Kompas TV nasional sosok

Mengenang Brigjen Polisi Roekmini: Lawan Pemerintah di DPR, Berpihak pada Rakyat di Komnas HAM

Kompas.tv - 3 September 2022, 09:16 WIB
mengenang-brigjen-polisi-roekmini-lawan-pemerintah-di-dpr-berpihak-pada-rakyat-di-komnas-ham
Buku Mata Hati Roekmini: Nurani untuk Hak Asasi (Sumber:istimewa-)
Penulis : Iman Firdaus | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV- September bukan saja istimewa bagi Polwan yang tahun ini berulang tahun ke 74 (berdiri 1 September 1948), namun juga bagi sosok Roekmini Koesoema Astoeti.

Roekomini merupakan seorang perwira tinggi polisi berpangkat Brigadir Jenderal yang lahir pada 14 September 1938 dan meninggal pada 2 September 1996.

Dia adalah Brigjen polisi perempuan kedua dalam sejarah kepolisian di Indonesia, menyusul Brigjen Jeane Mandagi (juga sudah meninggal).

Namun Roekmini memiliki catatan karir yang tidak biasa sebagai perwira tinggi polisi. Selain pernah berkecimpung di lapangan sebagai Staf Asisten Intel Khusus di Kepolisian Wilayah 096 Yogyakarta, dia juga pernah terjun ke gelanggang Senayan sebagai bagian dari wakil Fraksi ABRI di DPR pada tahun 1990-an. 

Baca Juga: Cerita Polwan Polda Maluku Membantu PBB Dalam Misi Perdamaian

Sebagai bagian dari fraksi ABRI, ternyata Roekmini tidak menempatkan diri sebagai wakil pemerintah. Dia justeru sering mengeritik kebijakan pemerintah. Dan itu bukan sekali terjadi.

Puncaknya, dia mengeritik pembelian  kapal perang bekas milik pemerintahan Jerman.

Kasus ini kemudian diberitakan oleh majalah TEMPO dan menimbulkan kehebohan hingga tiga media dibredel kala itu.

Nahas, setelah menyampaikan kritikannya, dia di recall melalui pergantian antar waktu bersama Brigjen Syamsudin serta Brigjen J.Sembiring pada 1992.

Kala itu, mekanisme recall biasa dilakukan parpol di DPR untuk memecat anggotanya di DPR.

Perempuan kelahiran Tobo, Bojonegoro, Jawa Timur ini, ditarik kembali ke Mabes ABRI. 

Roekmini tak menyesali sikapnya. Dia bahkan mengaku akan tetap bersikap kritis.

"Kalau kemudian komentar-komentar saya dinilai terlalu keras, paling kata mereka, ya memang dari dulu Roekmini keras begitu. Yang jelas saya kan tidak mengkhianati UUD 45, Panca Sila dan ABRI," katanya waktu itu.

Karirnya pun tidak redup. Ketika Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) didirikan pada 1993, Roekmini adalah salah satu yang ditunjuk menjadi anggotanya.

Kala itu, Komnas HAM menjadi tumpuan masyarakat untuk mengadukan persoalan pelanggaran HAM.

Rupanya, kehadirannya di Komnas HAM membuat dirinya makin menunjukkan keberpihakan kepada masyarakat. Dia seolah meninggalkan baju jenderalnya.

Sehingga beberapa peristiwa tidak mengenakan sering dialami. Misalnya, pada sebuah acara diskusi di Surabaya, Jawa Timur pada 1 Mei 1994, Roekmini dicekal di sana. Alasan polisi karena tak berizin.

Seperti diberitakan Harian KOMPAS, 13 Mei 1994, Kapuspen TNI Brigjen Syarwan Hamid saat itu mengatakan pemerintah tidak keberatan bila Roekmini hadir dalam diskusi.

"Tapi tidak semua diskusi diberikan izin. Izin tidak akan diberikan untuk topik diskusi dan pembicara diskusi yang dicurigai akan menghasut," ujar Syarwan Hamid.

Kasus lain yang cukup menarik perhatian warga adalah saat Pasar Anyar Bogor terbakar pada 1996. Pasar yang usianya tua itu terbakar dan menelan korban nyawa hingga lebih dari 70 orang, jumlah fantastis untuk kebakaran pasar. Namun, pemerintah kala itu merilis "korban resmi hanya" 10 orang tewas.


Jumlah korban yang di-'diskon' ini dicurigai sebagai bentuk menutupi kesalahan pemerintah dalam mengelola fasilitas publik.   

Roekmini yang sudah jadi bagian dari Komnas HAM tak mau percaya pada laporan resmi pemerintah.

Dia menelisik sisi lain yang diabaikan, yakni adanya pengabaian terhadap keamanan rakyat.

“Dari kasus itu yang pasti adalah keselamatan pekerja tidak terpenuhi,” ujarnya.

Namun, usia Roekmini ternyata tidak panjang. Kanker tenggorokan membuatnya harus bolak-balik ke rumah sakit hingga rawat inap.

Puncaknya pada 2 September 1996, Roekmini, anak keenam dari delapan bersaudara dari pasangan R. Soedarso dan Raden Ayu Soemina, itu meninggal di Rumah Sakit Angkatan Darat Jakarta pada usia 57 tahun.

Baca Juga: Sosok 2 Polwan yang Naik Pangkat Jadi Irjen dan Brigjen, Ada yang Bukan Lulusan Akpol, Lho

Besoknya, Selasa pagi 3 September 1996,  jenazah langsung berangkat ke Yogyakarta dan kemudian dibawa ke Desa Balerejo, Kebonsari, Madiun, untuk dikebumikan di Mangunarsan, makam keluarga.

Begitu singkat jenazah berada di Jakarta hingga beberapa pejabat tinggi belum sempat memberi penghormatan terakhir, termasuk Presiden Soeharto saat itu.




Sumber : Kompas TV, Harian Kompas


BERITA LAINNYA



Close Ads x