Kompas TV nasional budaya

Memutar Waktu: Perayaan Tahun Baru Imlek di Indonesia, dari Dilarang hingga Jadi Hari Libur Nasional

Kompas.tv - 29 Januari 2022, 10:23 WIB
memutar-waktu-perayaan-tahun-baru-imlek-di-indonesia-dari-dilarang-hingga-jadi-hari-libur-nasional
Ilustrasi suasana di sekitar Pasar Gede, Kota Solo, Jawa Tengah, ketika menyambut perayaan Tahun Baru Imlek. (Sumber: Kompas.tv/Ant)
Penulis : Aryo Sumbogo | Editor : Gading Persada

SOLO, KOMPAS.TV - Tahun ini, perayaan Tahun Baru Cina atau Imlek 2573 jatuh pada 1 Februari 2022 atau awal bulan depan.

Di Indonesia, Tahun Baru Imlek telah menjadi hari libur nasional dan disambut meriah oleh sebagian besar masyarakat, tak hanya etnis Tionghoa yang memang merayakannya.

Namun, seperti yang diketahui bersama, perayaan Imlek saat ini yang begitu semarak ternyata tak dapat ditemukan pada masa lampau.

Ya, sebelum era kepemimpinan Presiden Indonesia keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, etnis Tionghoa di Tanah Air tidak dapat sebebas sekarang dalam merayakan Imlek.

Baca Juga: Ganjar Harap Perayaan Imlek Tidak Undang Keramaian

Larangan perayaan Imlek secara mencolok

Ketika Presiden Soeharto memimpin Indonesia, masyarakat keturunan Tionghoa harus merayakan Imlek secara internal dalam hubungan keluarga atau perseorangan.

Lantaran, Presiden Soeharto telah menetapkan 21 peraturan perundangan terkait etnis Tionghoa, sebagaimana dilansir dari Harian Kompas, 8 Februari 2005.

Salah satunya yakni Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Inpres tersebut menyebutkan, menteri agama, menteri dalam negeri, dan segenap badan serta alat pemerintah di pusat dan daerah untuk melaksanakan kebijaksanaan pokok mengenai agama, kepercayaan, dan adat istiadat China.

Baca Juga: 13 Pantangan Selama Perayaan Imlek, dari Jangan Menyapu hingga Tidak Boleh Kunjungi Orang Tua

Artinya, perayaan atau pesta agama dan adat istiadat China mesti digelar secara tidak mencolok di depan umum, tak terkecuali Imlek.

Sejak Inpres itu berlaku, masyarakat Tionghoa tidak bisa merayakan Imlek dengan bebas, termasuk tradisi mereka yang lain seperti Cap Go Meh, Barongsai, serta Liang Liong.

Bahkan, selama 32 tahun Presiden Soeharto berkuasa, pemerintah juga melarang penggunaan huruf-huruf hingga lagu-lagu Mandarin di media masa.

Tak lupa, berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku saat itu, istilah 'Tionghoa' pun berganti menjadi 'China'.

Baca Juga: Makna dan Sejarah Kue Keranjang, Sajian Kuliner Wajib Tiap Perayaan Imlek

Perayaan Imlek kembali bebas

Upaya membebaskan masyarakat Tionghoa untuk merayaan Imlek dan tradisi mereka yang lain sejatinya telah dimulai oleh Preisden Indonesia ketiga BJ Habibie.

Di sela masa jabatannya yang singkat, Presiden Habibie sempat menerbitkan Inpres Nomor 26 Tahun 1998, yang membatalkan aturan-aturan diskriminatif terhadap komunitas Tionghoa.

Lepas itu, pada 17 Januari 2000, Gus Dur mengeluarkan Inpres Nomor 6 Tahun 2000 yang berisi pencabutan Inpres Nomor 14 Tahun 1967 yang dibuat Soeharto saat masa pemerintahannya.

Dengan begitu, masyarakat Tionghoa bisa kembali bebas untuk melakukan kegiatan dan tradisi keagamaan mereka, termasuk perayaan Tahun Baru Imlek.

Tak berhenti sampai di situ saja, Presiden Megawati Soekarnoputri juga menindaklajuti kebijakan sebelumnya dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 19 Tahun 2002 pada 9 April 2002

Melalui Keppres tersebut, Presiden Megawati menetapkan Tahun Baru Imlek sebagai hari libur nasional.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x