Kompas TV kolom catatan jurnalis

Dua Tahun Covid di RI, Cerita Mereka yang Tertular Varian Delta hingga Omicron

Kompas.tv - 2 Maret 2022, 07:05 WIB
dua-tahun-covid-di-ri-cerita-mereka-yang-tertular-varian-delta-hingga-omicron
Ilustrasi isolasi mandiri (Sumber: FREEPIK via Kompas.com)
Penulis : Desy Afrianti

Kehamilan Mawar telah memasuki 9 bulan. Dia batuk-batuk disertai sesak napas dan penciuman hilang. Begitu juga nafsu makan, padahal dia butuh cukup asupan untuk menunjang bayi di kandungan. Sedikit demi sedikit berat badannya menyusut. 

Di rumah itu hanya Mawar yang paling parah. Suami dan anak-anaknya nyaris tanpa gejala. Hanya batuk pilek di awal. Mawar belum divaksin sama sekali, sedangkan suaminya sudah lengkap.

Untunglah dukungan keluarga dan para kerabat membuat kondisi Mawar tetap stabil. Adiknya yang seorang bidan selalu aktif memantau dari jauh. Ayahnya yang tinggal di Jawa Tengah hampir setiap hari melakukan panggilan video call meski hanya bisa menangis tak tega melihat anaknya yang tengah hamil tua mesti dibebani corona.

Begitu juga dokter kandungannya yang tak bosan-bosan meyakinkan bahwa si jabang akan bayi baik-baik saja. Dokter kandungan meresepkan semua obat-obatan yang dibutuhkan dan aman.

Empat belas hari berlalu, anosmia hilang. Keluarga itu kembali melakukan tes PCR dan hasilnya negatif. Mereka langsung sujud syukur. 

Mawar mulai memberanikan diri keluar rumah untuk mengambil uang di ATM. Tiba-tiba dia merasakan sakit perut. Tenyata kontraksi, bayinya mau lahir.

Masuk rumah sakit Mawar harus kembali tes swab. Di luar dugaan ternyata hasilnya positif. Menurut dokter itu karena masih ada sisa-sisa virus tapi tidak terlalu bahaya.

Mawar terpaksa melahirkan di ruang IGD. Seluruh bidan dan dokter yang membantu persalinan memakai hamzat. 

Persalina sudah memasuki bukaan 8. Kontraksi semakin hebat. Perjuangan hidup dan mati. Napasnya terengah-engah, berteriak pun sulit karena terhalang masker. Hingga berjam-jam akhirnya bayi perempuan yang sangat dinanti itu lahir ke dunia. Sehat walafiat. 

Efek Long Covid Dua Bulan Rambut Rontok

Dengan berat hati Uni Lula terpaksa meninggalkan suami dan tiga anaknya yang masih kecil karena harus pergi isoma. Hanya Uni di keluarga itu yang terpapar Covid-19, dan dia memilih isolasi di tempat lain.

Pelan-pelan Uni melewati pintu masuk sebuah wisma di kawasan Hang Jebat, Jakarta Selatan. Tangan kanannya menarik koper sementara tangan kiri menenteng tas.

Di tempat itu pasien Covid menjalani insoman. Mereka menempati kamar sendiri-sendiri. Makan dan minum serta buat-buahan tersedia, tetapi tidak ada tenaga kesehatan. 

Hanya di sana lokasi isoman yang masih menerima pasien. Wisma Atlet penuh dan tempat lain rata-rata full.

Pertengahan Juni tahun lalu itu Indonesia tengah menghadapi gelombang kedua yang didominasi varian Delta. Rumah sakit kehabisan tempat tidur.

Di hari pertama, staf corporate communication di salah satu perusahaan properti terbesar di Indonesia itu memang tidak mengalami gejala berat. Namun dia kehilangan penciuman. Indera perasa juga tidak berfungsi. Hari-hari di tempat isolasi dia lewati seorang diri, tanpa teman berkawan sepi.

Suatu malam di hari keenam wanita 38 tahun itu tiba-tiba terbangun karena tubuhnya menggigil. Entah apa penyebabnya, tidak tahu pasti apakah ini bagian dari gejala. Dia kemudian berjalan keluar menuju toilet karena ingin buang air kecil. Tubuhnya sempoyongan. 

Baca Juga: Ada Tambahan, Ini Daftar 6 Jenis Vaksin Booster di Indonesia dan Mekanisme Pemberiannya

Uni bergegas cepat menyudahi urusannya di kamar mandi dan kembali ke kamar karena merasa sudah tidak kuat lagi. Badannya dibaringkan di tempat tidur lama-lama kesadarannya hilang. Pingsan. Tidak lama setelah itu dia siuman. Tetapi kondisinya jauh lebih baik. 

Kemungkinan asam lambungnya kumat. Entah karena telat makan atau efek kerasnyoa obat antivirus yang dia minum.

Hari ke sembilan kejadian itu terulang. Badan tiba-tiba lemas lalu kehilangan kesadaran. 

Pada hari ke sepuluh Uni memutuskan pulang ke rumah. Dia ingin melanjutkan isoman di rumah karena trauma dengan kejadian hari ke enam dan ke sembilan. Kehilangan kesadaran seorang diri di kamar tanpa ada satupun yang bisa dimintai tolong. Dia khawatir terjadi sesuatu.

Hingga hari ke 14, Uni menjalani isolasi di rumah. Dia menempati kamar di lantai dua, sementara anak-anak dan suaminya di bawah. Masa isoman pun rampung dan tes PCR menunjukkan hasil negatif. Hal pertama yang dia lakukan adalah menciumi anaknya satu-satu. Rindu memeluk mereka.

Tanpa disangka ternyata Uni mengalami long Covid. Penciumannya tak kunjung pulih hingga berminggu-minggu setelah selesai isoman. Makan juga tidak ada rasa.

Rambutnya pun menipis akibat terus menerus rontok. Sekitar dua bulan setelah negatif Uni mengalami kerontokan yang cukup parah. Namun memasuki bulan ketiga semua gejala hilang dengan sendirinya.



Sumber : Kompas TV


BERITA LAINNYA



Close Ads x