Kompas TV nasional hukum

ICW: Pimpinan KPK Buka Peluang Pihak Luar Rusak Independesi Melalui Pemberian Fasilitas

Kompas.tv - 10 Agustus 2021, 11:20 WIB
icw-pimpinan-kpk-buka-peluang-pihak-luar-rusak-independesi-melalui-pemberian-fasilitas
Lima pimpinam KPK periode 2019-2023 berfoto bersama dalam acara sertijab pimpinan KPK, Jumat (20/12/2019). (Sumber: KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D)
Penulis : Ninuk Cucu Suwanti | Editor : Iman Firdaus

JAKARTA, KOMPAS.TV- Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang berbagai pihak untuk merusak independensi melalui pemberian fasilitas kepada pegawai KPK.

Hal tersebut disampaikan oleh Peneliti ICW Kurnia Ramadhana melalui keterangan tertulis kepada KOMPAS TV, Selasa (10/8/2021).

“Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengeluarkan peraturan kontroversial yang menyulut kemarahan publik,” kata Kurnia Ramadhana.

“Dalam peraturan baru yang ditandatangani pimpinan KPK pada 30 Juli 2021, yaitu Peraturan Pimpinan KPK No. 6 tahun 2021, perjalanan dinas di lingkungan KPK untuk kegiatan rapat, seminar, dan sejenisnya disebut ditanggung oleh pihak penyelenggara.”

Kurnia Ramadhana mengatakan, kebijakan Pimpinan KPK periode Firli Bahuri berbeda dengan Pimpinan KPK periode-periode sebelumnya yang sangat menutup celah berbagai upaya yang ingin merusak independensi KPK.

Baca Juga: Abraham Samad: Perjalanan Dinas Pegawai Dibiayai Melegalkan Gratifikasi, Marwah KPK Runtuh

“Pimpinan KPK periode-periode sebelumnya sangat menjaga agar tidak ada celah sedikitpun yang dapat mengganggu independensi dan bahkan dapat mendegradasi nilai-nilai integritas KPK, baik secara kelembagaan maupun personalnya,” ujar Kurnia Ramadhana.

ICW, kata Kurnia, memahami selama ini, celah korupsi anggaran perjalanan dinas marak terjadi di instansi pemerintah lain ditutup dengan sistem at cost. KPK saat itu menyadari bahwa pihak pengundang nantinya dapat menyajikan berbagai fasilitas.

“Mulai dari penerbangan kelas bisnis, penginapan mewah, penyambutan, antar jemput, dan treatment lainnya yang dapat mengarah pada timbulnya kedekatan, hutang budi, hingga berpotensi gratifikasi dan konflik kepentingan,” beber Kurnia.

“Fenomena ini telah banyak kita temukan dalam perjalanan dinas pejabat dari lembaga negara lainnya.”

Sayangnya, sambung Kurnia, usaha Pimpinan KPK sebelumnya telah dirusak oleh Pimpinan KPK saat ini.

Baca Juga: KPK Geledah Dua Lokasi di Banjarnegara, Salah Satunya Kantor Dinas PUPR

“Melalui Peraturan Pimpinan KPK yang baru, Firli Bahuri dan Pimpinan KPK lainnya telah membuka kontak pandora yang selama ini berguna untuk melindungi KPK dari berbagai potensi penyimpangan, dengan menggelar karpet merah pemberian fasilitas perjalanan dinas oleh pihak penyelenggara,” ujar Kurnia.

“Hal ini akan menjadi kesempatan bagi berbagai pihak untuk mempengaruhi dan membangun kedekatan dengan pejabat atau staf KPK, baik itu pihak-pihak yang perkaranya tengah ditangani KPK ataupun tidak.”

Bagi ICW, lanjut Kurnia, meski tidak mencakup perjalanan untuk melakukan penindakan, patut diantisipasi apabila upaya mempengaruhi KPK dilakukan melalui perantara yang menjadi penyelenggara kegiatan.

“Sesuatu yang sangat mudah dilakukan tentunya,” kata Kurnia Ramadhana.

Dalam pernyataannya, Kurnia Ramadhana mengatakan ICW juga turut mempertanyakan pernyataan dari Plt Juru Bicara KPK Bidang Penindakan, Ali Fikri, yang menyebut bahwa perjalanan dinas yang dibiayai oleh pihak lain ini tidak berlaku bagi pegawai bidang penindakan dan untuk pengundang dari pihak swasta.

“Jika dicermati lebih lanjut, pengecualian-pengecualian yang disampaikan oleh Ali Fikri tidak tertuang dalam peraturan tersebut,” cermat Kurnia.

Baca Juga: Perjalanan Dinas KPK Ditanggung Panitia, Ali Fikri: Bukan Gratifikasi, Tapi Harmonisasi

Dalam kritisi ICW, Kurnia membeberkan poin bermasalah lain adalah Pasal 2B yang menyebut bahwa KPK dapat menugaskan pihak lain dalam rangka menjalankan tugas dan fungsi KPK.

“Siapa pihak lain itu tidak pernah dengan jelas disebutkan dan bagaimana penugasan ini dilakukan. KPK juga tidak menganalisis dampak atau resiko atas peraturan ini,” katanya.

“Jika KPK menilai ada pihak lain yang seharusnya diundang oleh penyelenggara suatu kegiatan karena kapasitas atau latar belakangnya, KPK semestinya cukup menyarankan pengundang, tanpa harus menugaskan kepada pihak lain tersebut.”

Dalam pencermatan ICW, Kurnia mengatakan peraturan Pimpinan KPK ini kian menambah daftar panjang regulasi internal KPK yang penuh masalah.

Antara lain PerKom 7/2020 yang menabrak UU serta menggemukkan struktur birokrasi KPK. Selain itu, ada pula PerPerKom 1/2021 yang memasukkan klausula Tes Wawasan Kebangsaan sebagai syarat pengalihan status kepegawaian.

“Kemunduran KPK sebagai badan antikorupsi yang selama ini disegani oleh masyarakat semakin terlihat,” ujar Kurnia.

“Alih-alih berbagai peraturan itu mendorong reformasi kelembagaan, peraturan pimpinan KPK tentang perjalanan dinas menambah bobot kehancuran nilai-nilai integritas KPK.”




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x