Kompas TV nasional hukum

Jumhur Hidayat Tegaskan Tak Ada Bukti Cuitannya Memicu Kericuhan pasca Unjuk Rasa Omnibus Law

Kompas.tv - 16 September 2021, 20:09 WIB
jumhur-hidayat-tegaskan-tak-ada-bukti-cuitannya-memicu-kericuhan-pasca-unjuk-rasa-omnibus-law
Aktivis buruh Jumhur Hidayat (kedua dari kanan) berfoto bersama pendukungnya usai menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa kasus penyebaran berita bohong dan ujaran kebencian di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Kamis (16/9/2021). (Sumber: ANTARA/Genta Tenri Mawangi)
Penulis : Tito Dirhantoro | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Aktivis buruh Jumhur Hidayat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Kamis (16/9/2021).

Dalam kesempatan itu, Jumhur meyakini bahwa kritik yang disampaikannya melalui cuitan di media sosial Twitter tidak memicu keonaran sebagaimana yang dituduhkan jaksa.

Baca Juga: Gus Nur, Jumhur Hidayat, dan 5 Tahanan Bareskrim Lainnya Positif Corona, Dirawat di RS Polri

Ia menegaskan, tidak ada satu pun bukti bahwa cuitannya menyebabkan atau memicu kericuhan selepas unjuk rasa mahasiswa menentang Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja.

Jumhur menyampaikan, dirinya tidak mengetahui adanya kericuhan karena saat bentrok berlangsung, ia tengah menjalani operasi dan perawatan di rumah sakit.

"Saya tidak punya niat (terlibat) kerusuhan, keonaran. Saya juga tidak terkoneksi dengan mereka (yang berbuat onar)," kata Jumhur, Kamis.

Lebih lanjut, Jumhur membantah tuduhan jaksa yang menyebutnya telah menyebarkan berita bohong lewat cuitan di Twitter.

Baca Juga: Ini Kicauan Jumhur Hidayat, Deklarator KAMI yang Jadi Tersangka Ujaran Kebencian UU Cipta Kerja

Dia menegaskan, apa yang disampaikannya melalui cuitan di Twitter bukanlah berita bohong. Sebab, ia hanya sekadar berkomentar atas pemberitaan yang diterbitkan Kompas.com berjudul "35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja".

Cuitan yang disampaikan Jumhur tersebut juga merupakan kritik terhadap pemerintah.

"Saya tidak berbohong, karena saya hanya mengomentari berita yang tidak berbeda dengan fakta. Saya (membuat) analisis berita walaupun itu pendek," tutur Jumhur.

Baca Juga: 5 Anggota KAMI yang Ditangkap Jadi Tersangka, Jumhur dan Syahganda Masih Saksi

Adapun terkait tuduhan ujaran kebencian kepada kelompok tertentu, Jumhur menyampaikan, pihak-pihak yang disebut korban oleh jaksa ternyata tidak merasa menjadi korban.

"Ketua APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) yang dikatakan jaksa sebagai bukti korban ujaran kebencian saya, ternyata (dia) tidak merasa resah, karena (cuitan itu) tidak menyinggung pribadi. (Itu) biasa dalam dinamika buruh dan pengusaha," terang Jumhur.

Majelis Hakim kemudian mendalami keterangan Jumhur selama kurang lebih 1,5 jam. Usai pemeriksaan itu, Hakim Ketua Hapsoro Widodo mengumumkan, pembacaan tuntutan oleh jaksa akan berlangsung pada Kamis pekan depan (23/9/2021).

Baca Juga: Setelah Syahganda Nainggolan, Polisi Tangkap Petinggi KAMI Jumhur Hidayat

Kemudian, pembacaan putusan oleh Majelis Hakim dijadwalkan berlangsung sekitar 21 atau 28 Oktober 2021.

Sebelumnya, Jumhur melalui akun Twitter pribadinya, mengunggah cuitan berisi, "UU ini memang utk PRIMITIVE INVESTORS dari RRC dan PENGUSAHA RAKUS. Kalau INVESTOR BERADAB ya seperti di bawah ini: 35 Investor Asing Nyatakan Keresahannya terhadap Pengesahan UU Cipta Kerja. Klik untuk baca: kmp.im/AGA6m2".

Cuitan itu dibuat pada 7 Oktober 2020 jelang Jumhur menjalani operasi kantong empedu. Usai mengunggah cuitannya, Jumhur mengaku tidak mengetahui kejadian di luar rumah sakit karena fokus menjalani perawatan.

Baca Juga: Dianggap Serang Polisi saat Demo Tolak Omnibus Law, Mahasiswa Akhir Divonis Penjara 5 Bulan 15 Hari

Ia kemudian pulang ke rumah pada 11 Oktober 2020. Lima hari kemudian, polisi menangkap Jumhur di kediamannya.

Pada 16 Oktober 2020, polisi menetapkan Jumhur sebagai tersangka karena diyakini telah menyebarkan berita bohong bermuatan SARA yang menyebabkan adanya kericuhan.

Jaksa penuntut umum lantas mendakwa Jumhur telah dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong yang menimbulkan kericuhan.

Jumhur terancam dijerat dua pasal alternatif, yaitu Pasal 14 ayat (1) juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 KUHP atau Pasal 45A ayat (2) jo. Pasal 28 ayat (2) UU No.19/2016 tentang Perubahan UU No.11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Baca Juga: Buruh bakal Demo Besar-Besaran Tolak Omnibus Law, Begini Tanggapan Menaker Ida Fauziyah




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x