Kompas TV nasional hukum

BPN: Tanah Ponpes Habib Rizieq di Megamendung Resmi Milik PTPN, FPI Harus Serahkan

Kompas.tv - 28 Desember 2020, 19:23 WIB
bpn-tanah-ponpes-habib-rizieq-di-megamendung-resmi-milik-ptpn-fpi-harus-serahkan
Rizieq Shihab (Sumber: kompas.com)

JAKARTA, KOMPAS.TV - Badan Pertanahan Nasional (BPN) memastikan tanah yang ditempati Pondok Pesantren Markaz Syariah pimpinan Habib Rizieq Shihab di Megamendung, Bogor, Jawa Barat, tercatat secara resmi dimiliki PTPN.

"Lahan tersebut adalah 100 persen milik PTPN," tegas Juru Bicara BPN Teuku Taufiqulhadi saat ditemui Jurnalis Kompas TV Iksan Apriansyah, Senin (28/12/2020).

Dijelaskan Taufiqulhadi, PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII merupakan perusahaan milik negara yang ditugaskan untuk mengelola aset negara.

Baca Juga: Penjelasan FPI soal Lahan Ponpes di Megamendung yang Disomasi PTPN VIII

Semua aset negara tercatat di perbendaharaan negara, dan di bawah kendali Kementerian BUMN. Sejauh ini PTPN VIII tidak pernah melepas aset-aset negara yang ditugaskan kepadanya.

Sehingga tidak mungkin ada pihak yang mengatakan bahwa tanah tersebut telah menjadi miliknya.

"Misalkan ada yang mengaku menjadi pemilik dan menjual kepada orang lain itu pasti tidak ada surat-surat yang lengkap. Yang paling utama adalah menunjukkan kepemilikan dia, itulah sertifikat," tutur Taufiqulhadi.

Oleh karena itu jika terdapat klaim telah melakukan pembelian dari petani, maka klaim tersebut tidak valid.

Lagipula membeli tanah yang tidak dimiliki secara sah oleh penjual, maka pembeli bisa dikategorikan membeli barang tadahan.

Baca Juga: Pesantren FPI di Megamendung Disomasi PTPN, Rizieq Shihab: Saya Beli dari Petani Bukan Ngerampok

Oleh karena itu BPN mengimbau FPI untuk menyerahkan lahan tersebut, karena tercatat dimiliki negara.

"Menurut kami dari BPN, kembalikan saja tanah PTPN tersebut," katanya.

Pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Rizieq Shihab, menegaskan bahwa lahan yang ditempati oleh Pondok Pesantren Agrokultural Markaz Syariah saat ini dibeli dari para petani, dan bukan merampas dari PTPN VIII.

Habib Rizieq menyebut, dokumen surat pembelian sudah ditandatangani dan sudah dilaporkan kepada institusi negara. Itu mulai dari RT, RW, lurah, kecamatan, bupati, sampai gubernur.

"Jadi, kami tegaskan sekali lagi bahwa kami tidak merampas tanah PTPN VIII, tetapi kami membeli dari para petani," kata Rizieq dalam keterangan tertulisnya yang , Kamis (24/12/2020), seperti dikutip Kompas.com.

Baca Juga: Penjelasan FPI soal Lahan Ponpes di Megamendung yang Disomasi PTPN VIII

Rizieq yang juga pengasuh pondok pesantren tersebut mengakui benar bahwa status tanah pesantren adalah hak guna usaha (HGU) atas nama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII.

Namun, lanjut dia, selama 30 tahun tanah atau lahan tersebut digarap oleh masyarakat. Selama 30 tahun itu, pihak PTPN VIII tidak pernah menguasai secara fisik dan bahkan menelantarkan tanah tersebut.

Mengacu pada Undang-Undang Agraria Nomor 5 Tahun 1960 tentang dasar-dasar dan ketentuan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria nasional di Indonesia, maka tentu masyarakat berhak untuk membuat sertifikat tanah yang digarapnya.

"Masyarakat Megamendung itu sendiri sudah 30 tahun lebih menggarap lahan tersebut. Jadi tanah yang didirikan Ponpes Markaz Syariah itu semua ada suratnya. Itulah yang dinamakan membeli tanah over garap," ujarnya.

"Dan, para petani tersebut datang membawa surat yang sudah ditandatangani oleh lurah dan RT setempat."

Baca Juga: Markaz Syariah Rizieq Shihab Disomasi,  Mantan Ketua DPR Marzuki Alie Kirim WA ke MahfudMD

Jika kembali mengacu dalam Undang-Undang Nomor 5/1960 Pasal 29 ayat (1) menyebut, hak guna usaha (HGU) hanya diberikan untuk waktu paling lama 25 tahun.

Di ayat (2), untuk perusahaan yang memerlukan waktu yang lebih lama dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun.

Maka dari itu, jika HGU tersebut batal maka kemudian masyarakat berhak untuk membuat sertifikat tanah yang digarapnya dan selanjutnya menjadi milik masyarakat.

"Dalam Undang-Undang HGU tahun 1960 itukan disebutkan bahwa sertifikat tidak bisa diperpanjang atau dibatalkan jika lahan itu ditelantarkan oleh pemilik HGU dalam hal ini PTPN VIII," ucapnya.

Rizieq menambahkan, jika pemerintah ingin mengambil tanah pesantren Markaz Syariah yang didirikan tahun 2015 itu, ia meminta supaya pemerintah membayar ganti rugi uang keluarga dan umat yang sudah dikeluarkan untuk beli over garap tanah serta biaya material pembangunan.

Baca Juga: Ini Kata FPI Soal Lahan Pondok Pesantren di Megamendung yang Disomasi

"Pihak pengurus Markaz Syariah Megamendung siap melepas lahan tersebut jika dibutuhkan negara, tapi silakan ganti rugi agar biaya ganti rugi ini bisa digunakan untuk membangun kembali pesantren Markaz Syariah di tempat lain," ujar dia.



Sumber : Kompas TV



BERITA LAINNYA



Close Ads x