Kompas TV nasional berita utama

Menunggu Surpres RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, Apa yang Ditunggu Presiden Jokowi?

Kompas.tv - 14 Desember 2021, 17:02 WIB
menunggu-surpres-ruu-tindak-pidana-kekerasan-seksual-apa-yang-ditunggu-presiden-jokowi
Ilustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan. (Sumber: suara.com)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Puluhan santri yang seharusnya mendapatkan bekal ilmu agama di pesantren, terungkap justru mendapat pelecehan seksual.

Bahkan yang miris,  ada  santriwati yang sudah melahirkan dan juga tengah hamil.

Peristiwa itu tentu saja membangkitkan amarah hingga sumpah serapah publik kepada pelaku, Herry Wirawan. Bagaimana tidak, pelakunya adalah seorang pengajar.

Ditambah lagi, jumlah korbannya lebih dari 20 orang.

Kasus kekerasan dan pelecehan seksual di sebuah pesantren di Bandung, bukan satu-satunya yang terjadi.

Di tempat lain, kejadian serupa juga terkuak ke publik. Itu, karena korban berani mengungkapkan.

Sementara yang tidak berani membuka peristiwa pelecehan atau kekerasan seksual yang dialaminya, tenggelam dalam trauma.

Baca Juga: 3 Langkah Strategis Kemenag Antisipasi Kasus Pelecehan Seksual Terulang

Sayangnya, korban-korban kekerasan atau pelecehan seksual ini tidak juga membuat DPR dan Pemerintah bekerja cepat mengesahkan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).

Padahal, RUU TPKS ini sudah mulai dibahas pada 2016.

Seperti diberitakan KOMPAS TV pada Oktober 2021, Kustiah salah seorang perwakilan Jaringan Pembela Hak Asasi Perempuan Korban Kekerasan Seksual meminta DPR untuk segera mengesahkan RUU TPKS dalam periode ini.

“Kami bersatu mengawal RUU TPKS agar menjadi RUU inisiatif DPR dan dibahas DPR secara resmi bersama pemerintah dan disahkan dalam periode DPR saat ini,” kata Kustiah.

Jaringan ini juga memberikan tanggapan dan masukannya terkait muatanRUU TPKS itu sendiri, salah satunya judul RUU yang menurutnya lebih kuat sebagai hukum pidana khusus.

“Dengan judul ini, aturan pemidanaan dan hukum acara khusus bisa maksimal diatur.”

Selain itu, Jaringan Pembela Hak Asasi Perempuan Korban Kekerasan Seksual juga memberikan masukan terkait definisi kekerasan seksual yang tertuang pada Pasal 1 dan mengatur sembilan bentuk kekerasan seksual.

Pasal 9, 16, 17, hingga 33 juga tak luput mendapat masukan dari Jaringan Pembela Hak Asasi Perempuan Korban Kekerasan Seksual.

Pada intinya, Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual mendukung RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) versi Badan Legislatif (Baleg) DPR.

Jaringan yang terdiri dari 1.112 nama yang mewakili 140 lembaga dan individu ini menilai RUU TPKS ini penting karena banyaknya penolakan dan stigma yang menghambat pembahasan RUU.

Baca Juga: Mensos Tri Rismaharini Tangkap Pesan Santri Korban Pemerkosaan: Mereka Masih Ingin Sekolah

“Mendukung keberadaan RUU TPKS versi Badan Legislatiif (Baleg), 30 Agustus 2021, sebagai langkah maju di tengah penolakan, berita bohong, dan stigma untuk menghambat kemajuan pembahasan RUU ini sejak 2016,” ucap Kustiah kepada Ketua Panja RUU PKS Willy Aditya, di Baleg DPR, Kamis (21/10/2021).

Gayung bersambung setelah peristiwa kekerasan yang dialami sejumlah santri oleh pengajarnya.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani mendesak pemerintah untuk segera mengirimkan surat presiden agar RUU TPKS sah menjadi Undang-undang.

“Kami berharap Pemerintah segera mengirimkan Surpres agar RUU TPKS bisa dibahas bersama, lalu disetujui DPR untuk disahkan menjadi undang-undang,” ucap Puan.

Dalam pernyataan, Puan membeberkan sejumlah dinamika yang terjadi di masyarakat telah mendorong Badan Legislasi (Baleg) DPR sepakat jika RUU TPKS akan menjadi usulan inisiatif DPR.

Nantinya, lanjut Puan, RUU yang telah diperjuangkan sejak lama itu akan dibawa ke rapat paripurna untuk disahkan sebagai RUU inisiatif DPR.

Baca Juga: Menteri PPPA: Presiden Beri Perhatian Serius terhadap Kasus Pemerkosaan 12 Santriwati

Puan optimistis RUU TPKS akan menjadi komitmen negara untuk memberikan perlindungan hak perempuan dari segala bentuk kekerasan.

Lebih dari itu, ia berharap RUU TPKS mampu menjadi jawaban atas kekosongan hukum dalam kasus-kasus tindak kekerasan seksual di Tanah Air.

Lantas bagaimana resposn pemerintah atas permintaan DPR untuk surpres RUU TPKS, belum ada kabar kongkret.

Sejauh ini yang mengemuka hanya respons Presiden Jokowi yang meminta Herry Wirawan, pelaku pemerkosa santri, untuk ditindak tegas.

Tetapi, pernyataan itu pun tidak langsung disampaikan oleh Presiden Jokowi. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga yang menyampaikan.

“Bapak presiden memberi perhatian khusus dalam kasus ini. presiden menginstruksikan agar negara hadir dan memberikan tindakan tegas,” katanya.

Lantas, kapan Presiden Jokowi mengeluarkan surpres untuk RUU TPKS? Belum ada yang tahu.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x