Kompas TV kolom opini kompasianer

Kesadaran Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Masih Rendah: Pilih ke Dokter Gigi atau Tukang Gigi?

Kompas.tv - 21 Juli 2023, 14:48 WIB

Konten ini merupakan kerja sama dengan Kompasiana, setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.tv

kesadaran-menjaga-kesehatan-gigi-dan-mulut-masih-rendah-pilih-ke-dokter-gigi-atau-tukang-gigi
Ilustrasi perawatan gigi (Sumber: Freepik/Pressfoto)
Penulis : Eka Sarmila

JAKARTA, KOMPAS.TV - Semasa kanak-kanak, gigi bungsu yang tanggal adalah hal biasa. Toh, ini merupakan bagian dari salah satu fase tumbuh kembang anak. Fase ini, bisa jadi masalah. Misalnya, pada pengalaman adik saya saat masih berusia 5 tahun.

Saat gigi susunya mulai tanggal, entah mengapa harus bolak balik ke dokter gigi. Alasannya, karena gigi baru tumbuh terlebih dahulu sebelum gigi susunya copot. 

Alhasil, karena tidak berani asal cabut proses pencopotan gigi susu ini mesti dibawa ke dokter gigi. Untungnya, hal ini bisa dilakukan di puskesmas. Dulu, belum ada BPJS dan biaya ditanggung mandiri. Harganya pun sangat terjangkau.

Pemeriksaan gigi rutin secara berkala terus digaungkan. Mulai dari petugas kesehatan hingga iklan produk pasta gigi. Semua mengkampanyekan pentingnya untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut. 

Sayangnya, kebiasaan ini hanya dianggap sebagai kampanye belaka. Padahal imbauan yang diberikan juga tidak berat, minimal senantiasa menyikat gigi setidaknya pada pagi setelah sarapan dan malam sebelum tidur. 

Praktik Sikat Gigi yang Salah

Meskipun sudah ramai dikampanyekan di TV hingga media sosial, nyatanya praktik menyikat gigi sesuai anjuran masih tidak dilakukan. Apalagi, pada anak-anak di waktu sebelum tidur.

Umumnya, orang tua sudah merasa lelah dengan aktivitas harian. Anak-anak pun juga lelah dan akhirnya mereka tertidur dengan sisa makanan yang ada di mulut. 

Alhasil, pada usia anak-anak tidak jarang dijumpai karang gigi dan gigi berlubang. Belum lagi, makanan manis jadi andalan para orang tua. Pasalnya, pada saat anak merengek banyak yang ingin selesai serba instan.

Misalnya, ya, sudah kasih aja permen, cokelat, dan makanan manis lainnya. Padahal gula memiliki sifat menurunkan pH mulut. Artinya, jika kadar pH dalam mulut menurun, maka bakteri akan mudah masuk.

Sehingga tidak heran, mengapa anak-anak banyak mengalami masalah gigi berlubang. Begitu pun dengan survey kesehatan  yang dilakukan pada tahun 2001. 

Mengutip dari Kompas.com, penyakit gigi berlubang adalah penyakit rumah tangga yang menepati urutan tertinggi keenam. Gigi yang berlubang bukan hanya menyebabkan bau mulut. Melainkan menjadi berbagai pemicu lainnya akibat adanya penumpukan bakteri. 

Ke Dokter Gigi Tiap 6 Bulan Sekali, Bisa Pakai BPJS?

Siapa yang belum pernah ke dokter gigi? Atau ke dokter gigi kalau hanya sakit saja? Normalnya, itu yang dilakukan oleh orang-orang. Namun, ada baiknya jika pemeliharaan kesehatan gigi dilakukan minimal tiap 6 bulan sekali.

Tujuannya, untuk mengetahui apakah perlu ada tindaklanjut jika mengalami permasalahan gigi. Sayangnya, kebanyakan dari kita bukanya enggan untuk ke dokter gigi. Melainkan takut lihat biayanya.

Padahal, sebagian perawatan gigi bisa menggunakan BPJS. Asalkan mendapatkan rekomendasi/rujukan dari dokter di fasilitas kesehatan pertama. 

BPJS sendiri menanggung biaya perawatan gigi dasar hingga operasi gigi bungsu dan selain biaya perawatan kecantikan gigi. Maksud perawatan kecantikan gigi adalah pemasangan veener, behel, dan segala bentuk estetika lainnya.

Jika termasuk dari golongan penyakit dan bukan estetika. Coba konsultasikan dengan dokter gigi di fasilitas kesehatan pertama terkait bagaimana penanganannya. 

Biaya Dokter Gigi Lebih Mahal, Apakah ke Tukang Gigi Jadi Solusi?

Perlu dipahami bahwa segala bentuk perawatan kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan adalah jenis penyakit yang terjadi bukan karena disengaja atau berhubungan dengan kecantikan. Misalnya, pada perawatan kesehatan gigi seperti operasi gigi bungsu. 

Di mana apabila tidak ditangani, gigi bungsu dapat merusak jaringan sekitar yang terkadang membuat penderitanya sakit kepala hingga telinga berdenging (tinnitus). Sedangkan, untuk estetika seperti pemasangan behel dan veener bukanlah penyakit kronis yang membahayakan pasienya.

Uang sedikit tapi pengin tampil memukau. Alhasil, banyak yang tergiur untuk menggunakan jasa ahli gigi. Klaimnya, para ahli gigi juga mampu melakukan pekerjaan layaknya dokter gigi. 

Terutama pada remaja tanggung yang ingin tampil eksis menggunakan behel. Padahal fungsi dasar dari penggunaan behel adalah untuk merapihkan gigi. Jika tidak bermasalah sejatinya tidak perlu menggunakan treatment ini. 

Tukang gigi dijadikan alternatif karena alasan biaya yang lebih murah. Harganya pun relatif beragam. Bahkan ada yang hanya dibandrol harga di bawah satu juga.

Sedangkan, jika ke dokter gigi dengan menggunakan kualitas kawat terbaik biaya minimal yang dikeluarkan bisa 6-9 juta. Belum termasuk biaya perawatan lain-lain. 

Padahal, mengutip dari Hellosehat.com, menurut Permenkes dalam pasal 1 angka 1 nomor 39 tahun 2014, dijelaskan bahwa tukang gigi adalah orang ahli yang memiliki keahlian dalam membuat dan memasang gigi tiruan lepasan.

Artinya, belum ada legalitas yang menjamin bahwa tukang gigi diperbolehkan untuk melakukan veener hingga pemasangan behel. 

Lantas, mengapa biaya ke dokter gigi jauh lebih mahal? Ada beberapa aspek yang menjadi bahan pertimbangan. Mulai dari lamanya masa pendidikan hingga jenis alat dan bahan yang digunakan. 

Sehingga, di sinilah pentingnya untuk memahami dan menelaah lebih jauh baik dan buruknya. Jika memang sangat urgen dan mempengaruhi masalah kesehatan bisa menggunakan layanan kesehatan melalui BPJS sesuai aturan. 

Namun, jika hanya berhubungan dengan estetika dan budget pas-pasan ada baiknya untuk ditahan terlebih dahulu. 

Konten ini merupakan opini/laporan buatan blogger dan telah tayang di Kompasiana.com dengan judul "Kesadaran Menjaga Kesehatan Gigi dan Mulut Masih Rendah: Pilih ke Dokter Gigi atau Tukang Gigi?"




Sumber : Kompasiana


BERITA LAINNYA



Close Ads x