Kompas TV lifestyle tren

Apa Itu Serangan Fajar dalam Pemilu? Ini Hukum Memberi dan Menerima Politik Uang dalam Islam

Kompas.tv - 13 Februari 2024, 11:24 WIB
apa-itu-serangan-fajar-dalam-pemilu-ini-hukum-memberi-dan-menerima-politik-uang-dalam-islam
Hukum serangan fajar atau uang politik dalam pemilu (Sumber: Kompas.com)
Penulis : Dian Nita | Editor : Vyara Lestari

JAKARTA, KOMPAS.TV - Menjelang Pemilu, 14 Februari 2024, istilah 'serangan fajar' atau money politic menjadi sorotan.

'Serangan fajar' masih berpotensi terjadi mendekati hari pencoblosan Pemilu 2024. Oleh karena itu, masyarakat harus waspada.

Apa Itu Serangan Fajar?

Dalam dunia politik, serangan fajar adalah istilah yang digunakan untuk menyebut bentuk politik uang dalam rangka membeli suara yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang untuk memenangkan calon peserta Pemilu.

Serangan fajar dalam Pemilu biasanya ditujukan dengan memberikan uang atau barang tertentu untuk mendapatkan simpati atau suara rakyat.

Baca Juga: Contoh Simulasi Surat Suara Pemilu 2024 Capres-Cawapres, DPR, DPRD Kab/Kota dan Provinsi serta DPD

Istilah ini dulunya dipakai di dunia militer, saat tentara biasanya menyergap dan menguasai daerah target secara mendadak di pagi buta.

Namun, istilah ini kemudian digunakan untuk menyebut tindakan politik uang transaksional ketika orang memberikan uang agar penerima mau memilih calon yang diinginkan pemberi uang dalam pemilu dengan iming-iming janji tertentu.

Contoh bentuk serangan fajar:

  • Memberikan uang tunai
  • Memberikan sembako, seperti beras, minyak, gula, dll
  • Memberikan pakaian
  • Memberikan voucher pulsa atau paket data internet

Hukum Serangan Fajar dalam Islam

Melansir NU Online, fatwa Majelis Ulama Indonesia menegaskan bahwa hukum serangan fajar atau politik uang adalah haram.

Baca Juga: Ini Honor KPPS Pemilu 2024 saat Pemungutan dan Perhitungan Suara di TPS, Gajinya Kapan Cair?

Begitu pula menurut Nahdlatul Ulama melalui Bahtsul Masailnya dan Muhammadiyah melalui Majelis Tarjihnya, menyatakan bahwa politik uang termasuk perbuatan haram, disamakan dengan risywah, diharamkan bagi pemberi dan penerimanya. 

Syekh Khatib Asy-Syirbini dalam kitab Mughni Muhtaj mengatakan, dalam ilmu fikih, suap atau risywah didefinisikan sebagai tindakan memberi sesuatu kepada orang lain dengan tujuan agar dia melakukan sesuatu yang tidak adil atau tidak benar. 

الرشوة هي ما يبذل للغير ليحكم بغير الحق أو ليمتنع من الحكم بالحق  

Artinya: "Suap adalah pemberian sesuatu kepada orang lain agar dia memutuskan perkara dengan tidak adil atau agar dia tidak memutuskan perkara dengan adil." (Asy-Syirbini, Mughni Muhtaj, jilid VI, halaman 288).  


Dengan kata lain, suap adalah memberi sesuatu agar seseorang memutuskan sesuatu dengan tidak adil.

Sementara serangan fajar bisa dianggap suap karena bertujuan agar rakyat tidak memilih pemimpin dengan objektif.

Serangan fajar ingin rakyat memilih pemimpin berdasarkan apa yang diberikan saat serangan fajar, bukan integritas dan kompetensi pemimpin.

Baca Juga: Apa Saja yang Dipilih dalam Pemilu 2024? Ini 5 Warna Surat Suara dan Perbedaannya

Hukum Serangan Fajar Menurut UU

Ada beberapa orang yang berpikir uang serangan fajar boleh diambil begitu saja meski tidak memilih orang tertentu saat pencoblosan.

Akan tetapi, dalam perundang-undangan yang berlaku, hukum serangan fajar jelas dilarang. Bahkan, ada hukum pidana yang menanti apabila memberi dan atau menerima praktik ini.

Hukum serangan fajar dalam Pemilu tercantum dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Pasal 515 UU Pemilu menyatakan, orang yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang/materi lain saat pemungutan suara kepada pemilih agar tidak menggunakan hak pilihnya, memilih peserta pemilu tertentu, atau membuat surat suaranya tidak sah, akan dipidana penjara maksimal tiga tahun dan denda maksimal Rp36.000.000.

Pasal 523 ayat (2) menyatakan setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilu yang sengaja menjanjikan atau memberikan imbalan kepada pemilih pada masa tenang akan dipidana penjara paling lama 4 tahun dan denda paling banyak Rp48.000.000.

Sementara Pasal 523 ayat (3) menyatakan setiap orang yang sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lain agar pemilih tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana penjara paling lama tiga tahun dan denda maksimal Rp36.000.000



 




Sumber : Kompas TV/NU Online


BERITA LAINNYA



Close Ads x