Kompas TV nasional sosok

Sosok Lafran Pane, Pendiri HMI yang Pernah Jualan Karcis Bioskop hingga Es Lilin

Kompas.tv - 15 April 2022, 11:58 WIB
sosok-lafran-pane-pendiri-hmi-yang-pernah-jualan-karcis-bioskop-hingga-es-lilin
Sosok Lafran Pane, salah satu tokoh pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada 5 Februari 1947. (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Dian Nita | Editor : Desy Afrianti

JAKARTA, KOMPAS.TV - Lafran Pane dikenal sebagai salah satu pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) pada 5 Februari 1947.

Saat itu, salah satu tujuan Lafran Pane mendirikan HMI karena mahasiswa pada masa itu masih banyak yang belum benar-benar memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam. 

Sehingga melalui HMI, Lafran berharap para mahasiswa lebih tahu menerapkan ajaran agama dengan baik dan benar dalam kehidupan.

Lafran Pane juga dikenal sebagai figur pencari sejati. Ia kerap berpetualang di jalanan, tidur tak menentu, jualan es lilin hingga karcis bioskop.

Biodata Lafran Pane

Lafran Pane lahir di Padang Sidempuan, 5 Februari 1922. Ia merupakan anak keenam keluarga Sutan Pangurabaan Pane dari istrinya yang pertama.

Ayah Lafran Pane merupakan seorang guru sekaligus seniman Batak Mandailing di Muara Sipongi, Mandailing Natal.

Sutan Pangurabaan Pane juga termasuk salah seorang pendiri Muhammadiyah di Sipirok pada 1921.

Keluarga Lafran Pane pada dasarnya berlatarbelakang sastrawan dan seniman yang kebanyakan menulis novel, seperti kedua kakak kandungnya yaitu Sanusi Pane dan Armijn Pane.

Baca Juga: Mengenang KH Ahmad Dahlan, Pendiri Muhammadiyah yang Bergelar Pahlawan Nasional

Pendidikan Lafran Pane

Lafran kecil menempuh pendidikan pertamanya di Pesantren Muhammadiyah Sipirok (kini dilanjutkan oleh Pesantren K.H. Ahmad Dahlan di Kampung Setia dekat Desa Parsorminan Sipirok.

Dari jenjang pendidikan dasar sampai menengah Lafran Pane seringkali berpindah sekolah.

Lafran Pane meneruskan sekolah SMP di HIS Muhammadiyah, menyambung sampai ke Taman Dewasa Raya Jakarta.

Ia lantas melanjutkan pendidikan di Sekolah Tinggi Islam (STI), kini UII (Universitas Islam Indonesia). 

Ketika itu ibu kota pindah ke Yogyakarta dan STI yang semula di Jakarta juga ikut pindah ke Yogyakarta.

Sebelum lulus dari STI, Lafran pindah ke Akademi Ilmu Politik (AIP) yang sekarang menjadi Univesitas Gadjah Mada (UGM).

Bahkan, Lafran termasuk salah satu mahasiswa yang pertama kali lulus menjadi sarjana ilmu politik pada 26 Januari 1953. 

Pandangan Lafran Pane

Melansir laman HMI, Lafaran Pane merupakan sosok yang tidak mengenal lelah dalam proses pencarian jati diri, dan secara kritis mencari kebenaran sejati. 

Pada pencariannya, Lafran pernah hidup berpetualang di sepanjang jalanan kota Medan, terutama di kawasan Jalan Kesawan.

Ia bahkan tidur tidak menentu seperti pada kaki-kaki lima dan emper pertokoan, juga menjual karcis bioskop, menjual es lilin, dan lainnya.

Hal itu dilakukan Lafran agar terus secara kritis mencari kebenaran sejati dengan tanpa lelah, di mana saja, kepada saja, dan kapan saja.

Baca Juga: Mengenang Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari, Ulama Pendiri NU yang Wafat 7 Ramadan 1336 H

Pendirian HMI

Lafran Pane merasa perlu mendirikan sebuah organisasi untuk mengubah keadaan mahasiswa saat itu yang masih belum memahami dan mengamalkan ajaran Islam. 

Organisasi mahasiswa ini harus mempunyai kemampuan untuk mengikuti alam pikiran mahasiswa yang selalu menginginkan inovasi atau pembaharuan dalam segala bidang, termasuk pemahaman dan penghayatan ajaran agam Islam.

Organinasi ini juga turut mempertahankan Negara Republik Indonesia ke dalam dan ke luar, serta ikut memperhatikan dan mengusahakan kemakmuran rakyat.

Lafran beberapa kali mengadakan pertemuan untuk menggagas hal tersebut, namun berakhir dengan kegagalan.

Hingga pada Rabu tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H, bertepatan dengan 5 Februari 1947 Lafran Pane mengadakan rapat dadakan di jam kuliah Tafsir.

Pertemuan itu dilalukan di salah satu ruangan kuliah STI di Jalan Setiodiningratan (sekarang Panembahan Senopati). 

Lafran Pane yang saat itu masih menjadi mahasiswa langsung mendeklarasikan terbentuknya HMI.

“Hari ini adalah pembentukan organisasi Mahasiswa Islam, karena persiapan yang diperlukan sudah beres. Yang mau menerima HMI sajalah yang diajak untuk mendirikan HMI, dan yang menentang biarlah terus menentang, toh tanpa mereka organisasi ini bisa berdiri dan berjalan." kata Lafran kala itu.

Lafran Pane mendirikan HMI bersama 14 orang mahasiswa STI lainnya, tanpa campur tangan pihak luar.

Baca Juga: Sosok dan Jejak Muhammad Zainuddin Abdul Madjid: Ulama Kharismatik NTB, Pendiri Nahdlatul Wathan

Pada awal pembentukkannya HMI bertujuan di antaranya antara lain:

  • Mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia.
  • Menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam.

Sementara tokoh-tokoh pendiri HMI antara lain :

  1. Lafran Pane (Yogya)
  2. Karnoto Zarkasyi (Ambarawa),
  3. Dahlan Husein (Palembang),
  4. Siti Zainah (istri Dahlan Husein-Palembang)
  5. Maisaroh Hilal (Cucu KH.A.Dahlan-Singapura),
  6. Soewali (Jember),
  7. Yusdi Ghozali (Juga pendiri PII-Semarang),
  8. Mansyur Anwar (Malang),
  9. Hasan Basri (Surakarta),
  10. Marwan (Bengkulu),
  11. Zulkarnaen (Bengkulu),
  12. Tayeb Razak (Jakarta),
  13. Toha Mashudi (Malang),
  14. Bidron Hadi (Yogyakarta).

Hingga kini, HMI menjadi salah satu organisasi yang kadernya banyak dikenal dalam roda pemerintahan Indonesia.

Karya-karya Lafran Pane

Lafran Pane kerap menerbitkan karya tulisnya berisi pandangannya tentang politik hingga masyarakat Islam di Indonesia.

Berikut karya-karya Lafran Pane.

  • Keadaan dan Kemungkinan Kebudayaan Islam di Indonesia
  • Wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)
  • Kedudukan Dekret Presiden
  • Kedudukan Presiden
  • Kedudukan Luar Biasa Presiden
  • Kedudukan Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP)
  • Tujuan Negara
  • Kembali ke Undang-undang Dasar 1945
  • Memurnikan Pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945
  • Memurnikan Pelaksanaan Undang-undang Dasar 1945
  • Perubahan Konstitusional
  • Menggugat Eksistensi HMI 

Lafran Pane Wafat

Lafran Pane wafat pada 25 Januari 1991. Ia dimakamkan Karangkajen, Kota Yogyakarta.

Berkat jasa-jasanya, ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh Presiden Joko Widodo berdasarkan Keppres RI No. 115/TK/Tahun 2017 pada 6 November 2017.



Sumber : hmi.or.id, unkris.ac.id


BERITA LAINNYA



Close Ads x