Kompas TV internasional kompas dunia

Afrika Selatan Tuding Israel Terapkan Apartheid di Palestina dalam Sidang Mahkamah Internasional

Kompas.tv - 20 Februari 2024, 23:34 WIB
afrika-selatan-tuding-israel-terapkan-apartheid-di-palestina-dalam-sidang-mahkamah-internasional
Para pengunjuk rasa pro-Palestina berkumpul di luar gedung Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) di Den Haag, Belanda, Senin (19/2/2024). Afrika Selatan menuduh Israel menerapkan apartheid terhadap warga Palestina dalam sidang di Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) di Den Haag, Belanda, Selasa (20/2/2024). (Sumber: AP Photo)
Penulis : Edwin Shri Bimo | Editor : Edy A. Putra

DEN HAAG, KOMPAS.TV - Afrika Selatan menuduh Israel menerapkan apartheid terhadap warga Palestina dalam sidang di Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) di Den Haag, Belanda, Selasa (20/2/2024).

Afrika Selatan juga menyebut pendudukan Israel atas tanah Palestina sepenuhnya ilegal.

Perwakilan Afrika Selatan berbicara pada hari kedua persidangan di Mahkamah Internasional mengenai permintaan Majelis Umum PBB untuk pendapat hukum tidak mengikat mengenai legalitas kebijakan Israel di wilayah yang didudukinya.

"Dalam situasi di mana praktik-praktik apartheid yang sangat merendahkan dan menghinakan terjadi, Afrika Selatan memiliki kewajiban khusus, baik kepada rakyatnya sendiri maupun masyarakat internasional, untuk memastikan bahwa di mana pun praktik apartheid yang mengerikan tersebut terjadi, hal itu harus diungkapkan dan segera diakhiri," kata Duta Besar Afrika Selatan untuk Belanda, Vusimuzi Madonsela, kepada panel 15 hakim Mahkamah Internasional.

Israel menolak tuduhan menerapkan apartheid dan biasanya menuding badan PBB dan Mahkamah Internasional tidak adil dan bias terhadapnya.

Israel tidak memberikan pernyataan selama persidangan yang berlangsung di tengah serangan Israel ke Gaza yang telah menewaskan lebih dari 29.000 warga Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Gaza.

Israel mengirimkan pengajuan tertulis tahun lalu di mana mereka berargumen bahwa pertanyaan yang diajukan kepada pengadilan tersebut bersifat prasangka dan "tidak mengakui hak dan kewajiban Israel untuk melindungi warganya."

Tel Aviv juga menyebut pertanyaan itu tidak mengatasi kekhawatiran Israel atas keamanannya atau mengakui perjanjian masa lalu dengan Palestina untuk bernegosiasi mengenai "status permanen wilayah, pengaturan keamanan, permukiman, dan batas."

Israel menduduki Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza dalam Perang Timur Tengah pada 1967.

Sementara Palestina berupaya agar ketiga wilayah tersebut menjadi negara Palestina merdeka.

Israel menganggap Tepi Barat sebagai wilayah yang diperebutkan dan menyatakan masa depannya harus diputuskan melalui negosiasi.

Israel telah membangun permukiman-permukiman di seluruh Tepi Barat, dihuni lebih dari 500.000 penduduk Yahudi, sementara sekitar 3 juta warga Palestina tinggal di wilayah tersebut.

Israel menduduki Yerusalem Timur dan menganggap Yerusalem secara keseluruhan, sebagai ibu kotanya.

Komunitas internasional dengan bulat menganggap permukiman-permukiman khusus Yahudi di wilayah Palestina ilegal. Pendudukan Israel atas Yerusalem Timur, di mana situs-situs suci Yerusalem berada, tidak diakui secara internasional.

Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu dalam sebuah pernyataan pada Senin (19/2/2024) mengatakan negaranya tidak mengakui legitimasi diskusi di Mahkamah Internasional.

Ia menyebut kasus ini sebagai "bagian dari upaya Palestina untuk menentukan hasil kesepakatan politik tanpa negosiasi."

Baca Juga: Palestina Minta Mahkamah Internasional Nyatakan Israel Lakukan Pendudukan Ilegal dan Apartheid

Majelis hakim Mahkamah Internasional atau International Court of Justice (ICJ) dalam sidang pada Senin (19/2/2024). (Sumber: AP Photo)

Perwakilan Afrika Selatan, Pieter Andreas Stemmet, Selasa, mengatakan permukiman-permukiman ilegal Israel di Tepi Barat telah mengubah "sifat sementara pendudukan menjadi situasi permanen yang melanggar hak penentuan nasib sendiri Palestina."

Argumen hukum Afrika Selatan tersebut mencerminkan argumen yang disampaikan perwakilan Palestina pada Senin atau hari pertama sidang. Sidang di Mahkamah Internasional akan berlangsung selama enam hari.

Setelah dibuka pihak Palestina, 51 negara dan tiga organisasi internasional dijadwalkan untuk menyampaikan pendapat mereka dalam sidang yang berkemungkinan akan memakan waktu berbulan-bulan sebelum pendapat hukum dikeluarkan.

Palestina sebelumnya mengatakan pendudukan militer Israel yang berlangsung tanpa batas waktu, telah melanggar larangan penaklukan wilayah dan hak warga Palestina untuk menentukan nasib sendiri.

Palestina juga menyebut Israel memberlakukan sistem diskriminasi rasial dan apartheid.

"Pendudukan ini bersifat aneksasi dan supremasi," kata Menteri Luar Negeri Palestina Riad Malki, Selasa.

Ia meminta pengadilan untuk menegaskan hak warga Palestina menentukan nasib sendiri dan menyatakan "bahwa pendudukan Israel ilegal dan harus segera, sepenuhnya, dan tanpa syarat diakhiri."

Dukungan Afrika Selatan bagi Palestina memiliki sejarah panjang. Partai yang berkuasa di negara itu, African National Congress (ANC), selama ini telah membandingkan kebijakan Israel di Jalur Gaza dan Tepi Barat dengan sejarahnya sendiri di bawah rezim apartheid pemerintahan minoritas kulit putih yang berakhir pada 1994.

Hal ini mendorong Afrika Selatan untuk meluncurkan kasus terpisah di Mahkamah Internasional dari kasus yang menuduh Israel melakukan genosida dalam serangannya di Gaza.

Pada persidangan Januari lalu, Israel dengan tegas menolak tuduhan melakukan genosida. Penasihat hukum Israel, Tal Becker, mengatakan Israel sedang berperang dalam "perang yang tidak dimulai dan tidak diinginkan."

Putusan akhir untuk kasus genosida tersebut berkemungkinan akan memakan waktu bertahun-tahun, tetapi pengadilan telah mengeluarkan perintah sementara agar Israel melakukan segala yang dapat dilakukannya untuk mencegah kematian, kehancuran, dan segala bentuk genosida dalam kampanyenya di Gaza.


 




Sumber : Associated Press


BERITA LAINNYA



Close Ads x