepentingan, keputusan itu tidak sah. Itu ada di dalam undang-undang," tegas Bivitri dalam Program Kompas Petang, Kompas TV, Senin (23/10/2023).

Ia tak menjelaskan lebih jauh terkait pasal yang dimaksud. Namun, ia mengingatkan bahwa putusan pengadilan MK adalah upaya hukum terakhir, sehingga langsung bersifat final dan mengikat.

"Kalau putusan pengadilan, itu memang hanya bisa dikoreksi melalui upaya hukum berikutnya, atau upaya hukum yang tersedia, dalam konteks putusan MK memang tidak ada upaya hukum yang bisa dilakukan," jelasnya.

"Langsung final dan mengikat," sambung Dosen Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera itu.

Ia menegaskan, putusan MK tidak bisa diganggu-gugat, kecuali suatu saat ada pihak yang memohon perkara yang sama.

"Sebelum semua proses berlangsung, putusan itu memang tidak bisa diapa-apakan lagi, kecuali nanti suatu saat ada lagi yang memohonkan perkara yang sama," ujarnya.

Baca Juga: Pakar Hukum Tata Negara Tegaskan Pelanggaran Etik Ketua MK dalam Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Terkait dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh hakim MK, Bivitri menerangkan bahwa hal tersebut tak akan mengubah putusan yang sudah diputuskan di dalam pengadilan oleh para hakim MK.

"Yang dipermasalahkan dalam etik adalah, perilaku dari hakim yang memutus perkara itu," kata peraih gelar Master of Laws di Universitas Warwick, Inggris ini.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x