Kompas TV nasional hukum

3 Hal yang Harus Dilakukan usai Hakim Agung Sudrajad Dimyati Terjerat Kasus Suap Menurut ICW

Kompas.tv - 24 September 2022, 10:15 WIB
3-hal-yang-harus-dilakukan-usai-hakim-agung-sudrajad-dimyati-terjerat-kasus-suap-menurut-icw
Hakim Agung Mahkamah Agung Sudrajad Dimyati (dua dari kanan) mengenakan rompi tahanan KPK usai diperiksa di Gedung Merah Putih, KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022). (Sumber: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww)
Penulis : Switzy Sabandar | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak tiga hal yang harus segera dilakukan seusai hakim agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dalam siaran pers yang dirilis ICW, Jumat (23/9/2022), tiga hal tersebut, meliputi:

  1. Mahkamah Agung (MA) segera melakukan evaluasi secara menyeluruh untuk memastikan integritas, terutama hakim, baik di MA maupun lembaga peradilan di bawahnya.
  2. MA bersama Komisi Yudisial (KY) dan KPK, berkoordinasi untuk melakukan pemetaan terhadap potensi korupsi di lembaga pengadilan agar dapat dijadikan rujukan pembentukan kebijakan pengawasan.

  3. KPK mengembangkan perkara dan menindak seluruh pihak yang diduga terlibat dalam perkara ini, untuk memastikan pemberantasan mafia peradilan berjalan optimal.

Baca Juga: Kecam Hakim Agung Sudrajad Dimyati, Mahfud MD: Jangan Beri Ampun Hakim Terlibat Korupsi!

Menurut ICW, kasus Sudrajad Dimyati juga menambah panjang daftar hakim yang terjerat korupsi. Berdasarkan data KPK, sejak lembaga antirasuah itu berdiri, tak kurang 21 hakim terbukti melakukan praktik lancung.

Terkait kasus suap yang menjerat Sudrajad, ICW menyoroti sejumlah poin yang penting untuk diurai.

Pertama, mengenai rekam jejak hakim Sudrajad Dimyati yang dinilai memang bermasalah.

Pada 2013, kata ICW, Sudrajad diduga berusaha menyuap anggota Komisi III DPR RI dalam proses fit and proper test calon hakim agung. Setelah diperiksa oleh KY, ia akhirnya gagal menjadi hakim agung pada 2013.

Namun setahun kemudian, ia dipilih menjadi hakim agung kamar perdata.

"Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa proses seleksi calon hakim agung tidak mengedepankan nilai-nilai integritas," ungkap ICW.

Kedua, lemahnya proses pengawasan lembaga baik oleh Badan Pengawas MA maupun KY, semakin membuka celah terjadinya korupsi di sektor peradilan.

"Kondisi tersebut memungkinkan masih banyaknya oknum hakim dan petugas pengadilan yang korup namun tidak teridentifikasi oleh penegak hukum."

Pada saat yang sama, jika dilihat beberapa tahun terakhir, kata ICW, kinerja MA justru mendapat banyak sorotan dari masyarakat. Beberapa di antaranya adalah pengenaan hukuman ringan terhadap pelaku korupsi yang berulang.

"Berdasarkan data tren vonis yang dikeluarkan oleh ICW, tercatat pada tahun 2021 rata-rata vonis pengadilan hanya mencapai 3 tahun 5 bulan," tulis ICW.

Tak hanya itu, bukannya melakukan perbaikan untuk memaksimalkan pemberian efek jera, MA dinilai justru banyak mengobral diskon pemotongan masa hukuman melalui proses Peninjauan Kembali (PK).

"Pada tahun 2021 tercatat ada 15 terpidana korupsi yang dikurangi hukumannya melalui upaya hukum luar biasa tersebut," kata ICW.


Baca Juga: ICW: Kasus Suap Hakim Agung Jadi Momentum Pendalaman LHKPN

ICW juga menilai MA berkontribusi terhadap pembebasan bersyarat 23 napi korupsi beberapa waktu lalu.

"Melalui uji materil Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan, MA justru membatalkan regulasi yang secara ketat mengatur syarat pemberian remisi maupun pembebasan bersyarat, untuk terpidana kasus korupsi."

Kronologi OTT KPK yang Akhirnya Jerat Hakim Agung

Hakim agung Sudrajad Dimyati ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penanganan perkara di MA setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan pada Kamis (22/9/2022) dini hari.

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, OTT tersebut berawal dari informasi penyerahan uang yang dilakukan pengacara Eko Suparno kepada Pegawai Kepaniteraan MA, Desy Yustria.

Informasi tersebut didapat KPK pada Rabu (21/9/2022) sekitar pukul 16.00 WIB.

Selang beberapa waktu, Kamis (22/9/2022) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB, tim KPK kemudian bergerak dan mengamankan Desy di rumahnya beserta uang tunai sejumlah sekitar 205 ribu dolar Singapura. 

Secara terpisah, tim KPK juga langsung mencari dan mengamankan pengacara Yosep Parera dan Eko Suparno yang berada di wilayah Semarang, Jawa Tengah guna dimintai keterangan. 

"Para pihak yang diamankan beserta barang bukti kemudian dibawa ke Jakarta untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan di gedung Merah Putih KPK," ujar Firli saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (23/9/2022).

Firli menambahkan seorang pegawai MA, Albasri, datang ke gedung Merah Putih KPK dan menyerahkan uang tunai Rp50 juta. Uang tersebut diduga menjadi bagian komisi pengurusan perkara.

Adapun total jumlah uang yang berhasil diamankan sebesar 205 ribu dolar Singapura dan Rp50 juta.

Tersangka Kasus Suap Hakim Agung 

"Berdasarkan hasil keterangan saksi dan bukti-bukti yang cukup maka penyidik menetapkan sebanyak 10 orang sebagai tersangka," ujar Firli. 

Para tersangka tersebut yakni;

1. Sudrajad Dimyati (SD) selaku Hakim Agung MA.
2. Elly Tri Pangestu (ETP) selaku Hakim Yustisial atau Panitera Pengganti MA.
3. Desy Yustria (DY) selaku PNS pada Kepaniteraan MA.
4. Muhajir Habibie (MH) selaku PNS pada Kepaniteraan MA.
5. Redi (RD) selaku PNS MA.
6. Albasri (AB) selaku PNS MA.
7. Yosep Parera (YP), pengacara.
8. Eko Suparno (ES), pengacara.
9. Heryanto Tanaka (HT) selaku debitur koperasi simpan pinjam Intidana.
10. Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS) selaku debitur koperasi simpan pinjam Intidana. 

Atas perbuatannya, HT, YP, ES dan IDKS sebagai pemberi suap, disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf c UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

Sedangkan SD, DS, ETP, MH, RD dan AB sebagai penerima suap, disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x