Kompas TV nasional berita utama

Setara Institute: Mendagri Tito Karnavian Lembek Merespons Pelanggaran Kebebasan Beragama di Sintang

Kompas.tv - 6 September 2021, 19:17 WIB
setara-institute-mendagri-tito-karnavian-lembek-merespons-pelanggaran-kebebasan-beragama-di-sintang
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal Pol (Purn) Tito Karnavian saat dengar pendapat dengan DPR RI. (Sumber: Divisi Humas Polri)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Edy A. Putra

JAKARTA, KOMPAS.TV- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian dinilai lembek dalam merespons tindakan intoleransi terhadap warga Ahmadiyah di Sintang, Kalimantan Barat.

Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan terkait situasi di Sintang, Senin (6/9/2021).

“Saya setuju dengan Mas Yendra (juru bicara jemaah Ahmadiyah) tadi yang memberikan sitiran jelas bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terutama Pak Menteri Dalam Negeri, Menteri Tito itu sampai detik ini tidak memberikan pernyataan,” kata Halili Hasan.

“Tapi secara umum kalau kita lihat memang respons Kementerian Dalam Negeri ini bisa kita anggap itu pihak di pusat yang paling lembek lah. Jadi, menteri dalam negeri paling lembek merespons tragedi 3 September itu.”

Bagi Halili Hasan, jika melihat dari perspektif mikro, pemerintah daerah merupakan aktor rill dalam pelanggaran terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan.

Baca Juga: Selain Larangan Ibadah dan Masjid Dibakar, Ini Diskriminasi yang Dialami Jemaah Ahmadiyah di Sintang

Sementara untuk perspektif makro, pemerintah pusat dalam hal ini, Kemendagri, seharusnya mengambil peran.

“Di dalam konteks makro semacam itu saya kira Kementerian Dalam Negeri berada dalam posisi tidak boleh tidak, dia harus mengambil peran yang besar gitu ya,” ujarnya.

Apalagi dalam konteks mikro, kata Halili Hasan, apa yang terjadi di Sintang pada 3 September bukan sesuatu hal yang ujug-ujug.

“Dia resultante dari kegagalan pemerintah kabupaten untuk memastikan tidak ada diskriminasi terhadap seluruh warga negara termasuk komunitas Ahmadiyah di sana,” kata Halili Hasan.

Ia mengingatkan bunyi Pasal 29 ayat 2 yang mengatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadah menurut agama dan kepercayaan masing-masing.

Baca Juga: Komnas HAM soal Perusakan Masjid Ahmadiyah Sintang: Mabes Polri Harus Turun Tangan

Dan masjid, katanya, merupakan bagian dari peribadatan yang secara substantif melekat pada hak konstitusional untuk memeluk agama.

“Maka pemerintah dalam konteks ini, pemerintah kabupaten itu mesti fasilitasi pemenuhan atau penikmatan hak ini. Tapi faktanya kan tidak,” kata Halili Hasan.

Plt Bupati Sintang yang definitif, cerita Halili, justru secara aktif melakukan tindakan yang menunjukkan keberpihakan pada kelompok-kelompok perusuh.

Hal ini, bisa dilihat dari keterlibatan Plt Bupati dalam beberapa rapat koordinasi soal Ahmadiyah yang tidak pernah melibatkan pihak Ahmadiyah.

Baca Juga: 6 Sikap Jaringan Gusdurian Terkait Penghentian Aktivitas Ahmadiyah di Sintang

“Ahmadiyah itu ujug-ujug diminta untuk menerima putusan yang sebenarnya mereka tidak pernah diajak bicara, mereka tidak pernah didengarkan, mereka tidak pernah dikasih ruang untuk melakukan konfirmasi dan klarifikasi,” ungkap Halili Hasan.

Clear sekali ada ketundukan pemerintah kabupaten terhadap narasi-narasi, tindakan-tindakan, gerakan-gerakan yang dilakukan oleh kelompok perusuh di sana.”

Dalam konteks ini, Halili Hasan menilai seharusnya Kemendagri memberikan pernyataan publik yang tegas dan keras agar ada efek jera kepada pemerintah kabupaten dan pemerintah daerah.

“Pesan itu harus terang benderang disampaikan oleh Jakarta (Kemendagri) saya kira, karena Pemerintah Kabupaten Sintang dan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat itu masih berada dalam satu line penyelenggaraan pemerintahan yang keseluruhannya itu harus tunduk, harus menjunjung, harus menjamin ketentuan sebagaimana di dalam UUD (Undang-Undang Dasar),” tegasnya.

Apalagi Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2017 tentang pengawasan dan pembinaan penyelenggaraan pemerintahan, kata Halili Hasan, secara tegas memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat untuk memberikan sanksi.

“Sayangnya sampai saat ini itu belum digunakan. Maka dalam konteks itu, kami aliansi menuntut Mendagri untuk memberikan pernyataan keras ya di level publik, yang pertama,” tegasnya.

“Yang kedua untuk memberikan tindakan terukur untuk menyangsi, memberikan sanksi yang tegas agar kelalaian yang dilakukan oleh pemerintah daerah Sintang dan Kalbar tidak ditiru.”



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x