Kompas TV nasional hukum

Kronologi Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 di TNI AU yang Rugikan Negara Rp224 Miliar

Kompas.tv - 25 Mei 2022, 05:05 WIB
kronologi-korupsi-pengadaan-helikopter-aw-101-di-tni-au-yang-rugikan-negara-rp224-miliar
Ketua KPK Firli Bahuri. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan tersangka kasus kasus korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland atau AW-101 di TNI AU yakni Irfan Kurnia Saleh untuk 20 hari kedepan. (Sumber: YouTube KPK)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Gading Persada

JAKARTA, KOMPAS.TV - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga kasus korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland atau AW-101 di TNI AU mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar.

Demikian hal tersebut diungkapkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri yang mengatakan dalam kasus ini pihaknya telah menahan tersangka yakni Irfan Kurnia Saleh (IKS).

Baca Juga: KPK Tahan Tersangka Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101 di TNI AU: Penahanan 20 Hari Kedepan

"Akibat perbuatan IKS, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sekitar Rp224 miliar dari nilai kontrak Rp738,9 miliar," kata Firli di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (24/5/2022).

Firli menambahkan KPK kini telah menahan Irfan yang merupakan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri dan pengendali PT Karsa Cipta Gemilang (KCG) mulai hari ini, Selasa (24/5/2022) setelah penetapannya sebagai tersangka sejak Juni 2017.

Firli mengungkapkan dalam konstruksi perkaranya, Irfan bersama Lorenzo Pariani, salah satu pegawai perusahaan AgustaWestland, menemui Mohammad Syafei pada Mei 2015.

Baca Juga: Finalis Puteri Indonesia Ramai-ramai Datangi KPK, Siap Bantu Pemerintah Cegah Korupsi

Diketahui, Mohammad Syafei saat itu masih menjabat sebagai Asisten Perencanaan dan Anggaran TNI AU di Cilangkap, Jakarta Timur.

Dalam pertemuan tersebut, terdapat pembahasan di antaranya terkait pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU.

"KS (Kurnia Saleh), yang juga menjadi salah satu agen AW, diduga memberikan proposal harga pada MS (Muhammad Syafei) dengan mencantumkan harga untuk satu unit helikopter AW-101 senilai 56,4 juta dolar AS," ujar Firli.

"Di mana, harga pembelian yang disepakati IKS dengan pihak AW untuk satu unit helikopter AW-101 hanya senilai 39,3 juta dolar AS (ekuivalen dengan Rp514,5 miliar)."

Baca Juga: Novel Ungkap Alasan Tak Tangkap Harun Masiku Saat Masih di KPK: Ada Intimidasi, Pimpinan Diam Saja

Selanjutnya, sekitar November 2015, panitia pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU mengundang Irfan untuk hadir dalam tahap pra-kualifikasi, dengan menunjuk langsung PT DJM sebagai pemenang proyek.

"Dan hal ini tertunda karena adanya arahan Pemerintah untuk menunda pengadaan ini karena pertimbangan kondisi ekonomi nasional yang belum mendukung," ujar Firli.

Pada 2016, pengadaan helikopter AW-101 VIP/VVIP TNI AU kembali dilanjutkan dengan nilai kontrak Rp738,9 miliar dan metode lelang melalui pemilihan khusus, yang hanya diikuti oleh dua perusahaan.

Baca Juga: Mahfud MD Libatkan BPN, KPK dan Kejagung Ancam Sikat Mafia-mafia Tanah

Dalam tahapan lelang itu, KPK menduga panitia lelang tetap melibatkan dan mempercayakan Irfan dalam menghitung nilai harga perkiraan sendiri (HPS) kontrak pekerjaan.

Adapun harga penawaran yang diajukan Irfan masih sama dengan harga penawaran di tahun 2015, yakni senilai 56,4 juta dolar AS, dan disetujui oleh pejabat pembuat komitmen (PPK).

"IKS juga diduga sangat aktif melakukan komunikasi dan pembahasan khusus dengan FA (Fachri Adamy) selaku PPK," kata Firli.

Baca Juga: KPK Tanggapi Tawaran Bantuan Tangkap Harun Masiku dari Novel Baswedan

Terkait persyaratan lelang yang hanya mengikutkan dua perusahaan, KPK menduga Irfan menyiapkan dan mengondisikan dua perusahaan miliknya mengikuti proses lelang dan disetujui oleh PPK.

"Untuk proses pembayaran yang diterima IKS diduga telah 100 persen, di mana faktanya ada beberapa item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi dalam kontrak," ujarnya.

"Itu di antaranya tidak terpasangnya pintu kargo dan jumlah kursi yang berbeda."

Firli menyatakan perbuatan tersangka Irfan itu diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Pertahanan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Pengadaan Alat Utama Sistem Senjata di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Baca Juga: Geledah 4 Lokasi, KPK temukan Catatan Tangan Berkode Khusus di Kasus Suap Wali Kota Ambon

 



Sumber : Kompas TV/Antara


BERITA LAINNYA



Close Ads x