Kompas TV nasional peristiwa

Pemilu 1955: Eksperimen Demokrasi di Tengah Keterbatasan dan Jatuh Bangun Pemerintahan

Kompas.tv - 14 Februari 2023, 08:10 WIB
pemilu-1955-eksperimen-demokrasi-di-tengah-keterbatasan-dan-jatuh-bangun-pemerintahan
Suasana jelang Pemilu 1955 (Sumber:Kompas.com/Kemdikbud.goi.id)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Pemilu 1955 adalah pemilu pertama yang diselenggarakan oleh pemerintah Indonesia, sepuluh tahun setelah proklamasi kemerdekaan.

Sebenarnya, amanat untuk menyelenggarakan pemilu sudah ditetapkan pada 1946 atau setahun setelah kemerdekaan, melalui Maklumat November 1945.

Namun hasrat menggelora itu urung terlaksana karena ketidaksiapan pemerintah termasuk perangkat perundang-undangan, disebabkan kondisi negara yang belum stabil. 

Gagal pemilu 1946, bukan berarti mundur. Justru persiapan semakin dimatangkan.

Mengutip buku Pemilu Indonesia dalam Angka dan Fakta yang diterbitkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) tahun 2000, indikasi untuk melaksanakan pesta demokrasi itu selangkah lebih maju melalui terbentuknya Undang-Undang nomor 27 tahun 1948 tentang pemilu yang kemudian diubah menjadi UU no.12 tahun 1949. 

Baca Juga: Poros Politik Islam, Berkaca Pada Pemilu 1955, 1999 dan Harapan 2024

Memasuki paruh tahun 1950, kabinet Mohammad Natsir (dari Masyumi) memasukkan pemilu sebagai salah satu programnya.

Meski kabinet Natsir hanya bertahan selama enam bulan, namun warisan program ini dilanjutkan dengan terus membahas perangkat pemilu.

Akhirnya pada masa kabinet Wilopo (dari PNI) pada 1953, lahirlah Undang-Undang Nomor 7 tahun 1953 tentang Pemilu. Dengan demikian, UU sebelumnya dilebur ke dalam beleid yang baru ini.


Tapi di bawah kabinet Ali Sastroamidjojo, pemilu secara resmi diumumkan termasuk mengenai tahapan kampanye yang harus dilewati.

Di hari pencoblosan, kabinet Ali Sostroamidjojo sudah berpindah ke tangan Burhanuddin Harahap, yang merupakan koalisi sejumlah partai.

Hanya dalam tempo kurang dari lima tahun, kabinet jatuh bangun, dan pemerintahan terus berganti. Namun pemilu tetap digelar.  

Akhirnya pemilu dilaksanakan dua tahap, pada 29 September untuk memilih anggota DPR dan pada 15 Desember untuk memilih anggota konstituante yang akan bertugas menyusun konstitusi.

Pelaksanaan dua pemilu di tahun yang sama itu, menurut catatan sejarah, berlangsung aman dan demokratis. 

Pada pemilu itu, peserta tidak hanya berasal dari partai politik, tetapi juga organisasi massa bahkan calon perorangan. Misalnya tercatat nama R. Soedjono Prawirisoedarso dan L.M. Idrus Effendi. 

Pemilihan anggota DPR diikuti oleh 36 partai politik, 34 organisasi massa, dan 48 calon perorangan.

Sementara itu, pemilihan anggota konstituante diikuti oleh 39 partai politik, 23 organisasi massa, dan 29 calon perorangan.

Baca Juga: Simak, Ini Tutorial Buat Akun di Aplikasi e-Coklit Pantarlih Pemilu 2024 dan Cara Kerjanya

Biaya yang dihabiskan lebih dari 479 juta untuk membayar honor penyelenggara, cetak surat suara hingga bilik coblos. Jumlah pemilih mencapai lebih dari 37 juta peserta.

Namun sayang, setelah Pemilu 1955, kesinambungan pemilu tak berjalan setelah Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit presiden 5 Juli 1959 untuk kembali kepada Undang-Undang 1945.
 



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x