Kompas TV nasional humaniora

Guru Besar UI Minta Pemerintah Tak Sepelekan Kasus Kematian Pertama akibat Virus Oz

Kompas.tv - 27 Juni 2023, 22:25 WIB
guru-besar-ui-minta-pemerintah-tak-sepelekan-kasus-kematian-pertama-akibat-virus-oz
Ilustrasi. Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) Tjandra Yoga Aditama mengimbau pemerintah tidak menganggap remeh laporan kematian yang disebabkan Virus Oz. (Sumber: Antara)
Penulis : Dina Karina | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK-UI) Tjandra Yoga Aditama mengimbau pemerintah tidak menganggap remeh laporan kematian yang disebabkan Virus Oz.

Adapun kematian pertama akibat virus itu terjadi di Jepang beberapa waktu lalu. 

“Kita tidak boleh menyepelekan adanya laporan penyakit baru, tapi juga jangan khawatir berlebihan. Jangan pula terlalu cepat membuat kesimpulan, karena memang data ilmiah belumlah lengkap tersedia,” kata Tjandra seperti dikutip dari Antara, Selasa (27/6/2023).

Tjandra yang juga merupakan Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI itu mengatakan, akan selalu ada laporan tentang jenis penyakit baru dari berbagai negara. 

Saat pertama kali kasus baru atau kematian ditemukan, sebaiknya pemerintah langsung mengkaji secara rinci dampak penularannya, baik dari sisi klinik maupun epidemiologinya bersama dengan para ahli. Meskipun dalam tahap awal, kemungkinan besar belum tersedia penjelasan ilmiah yang pasti.

Baca Juga: Pengakuan Intelijen AS, Tak Ada Bukti Langsung Covid-19 Berasal dari Kebocoran Laboratorium China

“Makanya, hal yang perlu kita lakukan sekarang adalah mengikuti secara mendalam perkembangan data ilmiah tentang kasus ini, tentu dari sumber yang dipercaya dalam setidaknya dua bentuknya, yaitu keterangan resmi dari sebuah badan negara atau dunia,” ujar Tjandra. 

Menurutnya, pemerintah juga bisa melakukan kajian lewat  hasil penelitian yang dipublikasi resmi, bukan dalam pesan Whatsapp (WA) berantai tanpa sumber yang jelas.

Ia menambahkan, ada atau tidaknya penyakit baru, pemerintah tetap harus menjaga dan menjamin pengawasan selalu berjalan secara baik, setidaknya dalam tiga bentuk.

Yaitu pengawasan berbasis gejala, berbasis laboratorium, bahkan sampai tahap genomik.

Baca Juga: Meski Sudah Masuk Endemi Covid-19, IDI Minta Pemerintah Tetap Berikan Vaksin Dosis Ke-4!

“Sementara untuk ruang lingkup surveilans (pengawasan) yang perlu diperhatikan adalah surveilans klinis pada pasien, surveilans epidemiologik di komunitas, surveilans pada hewan yang mungkin berdampak pada kesehatan manusia dan surveilans keadaan lingkungan yang mungkin berdampak pada kesehatan manusia,” tutur mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara itu.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan Virus Oz dapat menyebabkan manusia yang terkena infeksi virus tersebut mengalami radang otak hingga menyebabkan kematian.

“Di Indonesia belum ditemukan (kasus akibat Virus Oz),” ucap Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu, Senin (26/6).


Maxi menjelaskan, Virus Oz adalah anggota baru dari genus Thogotovirus. Pertama kali virus ini diisolasi dari kumpulan tiga nimfa kutu Amblyomma Testudinarium yang dikumpulkan di Prefektur Ehime, Jepang, pada tahun 2018.

Virus itu diketahui mempunyai sifat zoonosis atau ditularkan melalui hewan yang biasanya berupa satwa liar seperti monyet, rusa, dan tikus, ke manusia.

Baca Juga: Ini Penjelasan Menko PMK soal Perawatan Pasien Covid-19 di Masa Endemi Bayar

Ketika Thogotovirus mengenai tubuh manusia, ia dapat menimbulkan radang otak (ensefalitis), penyakit demam, pneumonia, hingga kematian. Namun cara penularan ke manusia belum diketahui dengan pasti, kemungkinan tertular dari gigitan kutu yang membawa virus tersebut.

“Diagnosis dilakukan sebagai diagnosis banding pada gejala demam yang tidak diketahui penyebabnya dan ada riwayat terjadi setelah digigit kutu. Penegakan diagnosis dengan pemeriksaan laboratorium virologi melalui pemeriksaan ELISA,” terangnya. 

Sesuai dengan informasi dari NIID Tokyo, antibodi terhadap Virus Oz ditemukan pada monyet liar, babi hutan, dan rusa yang berhabitat di Prefektur Chiba, Tokyo, Gifu, Mie, Wakayama, Yamaguchi, dan Oita.

“Selain itu dua pemburu di Yamaguchi juga dilaporkan positif antibodi. Secara demografis, Thogotovirus juga sudah menyebar di banyak wilayah di dunia,” tuturnya. 

Dengan demikian, Maxi mengimbau agar infeksi tidak semakin meluas, tindakan mitigasi yang sejak kini sudah bisa dilakukan adalah dengan mengedukasi peternak tentang sanitasi yang baik di peternakan, mengenakan pakaian lengan dan celana panjang saat pergi ke daerah berumput atau semak-semak, dan menggunakan losion anti-serangga.

Baca Juga: Kepala BNN Ungkap Peredaran Narkoba Naik Signifkan setelah Pandemi Covid-19 Usai

Sebagai informasi, seorang perempuan Jepang berusia 70-an dilaporkan telah meninggal setelah 26 hari dirawat di rumah sakit. Ia menjadi korban pertama infeksi lewat kutu di dunia setelah terkena Virus Oz di Provinsi Ibaraki Timur, Tokyo Utara, menurut otoritas setempat pada Jumat (23/6).

Menurut Kementerian Kesehatan Jepang dan pemerintah setempat, perempuan tersebut mencari pertolongan medis pada musim panas 2022 usai mengalami gejala seperti demam dan kelelahan.

Kondisinya semakin menurun setelah awalnya terdiagnosa pneumonia, sehingga dirinya harus dirawat di rumah sakit. Selama penyembuhan, dokter mendapati sebuah kutu yang semakin membesar di paha atas bagian kanan. Dia akhirnya meninggal 26 hari setelah dirawat di rumah sakit karena peradangan otot jantung miokarditis.

 




Sumber : Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x