Kompas TV nasional peristiwa

Polri Klaim Gas Air Mata Kedaluwarsa Kadar Kimianya Berkurang, TGIPF: Justru Malah Mematikan

Kompas.tv - 11 Oktober 2022, 07:20 WIB
polri-klaim-gas-air-mata-kedaluwarsa-kadar-kimianya-berkurang-tgipf-justru-malah-mematikan
Ilustrasi. Polisi dan tentara berdiri di tengah kabut gas air mata dalam pertandingan Arema vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10/2022). Kekacauan dalam pertandingan ini menewaskan 125 orang. (Sumber: Yudha Prabowo/Associated Press)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Polri mengakui menggunakan gas air mata yang sudah kedaluwarsa untuk menghalau massa saat terjadi kericuhan pascapertandingan Arema FC melawan Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Tmur.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo menjelaskan soal penggunaan gas air mata yang sudah kedaluwarsa tersebut.

Baca Juga: Fakta Polisi Tembakkan Gas Air Mata Kedaluwarsa ke Aremania di Kanjuruhan, Kedaluwarsa Sejak 2021

Dedi mengatakan beberapa gas air mata yang digunakan usai laga Arema FC melawan Persebaya Suarabaya itu sudah kedaluwarsan sejak tahun lalu.

"Ada beberapa yang ditemukan (gas air mata) tahun 2021, saya masih belum tahu jumlahnya, tapi ada beberapa,” kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022).

Namun demikian, Dedi menuturkan, gas air mata yang digunakan saat kericuhan di Stadion Kanjuruhan lebih banyak yang masih berlaku masa pakainya ketimbang yang sudah kedaluwarsa.

Terkait gas air mata yang sudah kedaluwarsa itu, Dedi menjelaskan bahwa setiap gas air mata mempunyai batas waktu penggunaan.

Baca Juga: Polri: Belum Ada Jurnal Ilmiah yang Sebut Gas Air Mata Mengakibatkan Orang Meninggal Dunia

Tapi, menurut dia, gas air mata kedaluwarsa berbeda dengan makanan kedaluwarsa yang menimbulkan jamur dan bakteri, sehingga bisa mengganggu kesehatan.


Pada gas air mata yang berbahan dasar kimia, lanjut Dedi, kebalikan dari sifat makanan jika telah kedaluwarsa karena kadar kimianya berkurang, sehingga efektivitasnya juga berkurang ketika ditembakkan.

Ketika gas air mata sudah kedaluwarsa ditembakkan, Dedi menyebut, akan terjadi partikel-partikel seperti serbuk bedak.

Ketika terjadi ledakan, maka timbul partikel-partikel lebih kecil yang dihirup. Kemudian ketika mengenai mata mengakibatkan perih.

Baca Juga: Kameraman Disebut Sudah Cium Gelagat akan Ada Kericuhan Saat Laga Arema vs Persebaya di Kanjuruhan

"Jadi, kalau misalnya sudah expired, justru kadarnya berkurang secara kimia, kemudian kemampuan gas air mata ini juga menurun," kata Dedi.

Berbeda dengan klaim Polri, Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan justru menyatakan polisi telah melakukan pelanggaran dalam kericuhan yang terjadi di Stadion Kanjuruhan.

Pelanggaran yang dilakukan polisi itu karena telah penggunaan gas air mata yang ternyata masa pakai berlakunya telah habis atau kedaluwarsa.

"Tentu itu adalah penyimpangan, tentu itu adalah pelanggaran," kata anggota TGIPF Rhenald Kasali di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (10/10/2022).

Baca Juga: Peran 3 Polisi Tersangka Tragedi Kanjuruhan, Acuhkan Aturan FIFA-Perintahkan Tembak Gas Air Mata

Rhenald menjelaskan kepolisian sekarang ini bukanlah military police atau bukan polisi yang berbasis militer. Melainkan, civilian police.

Oleh karena itu, kata Rhenald, penggunaan senjata oleh pihak kepolisian seharusnya tujuannya adalah untuk melumpuhkan, bukan mematikan.

"Jadi, bukan senjata untuk mematikan, melainkan senjata untuk melumpuhkan supaya tidak menimbulkan agresivitas," ujarnya.

"Namun, yang terjadi adalah justru mematikan. Jadi, ini harus diperbaiki."

Rhenald menuturkan, tim pencari fakta sudah curiga adanya gas air mata yang ditembakkan ke arah tribun penonton sudah dalam kondisi kedaluwarsa.

Baca Juga: Kronologi Tragedi Kanjuruhan Versi Polri, Tembakan Gas Air Mata Bikin Panik Penonton di Tribun

Kecurigaan itu, kata dia, terlihat dari efek samping yang dialami oleh para korban karena mengalami perubahan pada matanya yang mulai menghitam dan memerah.

Saat ini, Rhenald Kasali menambahkan bahwa pihaknya sudah membawa gas air mata kedaluwarsa itu ke laboratorium untuk diperiksa.

"Ini sedang dibahas di dalam (tim). Jadi, memang ada korban yang hari itu dia pulang tidak merasakan apa-apa, tetapi besoknya matanya mulai hitam," ucap Rhenald.

"Setelah itu, matanya menurut dokter perlu waktu sebulan untuk kembali normal. Itu pun kalau bisa normal."

Adapun temuan gas air mata kedaluwarsa ini kali pertama diungkapkan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berdasarkan informasi yang diperolehnya. Saat ini informasi tersebut sedang didalami.

Baca Juga: Hasil Penelusuran Komnas HAM: Kerusuhan di Kanjuruhan Bukan karena Suporter Masuk ke Lapangan

 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x