Kompas TV nasional peristiwa

Gatot Nurmantyo Bicara soal TNI Vs PKI hingga Kesamaan Pola 3 Pemberontakan

Kompas.tv - 28 September 2021, 06:39 WIB
gatot-nurmantyo-bicara-soal-tni-vs-pki-hingga-kesamaan-pola-3-pemberontakan
Jenderal Gatot Nurmantyo (Sumber: Tangkapan layar webinar TNI VS PKI)
Penulis : Kurniawan Eka Mulyana | Editor : Fadhilah

YOGYAKARTA, KOMPAS.TV –  Ada kesamaan pola pada tiga pemberontakan yang dilakukan oleh komunis di Indonesia, mulai dari tahun 1926, tahun 1948, dan 1965.

Persamaan pola itu, menurut mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, adalah memusuhi dan melakukan kekerasan terhadap kelompok-kelompok Islam.

“Memusuhi dan melakukan kekerasan terhadap kelompok-kelompok Islam, pesantren, kiai, sebelum terjadi pemberontakan,” ucapnya saat menjadi pembicara dalam webinar Diskusi Akhir Pekan TNI Vs PKI, yang digelar oleh Forum Guru Besar dan Doktor pada Minggu (26/9/2021).

Kata Gatot, hal itu disampaikannya agar kita semua bisa bercermin, apakah pola semacam itu terjadi akhir-akhir ini? Misalnya, penyebaran kebohongan dan fitnah pada masyarakat yang antikomunis agar ditindak oleh pemerintah atau aparat dengan kasar dan keras.

Kemudian mencari perlindungan pada penguasa, yang pada saat itu PKI melakukannya pada Soekarno, memengaruhi TNI Polri melalui pengkaderan agar terpecah dan dapat dikuasai PKI.

“PKI percaya bahwa harus didukung militer, senjata, agar pemberontakan berhasil. Apakah kondisi sekarang seperti itu? Melakukan adu domba di antara partai politik, masyarakat, pemerintah, mendukung jabatan presiden seumur hidup, mencari dukungan kepada negara komunis besar” urainya.

Dalam kegiatan itu, Gatot juga menjabarkan perbedaan nyata antara TNI dan PKI. Dia menyebut, TNI merupakan bagian integral dari republik dan negara, sedangkan PKI selalu bercita-cita mengganti pancasila dan UUD 1945.

Oleh sebab itu, TNI selalu dipandang sebagai musuh utama yang harus dilemahkan dan dikuasai melalui pecah belah, intrik, infiltrasi paham komunis.

Saat ini, lanjut Gatot, komunisme masih ada. Hal itu dapat dilihat dari kekuatan yang dipresentasikan oleh negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT), yang kini menjadi negara adidaya dunia, dan negara lain yang berhaluan komunis lain, seperti Korea Utara.

Baca Juga: Saat Gatot Sebut Kostrad Hilangkan Patung Soeharto Jadi Tanda Komunis

Menurutnya, Tiongkok menjalankan model komunisme baru, tetapi tetap menjalankan politik komunis, yakni satu partai yang berkuasa penuh.

“Meski ekonominya liberal, membuka ekspektasi secara terbuka tapi tetap terkendali, karena birokrasi tetap dikontrol partai komunis, tanpa demokrasi.”

Komunis Gaya Baru

Ciri-ciri komunis gaya baru menurut Gatot di antaranya, kekuasaan terpusat dikendalikan oleh sekelompok elite, oligarki, sering melakukan kebohongan, janji palsu, fitnah, senang memecah belah rakyat, hingga melakukan pembunuhan karakter pada lawan politik.

Dia membenarkan bahwa saat ini PKI sebagai organisasi sudah dibubarkan, benar pula bahwa hari ini ideologi komunis sudah tidak laku di dunia.

Tapi, pengalaman di Indonesia merupakan fakta yang tak terbantahkan, bahwa PKI dengan serta merta mudah saja melakukan pemberontakan.

Terlebih pasca-pemberontakan G30S/PKI, yang dikatakannya menghasilkan dendam  politik segolongan orang, seperti keturunan biologis dari para anggota maupun pimpinan PKI bersama underbow-nya, atau pihak-pihak yang bersimpati terhadap PKI.

Mereka menjelma menjadi komunis gaya baru yang terus akan bercita-cita menguasi negeri ini dan mengganti pancasila.

“Jadi, komunisme hari ini juga harus dilihat sebagai kultur, watak, karakter berpolitik untuk berkuasa atau mempertahankan kekuasaan dengan menghalalkan semua cara, itu ciri khasnya,” tutur Gatot.

Ciri-ciri Itu dapat dilihat dari kebiasaan mengadu domba antara rakyat, atau antara rakyat dan pemerintah, berbohong pada rakyat terus menerus, dan menyebarkan fitnah dengan menggunakan buzzer atau memusuhi masyarakat Islam.

Kekuatan TNI-Islam

Kekuatan yang menjadi musuh PKI dan akan terus diperangi sepanjang usia republik ini, menurutnya adalah kekuatan TNI-Islam.

Baca Juga: Gatot Nurmantyo Minta Pemerintah Tak Longgar terhadap WNA Selama PPKM Darurat

Kekuatan TNI-Islam dipandang sebagai penjaga setia republik dan pancasila. “Maka TNI-Islam yang akan menyelamatkan negeri ini mana kala komunisme bangkit kembali atau negara asing ingin menguasai Indonesia.”

Dalam kesempatan itu, Gatot Nurmantyo juga mengingatkan agar bangsa ini tidak melupakan sejarah. Dia mengutip dua pidato Bung Karno tentang sejarah, yakni saat peringatan HUT Kemerdekaan RI keenam tahun 1951, dan pidato pada tanggal 17 Agustus 1966.

“Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”.

Dari dua kutipan tersebut, Gatot mengajak untuk menelusuri sejarah singkat TNI dan PKI.

TNI, tutur Gatot, sebenarnya berawal dari tentara PETA yang dibentuk oleh Jepang. Setelah Jepang kalah, dan sekutu akan masuk, Soekarno enggan mempertahankan pasukan bentukan Jepang itu.

Namun, atas Kondisi mendesak saat itu, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, dalam sidang 22 Agustus 1945 membentuk Badan Keamanan Rakyat, yang diumumkan Soekarno pada 23 Agustus 1945.  

“Sejak itu kekuatan bersenjata bergabung jadi satu dalam BKR, kemudian menjadi TKR, dan 3 Juni 1947 menjadi TNI, dengan mengangkat panglima besar angkatan perang jenderal Soedirman sebagai kepala atau pimpinan TNI.”

Komunisme Berasal dari Syarikat Islam

Sementara komunis masuk ke Indonesia dibawa oleh seorang warga negara Belanda pada 1913 bernama Hendricus Josephus Fransiscus Marie Sneevliet.

Pada 1915, seorang tokoh komunis Indonesia, Semaun, bertemu dengan orang  ini. Setahun sebelum pertemuan mereka, Semaun telah bergabung dengan Syarikat Islam.

“Jadi, komunisme berasal dari Syarikat Islam. Menarik juga, di kos, di rumah ketua umum Syarikat Islam, HOS Cokroaminoto bersama Bung Karno dan Kartosuwiryo. Jadi tokoh PKI, nasionalis, dan Islam garis keras jadi satu di situ. Satu guru ini,” tambahnya.

Tidak lama berselang, Semaun yang awalnya bekerja pada Jawatan Kereta Api Belanda di Surabaya, dipindahkan ke Cabang Semarang, dengan gaji yang lebih memadai.

Di semarang, Semaun langsung menduduki jabatan sebagai redaktur surat kabar milik serikat buruh jawatan kereta belanda yang terbit dalam bahasa Melayu.

“Singkatnya, selain sebagai ketua umum (partai komunis ISDF) di semarang pada tahun 1918, Semaun juga didaulat sebagai dewan pimpinan Syarikat Islam Semarang,” jelasnya.

Setelah beberapa kali memimpin aksi buruh bersama Alimin dan Darsono di sana, Semaun memiliki pengaruh yang luas, namun karena sikap dan prinsip komunisme yang mereka anut, membuat hubungannya dengan anggota Syarikat Isam lainnya menjadi renggang.

Pada 23 mei 1920 mereka mengganti ISDF menjadi partai komunis dan diam-diam tetap aktif di Syarikat Islam.

Tokoh Syarikat Islam kala itu, H Agus Salim pun menegakkan disiplin setelah berganti nama menjadi Partai Syarikat Islam (PSI), di tahun 1921.

Hanya berselang lima tahun sejak partai komunis itu berdiri, tepatnya pada tahun 1926, mereka melakukan pemberontakan.

Meskipun tokohnya diasingkan ke Belanda, dan ribuan orang anggotanya dibunuh, 13 ribu orang ditahan dan 1300-an kader PKI dikirim ke Boven Digoel, mereka tetap dapat berkembang, dan dapat menjadi kekuatan yang besar dan berani melakukan pemberontakan pada belanda.

“Jadi memang sebelum bangsa ini merdeka, partai komunis Indonesia ini adalah punya antropologi budaya pemerontak, dan pemberontakan ini ditumpas karena kondisi persenjataannya tidak sehebat Belanda,” kata Gatot.

Tujuan pemberontakan PKI kala itu adalah membuat Republik Soviet Indonesia. Mereka berkiblat pada Soviet.

Dari peristiwa itu, kata Gatot,sangat jelas bahwa pemberontakan kepada Belanda tersebut bukan sebagai patriotisme kebangsaan Indonesia, karena tidak dilakukan bersama dengan kekuatan bangsa lain, tetapi semata-mata untuk merebut kekuasaan dan berkuasa. Itulah ciri khas PKI.

Setelah PKI ditumpas dan terus menerus diawasi Belanda, hanya dibutuhkan waktu 20 tahun atau setelah 4 tahun Indonesia merdeka, yakni pada 1948, PKI kembali melakukan kebiasaannya memberontak.

“Bayangkan, bagaimana suasana kebangsaan kita tahun 1948, negara masih dalam usia yang sangat belia, dinamika politik yang sangat tinggi, juga sedang menghadapi agresi militer Belanda, peluang ini dimanfaatkan untuk kudeta pada tahun 1948, disertai ciri khas yang ketiga, menculik, menganiaya warga sipil, polisi, dan ulama.”

Tetapi melalui operasi militer, terutama dari pasukan Siliwangi, pada akhir November 1948 pemerontakan PKI di Madiun dapat ditumpas dengan ditembak matinya Muso dan menyerahkan dirinya Amir Syarifuddin.

Namun, pada pemilu 1955, atau tujuh tahun setelah pemberontakan, PKI telah kembali muncul menjadi kekuatan politik yang sangat berpengaruh, dan berhasil menjadi partai pemenang nomor empat  dalam pemilu 1955.

Pembentukan Nasakom pada Februari 1956 berakibat pecahnya dwi tunggal republik, dan Bung Hatta yang terus menerus diserang propaganda PKI kemudian menyatakan mundur dari jabatannya sebagai wakil presiden.

“Bagi Hatta, Nasakom  berarti bekerja sama dengan PKI. Betapa kuatnya pengaruhnya. Terbentuknya poros Jakarta Peking secara otomatis membuat Indonesia telah berkiblat politik ke blok komunis  China.”

Datangnya senjata dari China untuk angkatan kelima memperkuat gagasan PKI. Bahkan pada April 1965 Perdana Menteri China datang ke Jakarta dan terang-terangan mendesak Indonesia membentuk angkatan kelima.

Dia mendesak agar buruh dan tani dipersenjatai sebagai angkatan kelima. Pembentukan angkatan kelima tersebut dimaksudkan agar PKI dapat menandingi kekuatan militer, musuh utamanya, militer dan Islam, khususnya TNI angkatan darat.

“Atas perkembangan tersebut, Jenderal Ahmad Yani dan Jenderal Nasution menyatakan bahwa sebaiknya seluruh rakyat juga dipersenjatai, agar tidak bisa dipengaruhi, bukan hanya kaum buruh dan kaum tani saja,” urainya.

Untuk menahan gerakan politik PKI dengan Nasakom, pimpinan TNI Angkatan Darat mendukung terbentukya ormas-ormas, seperti Kosgoro tahun 1957, Soksi tahun 1960, MKGR tahun 1960, serta melindungi ormas Islam dari serangan PKI, antara lain HMI dan PII.

Namun, sejak tahun 1960an di sejumlah daerah di Jawa Tengah dan Jawa Timur, PKI banyak melakukan aksi yang ditujukan pada lawan politiknya.

Tokoh agama dan orang sipil yang tidak berdosa diculik, dihilangkan paksa, hingga tidak diketahui kuburnya.

Hanya dalam waktu 10 tahun sesudah pemilu 1955, yaitu pada tahun 1965, PKI kembali melakukan pemberontakan akibat kelengahan TNI, khususnya angkatan darat

“Mengapa lengah? Pak Harto mengatakan, karena terlalu percaya PKI yang bercita-cita luhur untuk rakyat seperti partai dan organisasi sosial lainnya, ternyata sebaliknya, justru berkhianat.”

Pengkhianatan terbesar PKI terjadi pada tahun 1965, yakni G30S/PKI pada 30 September 1965, yang berujung gugurnya tujuh pahlawan revolusi.

Bahkan, lanjut Gatot, bukan hanya dari pihak tentara, tidak sedikit korban jatuh akibat kekejaman PKI, dari kalangan masyarakat, terutama para ulama.

“Tapi, alhamdulillah dengan kepintaran Jenderal Soeharto, pada saat itu Pangkostrad dibantu oleh Letjen Sarwo Edhi Wibowo, dibantu KKO, ulama, serta organisasi massa serta rakyat, PKI dapat ditumpas.”



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x