Kompas TV nasional indonesia update

Di Hutan Garut, LIPI Temukan Spesies Baru Katak: Namanya Katak-pucat pantaiselatan

Kompas.tv - 30 Juli 2021, 13:45 WIB
di-hutan-garut-lipi-temukan-spesies-baru-katak-namanya-katak-pucat-pantaiselatan
Katak-pucat pantaiselatan (Chirixalus pantaiselatan sp. nov.) (Sumber: Kompastv/Ant)
Penulis : Hedi Basri | Editor : Gading Persada

GARUT, KOMPAS.TV - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) baru saja menemukan spesies baru katak yakni Katak-pucat pantaiselatan dari marga Chirixalus Boulenger di hutan dataran rendah yang berada di Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Penemuan itu menambah koleksi data keanekaragaman hayati Indonesia.

Katak-pucat pantaiselatan (Chirixalus pantaiselatan sp. nov.) merupakan kelompok katak Rhacophorid kecil dengan panjang tubuh jantan 25,3–28,9 mm.

Pusat Penelitian Biologi LIPI, Amir Hamidy mengatakan sampel Katak-pucat pantaiselatan tersebut dijumpai tahun 2017 dalam kegiatan Citizen science Gerakan Observasi Amfibi Reptil Kita (Go ARK) yang diinisiasi oleh Penggalang Herpetologi Indonesia (PHI).

Hasil penelitian ini telah diterbitkan pada Raffles Bulletin of Zoology pada 5 Juli 2021 lalu. 

Temuan ini dapat memberikan informasi baru tentang distribusi beberapa spesies atau bahkan jenis baru dari area umum.

Katak-pucat pantaiselatan (Chirixalus pantaiselatan sp. nov.) (Sumber: Kompastv/Ant)

"Setelah dilakukan analisis morfologi, molekuler dengan menggunakan DNA mitokondria dan suara kawin (advertisement call) maka jenis tersebut tidak cocok dengan jenis dari marga yang sudah ada. Oleh karena itu, didukung oleh bukti morfologi, molekuler, dan akustik maka jenis ini dideskripsikan sebagai jenis baru," kata Amir Hamidy dalam keterangan di Jakarta, Jumat (30/7/2021).

Baca Juga: LIPI: 95 Persen Kasus Covid-19 di Indonesia adalah Varian Delta

Lebih lanjut, Amir menyebut Chirixalus pantaiselatan sp. nov. secara morfologi paling mirip dengan Chirixalus nongkhorensis dari Chonburi, Thailand.

"Pola warna punggungnya serta secara genetik paling dekat dengan Chirixalus trilaksonoi yang juga berasal dari Jawa Barat," ujar Amir.

Selain Amir, Misbahul Munir yang merupakan salah satu kontributor utama dari penemuan tersebut menuturkan bahwa saat ini, status konservasi Chirixalus pantaiselatan kemungkinan terancam kritis.

Berdasarkan International Union for Conservation of Nature (IUCN), kriteria daftar merah spesies terancam adalah tingkat kemunculannya <100 kilometer persegi (km2), luas huniannya <10 km2, dan hanya ditemukan di satu lokasi, yang kualitas habitatnya menurun.

Sementara itu, usulan status daftar merah IUCN untuk jenis baru itu didasarkan pada data yang terbatas dan membutuhkan survei intensif untuk justifikasi yang lebih kuat.

Baca Juga: Ilmuwan Pastikan Temuan Spesies Baru Dinosaurus di Xinjiang China

Lewat publikasi jenis baru Chirixalus pantaiselatan sp. nov. tersebut juga ditemukan jenis katak lain yang belum pernah dilaporkan dari Jawa, yakni Polypedates macrotis (Katak-panjat telinga-hitam).

Sebelumnya, di Indonesia jenis tersebut hanya tercatat dari wilayah Kalimantan dan Sumatera, sehingga kehadirannya di Jawa merupakan catatan baru.

Untuk diketahui, Tim Go ARK terdiri dari mahasiswa dan komunitas penelitian yang melakukan pengamatan dan melaporkan amfibi dan reptil di sepanjang Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, dan Sulawesi.

Observasi di hutan dataran rendah bagian selatan Jawa Barat melibatkan empat penulis sekaligus peserta Go ARK yaitu Umar Fhadli Kennedi, Mohammad Ali Ridha, Dzikri Ibnul Qayyim, dan Rizky Rafsanzani.

Mereka menjumpai jenis rhacophorid yang menyerupai genus Chirixalus.

Ihwal penemuan tersebut, Amir menyoroti pentingnya partisipasi publik dan keterlibatan ilmiah profesional dalam pemantauan keanekaragaman hayati.

"Pengetahuan dan keterlibatan masyarakat dapat memberikan data empiris tentang skala spasial yang belum pernah terjadi sebelumnya," tuturnya.

Kurangnya informasi keanekaragaman hayati seperti distribusi, populasi, dan informasi habitat dari spesies adalah masalah serius dalam program konservasi keanekaragaman hayati di negara berkembang seperti Indonesia.

"Partisipasi publik yang dikelola dengan baik akan dapat membantu menyelesaikan masalah ini di masa depan," pungkas Amir.

Baca Juga: Spesies Baru Kodok dari Ekuador Ditemukan, Ilmuwan Beri Nama Led Zeppelin



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x