Kompas TV nasional rumah pemilu

Pemilu 1999: Euforia Politik di Tengah Ketergesaan

Kompas.tv - 15 Februari 2023, 06:40 WIB
pemilu-1999-euforia-politik-di-tengah-ketergesaan
Bendera peserta pemilu 1999 (Sumber: Kompas.com-)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Hariyanto Kurniawan

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemilu 1999 adalah pemilu pertama di era reformasi setelah 32 tahun kekuasaan Orde Baru runtuh. Salah satu dorongan dari banyak elemen masyarakat adalah segera menggelar pemilu yang jujur dan adil. 

Kala itu, berbagai eleman masyarakat meyakini bahwa pemilu akan segera mengakhiri berbagai kemelut, setelah Indonesia dilanda krisis ekonomi sejak 1997 berlanjut krisis politik dan kepemimpinan. 

Dikutip dari buku "Pemilihan Umum 1999: Demokrasi atau Rebutan Kursi?" terbitan LSPP (1999) menyebutkan bahwa berlarut-larutnya penuntasan KKN (kolusi Korupsi dan Nepotisme), tak tertangkapnya biang kelada kerusuhan selama dua tahun terakhir dan Skandal Bank Bali memperkuat anggapan itu.

"Karena itu tak ada pilihan lain selain mempercepat pemilu yang semula dijadwalkan berlangsung pada 2002," demikian catatan dari buku tersebut.

Baca Juga: Pemilu 1999 Ada Partai Masyumi Baru, Yusril: Hasilnya Tak Menggembirakan

Maka di tengah euforia politik pasca kejatuhan Soeharto, Sidang Istimewa MPR pun membuat keputusan bulat pada November 1998 bahwa pemungutan suara akan dilaksanakan pada 7 Juni 1999. Keputusan ditetapkan melalui ketetapan MPR No XIV/MPR/1999 tentang Pemilu.

 


 

Itu berarti, MPR ngebut dalam tempo tujuh bulan untuk mempersiapkan hari pencoblosan. Bandingkan dengan pemilu-pemilu sebelumnya yang selalu punya waktu tahunan. Bahkan pemilu 1955 saja, butuh persiapan dua tahun.

Demi mengejar tenggat waktu, maka MPR mempersiapkan paket undang-undang pemilu yang dikerjakan hanya dalam tempo beberapa bulan saja. Kebetulan, draf rancangan undang-undang sudah dipersiapkan sejak Mei 1998 oleh Tim tujuh yang dipimpin oleh Ryaas Rasyid, Dirjen Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri. 

Di tengah masyarakat yang sedang menikmati kebebasan dalam berdemokrasi, para wakil rakyat justeru berdebat sengit membahas paket UU Pemilu. Bahkan, timbul semacam kesepakatan aneh di tengah wakil rakyat bahwa pembahasan RUU Politik harus tuntas 28 Januari 1999 apa pun caranya.

"Setelah pembahasan macet, lobi-lobi makin gencar, dan rapat-rapat setengah kamar makin banyak digelar," demikian catatan dari buku tersebut. 

Sementara jumlah parpol peserta pemilu yang sudah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) jumlahnya mencapai 148 parpol. Ini pun menimbulkan masalah, bagaimana menyeleksi parpol yang tiba-tiba tumbuh bak cendawan di musim hujan itu.

Pemerintah yang dipimpin Presiden BJ Habibie tak mau ambil risiko. Maka diserahkanlah urusan menyeleksi parpol ini kepada para tokoh masyarakat yang independen dengan membentuk Panitia Persiapan Pembentukan Komisi Pemilihan Umum (P3KPU) atau lebih dikenal dengan Tim 11, karena terdiri atas 11 orang tokoh masyarakat. Tim dipimpin oleh cendekiawan muslim Nurcholis Madjid (1939-2005).

Setelah melewati berbagai tahap saringan dan verifikasi, hanya 48 parpol yang dinyatakan layak ikut pemilu. 

Ketika hari pencoblosan tiba, tercatat 117 juta pemilih datang ke bilik suara. Hari pencoblosan berjalan damai dan tertib. Namun polisi menyebut 19 tewas dan 35 luka selama kampanye hingga pencoblosan. 

Harian Kompas 4 Juni 1999 menuliskan, terjadi 5.009 jumlah pelanggaran, menurun dibandingkan pemilu 1997 dengan 9.807 kasus.  

Baca Juga: Isi Empat Ikrar Pemilu 2024, Dideklarasikan KPU Bersama Parpol Pas Setahun Jelang Coblosan Serentak

Suara terbanyak diraih PDI Perjuangan dengan 30,8 persen atau 154 kursi DPR disusul Golkar 24,0 persen dan 120 kursi. 

Di tengah eforia politik, pemilu terselenggara dengan penuh ketergesaan karena menginginkan secepatnya terbentuk pemerintahan yang absah lewat hasil pemilu. Di sisi lain, kondisi ekonomi masih belum pulih akibat krisis. Namun, banyak yang mencatat bahwa Pemilu 1999 merupakan kembalinya kegembiraan dalam berpolitik.

Dalam buku yang merupakan riset media atas suasana kampanye tahun 1999 mencatat,  "Kegembiraan massa sepertinya tidak terganggu oleh percikan api yang ditimbulkan oleh bentrokan beberapa pendukung partai itu. Hampir semua daerah suasana kampanye tetap saja meriah. Di Jakarta, misalnya, para pendukung masing-masing partai, terutama partai-partai besar, makin hari makin banyak meramaikan jalanan."

 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x