Kompas TV kolom opini

Gusti Ora Sare

Kompas.tv - 3 April 2023, 07:20 WIB
gusti-ora-sare
Ilustrasi. (Sumber: Istimewa)

Pengejaran kebaikan bersama dalam kehidupan bukan hanya lebih terhormat, lebih ternilai, lebih bermakna tetapi juga akan menjadi lebih ‘kekal’ bila dibandingkan dengan pengejaran kebaikan individu. 

Kata Aristoteles kebaikan bersama dan kebaikan individu bukanlah sesuatu yang terpisah. Sebab, dalam pencapaian kebaikan individu tetap akan dibutuhkan lingkungan sosial. Dunia sosial ada demi menunjang kehidupan manusia.

Dan, kata Thomas Aquinas (1225-1274) keberarahan pada bonum commune merupakan syarat bagi terciptanya pemerintahan adil yang dapat mewujudkan kesejahteraan bersama. Itulah yang harus diupayakan sekuat tenaga untuk diwujudkan oleh pemerintah. Dan, ia paham dan sadar akan hal itu.

***

Kepercayaan akan semua itu -Gusti ora sare, providentia Dei, manusia merencanakan tetapi Tuhan yang menentukan, dan juga Deus caritas est, Tuhan itu kasih, serta bahwa urip iku mung mampir ngombe karena itu harus benar-benar dimaksimalkan untuk terwujudnya bonum commune- yang membuat ia berdiri kokoh di atas kedua kakinya kembali setelah jatuh karena tak kuasa mengelak.

Walau kini ia berdiri kokoh, tetapi tidak membusungkan dada. Walau mengangkat kepala tapi tidak congkak. Walau ia memandang ke depan tapi tidak berontak.

Sebab, ia bagaikan karang yang tetap berdiri tegak walau terus digempur ombak dan badai tiada henti. Ia luwes bagaikan ombak laut yang menari-nari dimain-mainkan angin di laut Selatan. Tetapi tetap setia tanpa henti mendatangi pantai berpasir tempat anak-anak bermain.

Ia berdiri tegak  laksana merapi-merbabu yang berdiri kokoh menjulang tinggi ke langit biru. Meskipun tubuhnya digerogoti para penambang pasir.

Ia bagaikan sinar lentera yang  menyinari orang lain yang meringkuk dalam kegelapan maut; dan membimbing orang lain ke jalan damai sejahtera.

Akhirnya, ia terus berjalan menyusuri jalan panjang berkelok dan berliku, naik dan turun, halus dan tidak rata seperti sejarah. Kata Bung Karno, bukankah sejarah tak pernah berhenti? Siapakah yang dapat menghentikan sejarah? Sejarah menggerakkan dirinya sendiri.

Meskipun demikian, ia tetap waspada. Sebab, ia menyadari berada di tengah benturan-benturan antara manusia dengan manusia. Antara sesama yang mengalir dari sumber yang satu. Seperti Arjuna ketika berperang melawan Adipati Karna di Padang Kurusetra.

Ia tetap waspada karena melihat bibit-bibit dendam yang baru terus bermunculan. Dan bibit-bibit seperti  itu cepat tumbuh dan berkembang, jauh lebih cepat dari setiap bibit kebaikan dan kebajikan. Seperti bibit alang-alang, maka bibit dendam itu segera menjadi rimbun, sedang bibit kebajikan akan tumbuh dan berkembang sangat lambat seperti pohon anggrek tetapi indah.

Dan, sambil terus berjalan, ia tidak memusingkan masa depannya. Karena  ia “menyerahkan masa depannya kepada ‘Yang tidak sare‘ mulai saat itu dan seterusnya….” Ia percaya bahwa “Yang tidak sare” akan melaksanakan rencana-Nya baginya…..walau ia pernah jatuh dan mengecewakan banyak orang.

***

 




Sumber :


BERITA LAINNYA



Close Ads x