“Yang serba bau dan warnanya kotor kekuning-kuningan itu. Terangnya air untuk bir itu disedot dari salah satu sudut kali Banjir Kanal Timur,” ungkap Djaja, 10 Oktober 1964 seperti tertulis dalam tesis itu.
Namun berkat alat-alat teknik yang serba modern, maka air kotor serba bau dari Kali Ciliwung itu dapat disulap dengan cara disterilkan dan diubah menjadi air bersih.
Selain air, ada juga bahan baku lain yang digunakan untuk memproduksi bir, yakni mauch (sejenis kembang palawija Eropa), hop, gandum, beras, ragi, dan gula.
Tiga bahan pertama ternyata masih perlu diimpor, sedangkan tiga terakhir sudah terdapat di dalam negeri.
Beras dan gula tidak digunakan dalam bir impor Mauch dan hop memberikan rasa pahit kepada bir lokal.
Baca Juga: Terungkap, Ini Pengusul Perpres Izin Investasi Miras
Baunya harum dan berkhasiat untuk memberi rangsangan pada urat syaraf tubuh. Semua proses tadi telah menggunakan mesin-mesin modern.
“Tenaga manusia hanya mengawasi,” tulis Djaja seperti juga diberitakan Kompas.com.
Ya, kala Perpres 10/2021 yang ikut mengatur tentang pembukaan investasi miras diterbitkan, perdebatan pun muncul di masyarakat.
Pasalnya, miras dianggap membahayakan moral bangsa. Namun, nyatanya, miras telah menjadi bagian tak terpisahkan dari sejarah negeri ini. Salah satunya dari kisah yang disebutkan tadi.
Baca Juga: Sudah Legal Diproduksi, Ini Beda antara Tuak, Brem dan Arak Bali
Sumber : Kompas TV
Gabung ke Channel WhatsApp KompasTV untuk update berita terbaru dan terpercaya.