Kompas TV nasional gaya hidup

Jangan Biasakan Self-Diagnose, Karena Bisa Bahayakan Kesehatan Mental

Kompas.tv - 21 Oktober 2021, 18:28 WIB
jangan-biasakan-self-diagnose-karena-bisa-bahayakan-kesehatan-mental
Ilustrasi self-diagnose yang justru membahayakan kesehatan mental. (Sumber: Local Love)
Penulis : Aryo Sumbogo | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV - Kesehatan mental, belakangan ini telah tumbuh menjadi salah satu isu yang diperhatikan oleh banyak orang.

Namun, di balik meningkatnya kesadaran terhadap masalah kesehatan mental, ternyata masih ada yang sering mencari informasi seputar isu tersebut tanpa memerhatikan sumbernya.

Akibatnya, kebiasaan tersebut kerap kali mendorong seseorang untuk mendiagnosis dirinya sendiri atau yang biasa disebut dengan self-diagnose.

Melansir Parapuan.co, Psikolog Prita Yulia Maharani sempat mengatakan bahwa tidak semua informasi dari internet, yang biasa digunakan untuk self-diagnose, itu dapat dipercaya.

Baca Juga: Jangan Terjebak! Maunya Self-Love Malah Jadi Selfish, Ketahui Bedanya!

"Banyak orang yang mencari tahu gejala kesehatan mental di internet, lalu percaya mentah-mentah bahwa mereka sedang mengalaminya. Padahal, apa yang ada di internet belum tentu sesuai dengan mereka," terang Prita.

Menurut Prita, usaha mencari tahu gejala kesehatan mental di internet itu tak sepenuhnya salah, tapi yang perlu diingat adalah penting untuk mengecek ulang apa yang sudah dibaca.

"Caranya ya dengan mendatangi psikolog atau psikiater profesional untuk tahu lebih lanjut masalah kesehatan mental yang sedang dialami. Dari situ bisa ditentukan langkah yang bisa diambil selanjutnya," imbuhnya.

Sebab, jika kebiasaan self-diagnose itu terus dipelihara hingga sulit untuk ditinggalkan, maka bahaya-bahaya berikut ini dapat muncul dan menjadi masalah lain.

Baca Juga: 5 Tips Menjaga Kesehatan Mental di Masa Pendemi untuk Remaja

1. Memperparah Masalah Kesehatan Mental

Bahaya self-diagnose yang paling jelas adalah dapat memperparah masalah kesehatan mental yang sedang dihadapi.

Kondisi diri yang tengah dilanda perasaan panik, stres, dan kacau tak akan terobati jika masih memiliki kebiasaan mencari informasi yang belum tentu valid.

Karena, selain dapat menambah pikiran, setiap masalah kesehatan mental memiliki penanganannya tersendiri dan solusi yang ditawarkan di internet belum pasti cocok.

Ada masalah kesehatan yang bisa diatasi dengan terapi, ada pula yang membutuhkan obat-obatan tertentu.

Jangan sampai gara-gara self-diagnose, lantas menuntut diri untuk menggunakan produk rekomendasi internet yang mungkin saja memiliki efek samping negatif.

2. Justru Memunculkan Sikap Denial

Berbeda dengan yang sebelumnya, self-diagnose pun bisa membuat sesorang untuk denial atau menyangkal gangguan kesehatan mental yang sedang dialaminya.

Biasanya, kondisi ini banyak terjadi kepada mereka yang memiliki masalah kesehatan mental tidak terlalu parah.

Sikap penyangkalan tersebut, sama seperti akibat dari bahaya pertama tadi, justru tak akan menyelesaikan masalah kesehatan mentalnya.

Sebab, bisa jadi masalah kesehatan mental dalam diri orang-orang yang demikian sebetulnya membutuhkan penanganan segera agar tidak semakin parah.

Baca Juga: Jaga Kesehatan Mental, Ini 5 Aktivitas 'Me Time' yang Berkualitas

3. Panic Attack

Tak dapat dipungkiri, setiap manusia pasti memiliki naluri untuk cenderung memikirkan hal-hal buruk, hal ini tentunya sangat tidak baik ketika dipertemukan dengan kebiasaan self-diagnose.

Karena, pada akhirnya, self-diagnose hanya akan membuat orang yang didominasi naluri tersebut mengalami panic attack atau serbuan perasaan panik berlebihan.

Jadi, untuk menghindari serbuan perasaan panik itu, lebih baik konsultasikan diri ke psikolog daripada hanya menyerap informasi mengenai gejala gangguan kesehatan mental yang dialami dari internet.

Sebab psikolog profesional bisa membantu mencari tahu kondisi mental seseorang dengan baik tanpa menimbulkan kepanikan dan kecemasan.

4. Salah Diagnosis

Sekali lagi, setiap informasi terkait gejala gangguan kesehatan mental yang ada di dunia maya itu belum tentu benar.

Oleh artikel A, kondisi pada diri saat ini bisa saja disebut sebagai gejala anxiety disorder. Namun, kala membaca artikel B, ternyata kondisi terebut merujuk pada gejala depresi mayor.

Saat melakukan self-diagnose, diri sendiri sejatinya tidak tahu gangguan kesehatan mental apa yang sedang dialami.

Self-diagnose hanya mengajarkan orang untuk menduga-duga hal yang belum tentu kebenarannya. Akibatnya, masalah yang sebenarnya jadi tak mendapat penanganan yang tepat.

5. Memupuk Keengganan untuk Konsultasi ke Pakarnya

Jika terlalu sering dilakukan, self-diagnose bisa memunculkan trust issue atau keengganan percaya kepada seseorang, dalam hal ini adalah psikolog atau psikiater.

Umumnya, kondisi tersebut dikarenakan pengaruh internet yang begitu kuat sehingga orang terdorong untuk enggan berkonsultasi kepada ahli ketika mengalami masalah kesehatan mental.

Padahal, dengan berkonsultasi pada psikolog atau psikiater bisa membantu dalam upaya menemukan langkah selanjutnya.

Selain itu, melalui para ahli, seseorang juga bakal tahu seberapa parah masalah kesehatan mental yang tengah dialami dan mendapatkan konfirmasi terkait kemajuan dalam proses penanganannya.



Sumber : Parapuan.co


BERITA LAINNYA



Close Ads x