Kompas TV nasional peristiwa

Prediksi Mengerikan Banjir Pantura Pulau Jawa, Pekalongan Paling Cepat Tenggelam

Kompas.tv - 22 Februari 2021, 04:40 WIB
prediksi-mengerikan-banjir-pantura-pulau-jawa-pekalongan-paling-cepat-tenggelam
Titik-titik banjir di Pulau Jawa berdasarkan pemetaan SOS Alert dari Google. (Sumber: nationalgeographic.grid.id)
Penulis : Fadhilah

JAKARTA, KOMPAS.TV - Jalur pantai utara (pantura) Pulau Jawa dikepung banjir setelah diguyur hujan dengan intensitas tinggi selama beberapa hari terakhir.

Salah satu penyebab terjadinya banjir di Wilayah Pantura Pulau Jawa ini karena adanya penurunan tanah.

Hal tersebut diakui peneliti geodesi dari Institut Teknologi Bandung, Heri Andreas. Dia mengaku tidak terkejut bila daerah-daerah di jalur pantura Pulau Jawa terendam banjir pada 2021 ini.

Baca Juga: Kritik Pedas Giring untuk Anies: Jangan Cuma Lempar Kesalahan Banjir Kiriman

Sebab, Heri dan timnya telah menemukan adanya penurunan tanah (land subsidence) yang mengerikan di jalur pantura sejak beberapa tahun lalu.

"Jadi memang pantura ini tanahnya turun luar biasa. Nah konsekuensinya nanti akan lebih rendah dari laut atau lebih rendah dari sungai di beberapa bagiannya sehingga rawan banjir," ujar Heri kepada National Geographic Indonesia, Kamis (11/2/2021).

Menurut Heri, salah satu daerah di pantura yang patut menjadi sorotan karena penurunan tanahnya berlangsung semakin cepat adalah Semarang.

Sekitar sepuluh tahun lalu penurunan tanah di Semarang hanya 1-10 sentimeter per tahun. Namun pada 2015, 2016, sampai dengan hari ini, penurunan tanah di Semarang --terutama bagian utara dan timurnya seperti Kaligawe dan Raden Patah-- jadi makin cepat.

"Jadi sekarang tuh ada yang 19 senti per tahun. Yang tadinya 10 senti per tahun jadi 15 senti per tahun, jadi 18 senti per tahun."

Baca Juga: Wali Kota Semarang: Drainase di Perkotaan Sudah Tak Mampu Menahan Intensitas Hujan

Kecepatan penurunan tanah di daerah-daerah di Pulau Jawa. (Sumber: nationalgeographic.grid.id)

Semarang Mengkhawatirkan

Heri mencatat, penurunan tanah secara signifikan di Semarang sudah terjadi setidaknya sejak 20 tahun lalu.

Jika selama 20 tahun terakhir kita kalikan dengan kecepatan penurunan tanah sebesar 5 sentimeter per tahun, berarti setidaknya tanah di Semarang sudah turun 1 meter. 

Menurut hasil riset Heri, ada daerah-daerah di Semarang yang dulu ketinggiannya masih di atas permukaan laut, sekarang jadi di bawah permukaan laut.

"Bahkan beberapa ratus hektare sudah hilang tanah di semarang itu ke dalam laut. Cuma tidak diekspos saja. Banyak yang dulunya area pabrik dan perumahan lalu hilang (jadi laut)" katanya.

Heri mencontohkan, tinggi jalan utama Kaligawe di Semarang menuju Demak sekarang sudah di bawah permukaan laut.

Ada yang sudah minus 1 meter, ada yang minus 50 sentimeter.

Secara khusus Heri menyoroti ketinggian tanah dari Kaligawe di Semarang sampai Sayung di Demak itu karena ia menemukan kecepatan penurunan di sana sudah semakin cepat.

"Ini yang mengkhawatirkan," tegasnya.

"Makanya sebenarnya sudah saya sampaikan ini kalau ada hujan yang besar, pasti kelelep Semarang ini. Itu sudah saya sampaikan beberapa tahun lalu. Akhirnya sekarang kejadian, ya," sambungnya.

Penurunan Tanah Sepanjang Pantura

Tak hanya mengkhawatirkan penurunan tanah di Semarang, Heri juga waswas dengan penurunan tanah di jalur pantura secara umum.

Jalur Pantura adalah jalan yang memanjang dari Pelabuhan Merak, Cilegon, hingga Pelabuhan Ketapang, Banyuwangi.

Berdasarkan hasil risetnya, dari sisi barat pantura, kecepatan penurunan tanah yang tinggi dan semakin cepat sudah ditemukan di Tangerang bagian utara, terutama di daerah Kosambi, dan Teluk Naga.

Kemudian di Kamal Muara, DKI Jakarta. Lalu, di Muara Gembong, Kabupaten Bekasi. Kemudian, di pantura Jawa Barat, seperti daerah Pamanukan, Pondok Bali, Pamtiban, hingga Indramayu.

Heri memprediksi, banjir rob di Pantura Jawa Barat akan luar biasa ramai pada sepuluh tahun mendatang.

"Bahkan nggak usah tunggu 10 tahun lagi. Kalau hujannya deras banget, itu bisa banjir juga," ujarnya.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x