Kompas TV nasional sosial

Setahun Covid-19, IDI: Pandemi Belum Berakhir, Indonesia Masih Berisiko

Kompas.tv - 2 Maret 2021, 18:45 WIB
setahun-covid-19-idi-pandemi-belum-berakhir-indonesia-masih-berisiko
Seorang nakes berjalan di ruang isolasi pasien Covid-19 di RSUD Kota Bogor. Indonesia saat ini kekurangan nakes karena kelelahan dan terpapar Covid-19. Menkes Budi Gunadi mengatakan sedang mengantisipasi hal itu. (Sumber: Kompas/Kristianto Purnomo)
Penulis : Johannes Mangihot

JAKARTA, KOMPAS.TV – Pengurus Besar Ikantan Dokter Indonesia (PB IDI) menyatakan hingga saat ini pandemi Covid-19 masih menjadi ancaman di Indonesia.

Ketua Tim Mitigasi PB IDI Abid Khumaidi menilai meski kasus Covid-19 dalam beberapa hari terakhir mengalami penurunan, namun pandemi di Indonesia belum berakhir dan masih berisiko mengalami peningkatan.

Menurut Abid, Indonesia saat ini masuk di dalam stage tiga dan pandemi Covid-19 masih menjadi ancaman.

Baca Juga: Setahun Pandemi: Kilas Balik Berbagai Pernyataan Konyol Pejabat Soal Covid-19

Ia juga memberikan catatan untuk pemerintah dalam setahun penanggulangan Covid-19. Pertama yakni tenaga kesehatan yang belum terlindungi.

Abid menyatakan dalam data IDI hingga 28 Februari 2021 terdapat 325 orang dokter yang meninggal dunia akibat Covid-19.

Jumlah angka kematian dokter ini, mengalami peningkatan dari data sebelumnya 10 Februari 2021 sebanyak 317 dokter meninggal dunia.

"Mudah-mudahan tidak ada lagi dan cenderung turun dibandingkan kalau pada bulan Desember dan Januari," Adib dalam diskusi virtual, Selasa (2/3/2021).

Baca Juga: Setahun Corona, Simak Cerita Pasien 02 Maria Darmaningsih Support 2 Anaknya

Catatan kedua yakni ketersediaan tempat tidur dan klaster rumah sakit rujukan Covid-19. Menurunya, saat ini ketersediaan tempat tidur untuk pasien Covid-19 mengalami peningkatan. Namun di sisi lain ruang ICU yang merawat pasien Covid-19 tidak berkurang.

Untuk itu perlu ada penambahan ketenagaan, mempertegas rujukan berjenjang serta memaksimalkan peran Puskemas.

Puskesmas memiliki peran untuk merawat orang tanpa gejala, pasien ringan dan preventif promotif serta deteksi dini.

Baca Juga: Ratusan Tenaga Kesehatan di RSUD Polewali Mandar Gagal Dapat Vaksin Covid-19

Catatan lain yakni kemampuan anggaran program dan integritas data dapat menjadi prioritas pemerintah.

Ia menyoroti mengenai aturan soal penerimaan insentif terkait penanganan Covid-19 perlu diperluas.

Ia mengatakan, apabila insentif diberikan melalui Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) dan pemerintah daerah (Pemda), maka pemerintah harus menegaskan bahwa petugas non-medis juga berhak menerima insentif.

"Ini yang saya kira perlu ada regulasi yang tegas, kalau itu (insentif) melalui faskes atau Pemda maka upaya yang harus dilakukan adalah ketegasan siapa yang berhak mendapatkan," ujarnya.

Baca Juga: 1 Tahun Indonesia Dihantui Pandemi Virus Corona

Ia mengatakan, seluruh cakupan penanganan Covid-19 harus menjadi perhatian pemerintah agar tidak menimbulkan ketidakadilan.

"Satu perhatian buat kita supaya kalau kita bicara berhak mendapatkan insentif pelayanan, maka tentunya melibatkan unsur non-kesehatan apakah bagian CS (cleaning service), berkaitan dengan laundry dan sebagainya yang itu juga membantu," ujarnya.

Catatan selanjutnya yakni vaksinasi Covid-19 untuk mencapai herd immunity. IDI mengingatkan vaksinasi bukan satu-satunya cara untuk memutus penularan Covid-19.

Baca Juga: Dokter Penyintas Corona Ajak Disiplin Protokol Kesehatan, Ini Pentingnya!

IDI tetap mengingatkan masyarakat untuk disiplin menerapkan protokol kesehatan. Sebab vaksinasi adalah pencegahan tahap kedua yaitu untuk mencegah orang jangan sampai sakit, kalau sakit jangan sampai berat.

Untuk itu dibutuhkan penguatan kesadaran masyarakat dan membangun kepatuhan masyarkat dengan memberdayakan organisasi informal di tengah masyarakat. Seperti Rukun Tetangga dan Rukun Warga sebagai garda terdepan.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x