Kompas TV nasional budaya

Kejujuran Pelukis Gusmen Heriadi Lewat Pameran Retrospeksi 'Belum Selesai'

Kompas.tv - 23 November 2021, 12:40 WIB
kejujuran-pelukis-gusmen-heriadi-lewat-pameran-retrospeksi-belum-selesai
Pelukis Gusmen Heriadi menggelar pameran tunggal Retropeksi 25 Tahun Perjalanan Gusmen Heriadi “Belum Selesai” di Jogja Gallery pada 7 sampai 30 November 2021. (Sumber: Switzy Sabandar/KOMPAS.TV)
Penulis : Switzy Sabandar | Editor : Gading Persada

Pada periode ini juga terlihat upaya Gusmen mencari jati diri yang diselingi dengan karya sketsa di atas kertas sebagai caranya melepas kejenuhan.

Selepas periode itu sampai sekarang, Gusmen kerap berkutat dengan karya-karay seri tematik, seperti, seri kotak kaca, seri kota, seri kembang alam, seri kabar, seri kitab, seri tamu, seri fashion, seri hening, seri puncak, seri bunyi, dan seri semesta intuisi. Lagi-lagi, lukisan-lukisan seri tematik Gusmen juga menampilkan beragam gaya.

“Seperti seorang pekerja nomad, Gusmen tidak peduli dengan pengkategorian gaya-gaya lukisan ala Barat. Klasifikasi para filsuf Barat terhadap karya seni hanya berakibat mempersempit daya imajinasi seniman,” ucap AA Nurjaman.

Kejujuran dalam berkarya dengan tidak menutup-nutupi gejolak yang dirasakannya ketika itu juga terlihat saat Gusmen Heriadi menampilkan babak kecil dalam perjalanannya berkesenian.

Di antara ratusan karya yang dipamerkan dalam pameran tunggalnya kali ini, Gusmen menyisipkan sketsa-sketsa bertajuk Rencong yang dibuatnya saat mendekam di penjara selama 1,5 bulan.

Pelukis Gusmen Heriadi menggelar pameran tunggal Retropeksi 25 Tahun Perjalanan Gusmen Heriadi “Belum Selesai” di Jogja Gallery pada 7 sampai 30 November 2021. (Sumber: Switzy Sabandar/KOMPAS.TV)

Peristiwa itu terjadi 1997 silam.Gusmen masuk bui karena terjaring operasi razia senjata tajam. Polisi mendapati sebilah rencong dalam tasnya di kawasan Malioboro. Padahal rencong itu adalah  cendera mata dari kawannya asal Aceh. 

Di penjara, Gusmen membuat belasan sketsa yangmenggambarkan  suasana kehidupan orang-orang pesakitan. Kertas dan bolpoin diperolehnya dari Ibrahim, kawannya yang juga perupa dan mahasiswa ISI Yogyakarta.

Gusmen Heriadi mengaku pergaulannya dengan sesama napi membuatnya tersadar. Tidak semua napi benar-benar bersalah dan pantas dihukum.

“Dalam penjara, saya juga mahfum. Hukum bisa dibeli. Seorang jaksa menemui kawanku. Meminta sejumlah uang untuk meringankan hukuman saya,” tulis Gusmen dalam  pengantar karya sketsa penjara.

Gusmen Heriadi yang konsisten dengan kemerdekaan dan kejujurannya dalam berkarya juga terlihat saat ia ingin memperkaya pembacaan dan tafsir atas karya-karyanya. Gusmen Heriadi mengundang orang-orang  terdekatnya untuk menulis.

Baca Juga: Belajar Keluar dari Zona Nyaman Ala Pelukis Desy Gitary

Ada delapan  penulis  dari berbagai latar dilibatkan, yakni AA Nurjaman (penulis seni rupa), Sujud Dartanto (kurator dan Dosen seni rupa ISI Yogyakarta), Heru Joni Putra (sastrawan), Yaya Marjan (jurnalis), Wenri Wanhar (sejarahwan dan jurnalis), Rijal Tanmenan (etnomusikolog), Syam Terrajana (perupa dan jurnalis), dan Syofiardi Bachyul Jb, penulis dan jurnalis yang tak lain kakak kandung Gusmen Heriadi.

Bagi Gusmen Heriadi, pameran tunggal retrospeksi 25 tahun perjalanannya ini ingin memperlihatkan arti penting dasar atau basic. Pameran tunggal ini menjadi upaya untuk mengingatkan pentingnya sebuah proses.

“Jangan berpikir membeli cat dan kanvas lantas sudah bisa jadi seniman, ini tidak bisa instan,” kata Gusmen Heriadi.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x