Kompas TV kolom catatan jurnalis

Kapan Pariwisata Indonesia Menggeliat Kembali Pasca-pandemi Covid-19?

Kompas.tv - 18 Juni 2020, 12:15 WIB
kapan-pariwisata-indonesia-menggeliat-kembali-pasca-pandemi-covid-19
Garuda Wisnu Kencana Cultural Park (Sumber: Ni Luh Puspa)
Penulis : Desy Hartini

Oleh: Ni Luh Puspa/KompasTV

Bagi sebagian besar negara, sektor pariwisata dijadikan sebagai salah satu tulang punggung penyokong perekonomian.

Indonesia salah satunya. Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) 2019, sektor pariwisata menyumbang 5,5 % terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dengan realisasi devisa mencapai Rp280 Triliun.

Di atasnya ada sektor ekonomi kreatif yang disumbangkan oleh ekspor produk kreatif dengan nilai yang mencapai Rp308 Triliun.

Siapa sangka, pariwisata menjadi sektor yang menghasilkan efek berganda dalam perekonomian. Pasalnya, sektor ini ditopang oleh berbagai sektor lain, seperti transportasi, UMKM, dan akomodasi.

Tidak salah jika pemerintah kemudian terus menyokong sektor ini dengan berbagai strategi. MulaI dari percepatan pembangunan infrastruktur, promosi besar-besaran, hingga pengembangan destinasi baru. 

Akhir 2019 lalu, pemerintah menargetkan sektor pariwisata dapat menyumbang devisa sebesar 21 juta dolar AS atau sekitar Rp294 Miliar pada 2020.

Menurut Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio, target ini bisa tercapai dengan adanya 5 'Bali baru' yang menjadi wisata prioritas pemerintah, yaitu Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Borobudur (Jawa Tengah), Danau Toba (Sumatera Utara), dan Manado (Sulawesi Utara).

Optimisme pemerintah terlempar jauh ketika pandemi Covid-19 merebak di Tiongkok akhir 2019 lalu. 

Hal itu berimplikasi pada terhentinya turis Tiongkok ke Indonesia di awal 2020. Februari 2020 awal, Presiden Joko Widodo secara resmi menutup penerbangan dari Tiongkok ke Indonesia untuk mengantisipasi penyebaran virus Corona di Indonesia.

Sektor pariwisata di Zamrud Khatulistiwa ini mendadak lumpuh. Pasalnya, Tiongkok merupakan negara dengan kontribusi pelancong terbesar kedua setelah Malaysia.

Totalnya mencapai 12,86 persen dari kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia atau sekitar 2 juta orang china berwisata ke Indonesia pada 2019 lalu.

Travel Warning Diterapkan

Berbagai negara pun melakukan travel warning. Banyak negara juga melakukan penguncian wilayah, termasuk Indonesia.

Bukan hanya menutup penerbangan dari Tiongkok, tetapi juga membatasi penerbangan dari negara lain. Tak ayal, para turis pun membatalkan perjalanannya ke Indonesia.

Praktis sektor pariwisata mati suri.

Banyak penyedia akomodasi tutup hingga para pekerja sektor pariwisata yang harus rela kehilangan pekerjaan. Hal ini, tidak hanya dialami Indonesia, tapi negara-negara lain di dunia.

Imbasnya, perekonomian Indonesia terjun bebas dengan hanya tumbuh 2,97 persen di kuartal I, mendarat jauh dari target 4,5 – 4,6 persen. 

Turki Membuka Kembali Pariwisata

Pasca pandemi Covid-19, banyak pihak menyebut, perilaku wisatawan akan banyak berubah sehingga penting bagi pelaku industri pariwisata dan pemerintah untuk melakukan penyesuaian. 

Beberapa pola perubahan wisatawan yang diperkirakan akan terjadi, yakni menghindari keramaian. Hal ini tentu bertolak belakang dengan perilaku industri wisata yang mengutamakan jumlah orang atau kunjungan.

Tengok saja, beberapa negara yang sudah mulai membuka kembali sektor pariwisatanya. Salah satunya Turki. Negara yang berada di persimpangan Eropa dan Asia ini menjadi favorit wisatawan dari berbagai negara termasuk pelancong dari Indonesia. 

Dalam wawancara saya dengan Duta Besar Indonesia untuk Turki, Lalu Muhammad Iqbal, ia menjelaskan bahwa per 21 Juni mendatang, negara ini akan membuka kembali sektor pariwisatanya.

Menurut Iqbal, beberapa hal telah disiapkan oleh pemerintah Turki untuk menarik wisatawan. Mulai dari penyiapan fasilitas kesehatan berstandar internasional, hingga penyediaan tes Polymerase Chain Reaction (PCR) di bandara. 

“Apa yang dilakukannya sekarang adalah memastikan di daerah-daerah wisatanya itu tersedia fasilitas kesehatan standar internasional. Rumah sakit-rumah sakit yang rasio jumlah kamar ICU nya lebih besar, ventilator lebih banyak. Dalam mempromosikan pariwisata, Turki tidak hanya mempromosikan destinasinya, tapi juga bahwa mereka sudah punya protokol yang lengkap di semua elemen sektor pariwisata ini, hotel, restoran, airport," ujar Dubes Indonesia untuk Turki, Lalu Muhammad Iqbal.

"Policy-nya Turki, siapa pun yang datang ke Turki dan teridentifikasi positif di sini, maka dia akan dirawat oleh pemerintah Turki. Artinya ada risiko yang diambil pemerintah Turki. Kemudian di airport disiapkan PCR test. Jadi yang masuk ke Turki harus PCR test dulu dengan hasil keluar hanya 90 menit, ” ujarnya. 

Selain itu, Turki juga memberlakukan sistem sertifikasi pada semua fasilitas pariwisata. Jadi protokol dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan. Sementara, untuk hotel dan sebagainya, saat ini  sedang dalam proses sertifikasi. Hanya fasilitas bersertifikasi yang diizinkan untuk buka.

Beberapa syarat sertifikasi, yakni penyemprotan disinfektan pada kamar hotel secara regular dan tidak pernah dihuni dalam tiga bulan terakhir. Selain itu, tingkat hunian juga maksimal hanya ditempatu 60 persen dan tidak ada pekerja yang pernah terkena Covid-19. 

Bagaimana dengan Indonesia?

Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan agar gubernur, bupati, dan wali kota terus memonitor dan mengawal program pemulihan UMKM sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di daerah berdestinasi wisata prioritas.

Hal itu disampaikan oleh Luhut dalam webinar “Penyediaan dan Akses Permodalan Bagi UMKM Sektor Pariwisata dan Ekonomi Kreatif” yang digelar pada Jumat (12/6/2020).

Dalam pemulihan sektor pariwisata, Luhut juga mendorong peningkatan kontribusi dari turis domestik, semula 55 persen menjadi 70 persen. 

Sementara itu Deputi Bidang Koordinasi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenko Marves, Ordo RM Manuhutu, menyatakan bahwa pemerintah tengah mendorong sektor quality tourism, SDM pariwisata, dan atraksi lebih berkualitas.

“Kemenko Kemaritiman dan Investasi bersama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan Kementerian PUPR akan mengembangkan program CHS atau Clean, Hygiene, and Safety,” ujar Ordo RM Manuhutu.

Protokol kesehatan di destinasi wisata juga menjadi hal yang diperhatikan oleh pemerintah. Menurut Ordo, saat ini draf regulasi mengenai hal tersebut sedang dirampungkan. 

Membangun kepercayaan wisatawan pasca-pandemi menjadi kunci penting untuk mengembalikan sektor pariwisata.

Kepercayaan bisa didapat apabila pemerintah dan pelaku industri mampu memberikan jaminan bahwa tempat yang mereka kunjungi aman dari penyebaran virus corona.

Apalagi dengan rencana pemerintah untuk mendorong kedatangan wisatawan asing kelas A dan B yang tentu lebih pemilih, bagaimana membuat mereka percaya, tentu dengan regulasi yang jelas.

Beberapa hal yang dilakukan oleh Turki bisa dijadikan rujukan, misalnya sistem sertifikasi bagi akomodasi pariwisata, penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai, hingga SDM yang berkualitas.

Pemerintah saat ini berencana membuka kembali destinasi wisata. Namun regulasinya masih digodok dan draft-nya pun belum secara gamblang dibuka ke publik.

Jangan sampai regulasi ini mirip lahirnya seperti regulasi menghadapi Corona: Lamban, penuh ketidakjelasan, dan saling berbenturan antar lembaga. 

Menurut saya pribadi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat ini oleh pemerintah, yakni:

1. Mendorong keluarnya protokol yang jelas sebelum destinasi wisata kembali dibuka.

2. Memberikan sistem sertifikasi bagi pelaku industri. Hal ini akan membuat wisatawan yakin bahwa tempat wisata yang mereka datangi aman.

3. Memastikan seluruh sumber di sektor pariwisata sehat, bisa ditunjukkan dengan sertifikasi sehat yang dikeluarkan lembaga terkait.

4. Menyediakan fasilitas kesehatan berstandar internasional yang dapat dijangkau di lokasi lokasi wisata.

#Covid19 #Corona #Pariwisata




Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x