Kompas TV nasional update corona

BPOM Belum Keluarkan Izin Edar Vaksin Covid-19, Ini Alasannya

Kompas.tv - 29 Oktober 2020, 21:23 WIB
bpom-belum-keluarkan-izin-edar-vaksin-covid-19-ini-alasannya
Satu paket vaksin eksperimental untuk Covid-19 di Quality Control Laboratory di the Sinovac Biotech, Beijing, China. Gambar diambil pada 29 April 2020. (Sumber: AFP/NICOLAS ASFOURI via Kompas.com)
Penulis : Tito Dirhantoro

JAKARTA, KOMPAS TV - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Indonesia belum dapat mengeluarkan izin edar terhadap satupun vaksin Covid-19 yang ada saat ini.

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) per tanggal 19 Oktober 2020, ada 44 kandidat vaksin Covid-19 yang sudah memasuki tahap uji klinik dan 154 kandidat vaksin yang sedang pada tahap pre-klinik.

Di antara sejumlah kandidat vaksin tersebut yang sudah memasuki tahap uji klinik fase 3 antara lain vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh Sinovac, Sinopharm, University of Oxford dengan biofarmasi AstraZeneca, CanSino, Gamalea dari Rusia, Janssen Pharmaceutical, Moderna, BioNTech Pfizer dan Novavax.

Baca Juga: Ya... Batal! Rencana Suntik Vaksin Covid di November

"Semua kandidat vaksin Covid-19 yang ada masih dalam proses pengembangan uji klinik baik pre klinik maupun uji klinik itu sendiri," kata Pelaksana tugas Deputi  Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Zat Adiktif Badan POM, Dra Togi J Hutadjujlu Apt MHA sepertidikutip dari Kompas.com pada Rabu (28/10/2020).

Dalam diskusi daring bertajuk Pengawalan BPOM dalam Proses Penyediaan Vaksin Covid-19, Rabu (28/10/2020), Togi memaparkan bahwa badan pengawas obat memiliki standar dalam perizinan untuk obat-obatan dan vaksin.

Standar tersebut yakni harus melalui proses uji klinik sebagai pembuktian khasiat dan keamanannya.

"Sesuai dengan tugas dan fungsinya, sebagai pengawas obat dan makanan, Badan POM mengambil langkah strategis perihal vaksin Covid-19, dengan mengedepankan kepentingan kesehatan masyarakat," ujarnya.

Baca Juga: Hasil Rapat Terbatas Vaksin Covid-19, Ini yang Disampaikan Presiden Jokowi

Tidak hanya itu, pemenuhan mutu produk melalui hasil evaluasi persyaratan mutu dan pemastian proses produksi atau pembuatan vaksin sesuai dengan cara pembuatan obat yang baik atau good maintenance practicise juga harus terpenuhi.

"Setelah proses evaluasi tersebut dilalui dan dianggap memenuhi syarat dari aspek keamanan, khasiat dan mutu, maka barulah Badan POM akan memberikan perizinan penggunaan," ucap Togi.

Perizinan penggunaan tersebut ialah berupa Emergency Use Authorization (EUA) atau izin edar (marketing authorization).

EUA adalah suatu mekanisme registrasi khusus untuk obat dan vaksin pada kondisi darurat seperti pandemi Covid-19 saat ini.

Baca Juga: Vaksinisasi Massal Covid-19 Kemungkinan Besar Bakal Mundur, Ini Penjelasannya

Badan POM sebagai otoritas regulatori di bidang obat, dapat mengeluarkan persetujuan penggunaan darurat apabila memang sudah sesuai berdasarkan hasil evaluasi klinik.

Selain itu, hasil pembuatan obat memenuhi aspek vaksin tersebut memiliki potensi baik dari khasiat dan keamanan, serta berasal dari jumlah subjek pemantauan.

Namun, saat ini, untuk data-data tersebut masih terbatas, sehingga, kata Togi, untuk mendapatkan EUA tersebut dibutuhkan data-data dari uji klinik yang lebih luas dan waktu yang lebih panjang.

"Pengambilan keputusan penggunaan darurat ini harus dilakukan dengan pertimbangan kemanfaatan yang lebih tinggi dari risikonya," ujarnya.

Baca Juga: Jokowi: Vaksinisasi Covid-19 Ada yang Gratis dan Bayar

Dalam memberikan persetujuan obat dan vaksin, Badan POM dapat memperoleh data dari uji klinik yang dilakukan di Indonesia maupun data yang diperoleh dari uji klinik di negara lain dengan pelaksanaan uji klinik yang sama.

Data-data ini menjadi tambahan pendukung dalam proses evaluasi untuk khasiat dan keamanan, sambil menunggu hasil uji klinis fase 3 di Indonesia selesai secara lengkap.

Persetujuan penggunaan darurat telah ditetapkan dengan peraturan badan pengawas obat dan makanan nomor 27 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan nomor 24 tahun 2017 tentang kriteria dan tata laksana registrasi obat.

Sistem pemberian EUA oleh BPOM mengacu pada pedoman registrasi obat pada kondisi darurat dari Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO), Badan Pengawas Obat Eropa (EMA) dan Badan Pengawas Obat (FDA) Amerika Serikat.

Baca Juga: Indonesia Batal Beli Vaksin AstraZaneca, Airlangga: Kita Belum Putuskan

Nantinya, berdasarkan ketentuan yang berlaku industri farmasi yang mendapatkan EUA harus bertanggung jawab terhadap mutu vaksin Covid-19, bahan baku, pembuatan, pelulusan batch vaksin hingga peredaran dan penggunaan pada pasien.




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x