Kompas TV nasional hukum

Dua Alasan Richard Eliezer Tak Dianggap sebagai Justice Collaborator oleh Kejaksaan Agung

Kompas.tv - 23 Januari 2023, 15:13 WIB
dua-alasan-richard-eliezer-tak-dianggap-sebagai-justice-collaborator-oleh-kejaksaan-agung
Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Richard Eliezer, saat sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (31/10/2022). (Sumber: KOMPAS/IVAN DWI KURNIA PUTRA)
Penulis : Nadia Intan Fajarlie | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Ketut Sumedana menjelaskan dua alasan pihaknya tidak mengategorikan Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E, sebagai justice collaborator atau saksi pelaku dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.

Pertama, menurut Ketut, secara yuridis kasus pembunuhan berencana bukan tergolong tindak pidana tertentu yang diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (MA) Nomor 4 Tahun 2011. Sehingga kejaksaan tidak mengakui status Bharada E sebagai justice collaborator.

"Khusus perkara pembunuhan berencana, secara limitatif atau secara tegas tidak diatur mengenai itu (justice collaborator)," kata Ketut dalam video yang diunggah Kejaksaan RI di media sosial, Minggu (22/1/2023).

Ia menjelaskan, tindak pidana tertentu sudah dijelaskan secara tegas dalam Surat Edaran MA No. 4 Tahun 2011, yaitu tindak pidana yang terorganisir.

"Yaitu tindak pidana narkotika, korupsi, tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan human trafficking atau perdagangan manusia," jelasnya.

Baca Juga: Kejagung Ungkap Alasan Tuntutan Hukuman Putri Candrawathi Sama dengan Ricky Rizal dan Kuat Maruf

Kedua, ia mengungkapkan, alasan terpenting Kejagung tidak mengakui Bharada E sebagai justice collaborator karena ia termasuk klaster pertama yang merupakan pelaku utama dalam kasus pembunuhan Brigadir J.

"Yang menjadi pertimbangan paling penting di sini adalah, bahwa mereka termasuk klaster pertama, yaitu klaster pelaku utama dalam satu tindak pidana, itu jelas secara undang-undang tidak dibenarkan," ujarnya.

Ia menekankan, Kejagung menghargai Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang memberikan rekomendasi terhadap Bharada E sebagai saksi pelaku.

"Kami hargai dan kami akomodir dalam surat tuntutan, sehingga Bharada E ini mendapatkan keringanan hukuman daripada pelaku utama, yaitu Ferdy Sambo," terangnya.

"Sehingga sangat jauh jaraknya. Ferdy Sambo kami berikan tuntutan seumur hidup, sedangkan Bharada E di sini kami berikan tuntutan 12 tahun," imbuhnya.

Baca Juga: Kejaksaan Agung Jelaskan Alasan Perbedaan Tuntutan Hukuman untuk Ferdy Sambo Cs: Ada 3 Klaster

Menurut Ketut, jaksa sudah memberikan keringanan hukuman dalam tuntutan Bharada E, karena termasuk saksi yang kooperatif dan berkata jujur di dalam persidangan.

"Kalau seandainya dia tidak melakukan itu, kami samakan tuntutannya dengan Ferdy Sambo," ungkapnya.

Ketut pun menekankan status justice collaborator ditentukan oleh majelis hakim. Sedangkan pihaknya hanya memberi rekomendasi.

Ia menilai proses persidangan masih panjang, sehingga masyarakat perlu menunggu keputusan majelis hakim.

Sebelumnya, Ketut menerangkan, jaksa penuntut umum (JPU) membagi terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J menjadi tiga klaster.

Klaster pertama ialah orang-orang atau terdakwa yang secara langsung menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, yakni Ferdy Sambo dan Bharada E.

"Di mana klaster itu adalah ada Ferdy Sambo sebagai intellectual dader dan Eliezer sebagai dader atau sebagai eksekutor daripada tindak pidana pembunuhan berencana ini," tutur Ketut.

Baca Juga: Ketua IPW Sebut Ada Pihak yang Tak Ingin Ferdy Sambo Dihukum Mati, Ini Alasannya

Klaster kedua terdiri dari Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal Wibowo yang mengetahui adanya suatu tindak pidana pembunuhan berencana, tetapi tidak secara langsung menyebabkan kematian atau menghilangkan nyawa orang lain. 

"Rumpun yang kedua ini mereka tidak berbuat untuk melakukan suatu tindak pidana secara langsung, tapi dia mengetahui suatu tindak pidana dan mengetahui suatu proses perencanaan tapi tidak berbuat apa-apa untuk menghentikan, tidak menghalangi, atau memberikan saran agar tindak pidana itu tidak terjadi," jelasnya.

Klaster ketiga ialah orang-orang yang melakukan tindak pidana perintangan penyidikan atau obstruction of justice, yakni Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.

"Klaster yang ketiga adalah pascaterjadinya pembunuhan, yaitu orang-orang yang melakukan tindakan obstruction of justice di luar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 yang kami dakwakan," terang Ketut.

Baca Juga: Soal Gerakan Bawah Tanah Ringankan Vonis Sambo, KY: Statement Mahfud MD Bisa Dipertanggungjawabkan

Sebagaimana diberitakan KOMPAS.TV sebelumnya, JPU di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menuntut majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman seumur hidup bagi Ferdy Sambo.

Selain itu, JPU menuntut hakim memberikan hukuman penjara 12 tahun kepada Bharada E. Lalu, terdakwa Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal Wibowo dituntut delapan tahun penjara.

Para terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J didakwa melanggar Pasal 340 KUHP juncto (jo) Pasal 55 Ayat (1) ke-1.

Sedangkan terdakwa perintangan penyidikan didakwa dengan Pasal 49 jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 ayat 1 jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.


 




Sumber : Kompas TV/Kejaksaan RI


BERITA LAINNYA



Close Ads x